Pangeran Diponegoro adalah pahlawan nasional,pejuang kemerdekaan, juga seorang tokoh agama
Islam terkemuka di Pulau Jawa. Nama besarnya hingga kini masih melekat sebagai
nama Universitas negeri di Semarang (Universitas Diponegoro) dan jalan-jalan
protokol di berbagai kota besar Indonesia. Perjuangan beliau populer dengan
sebutan Perang Diponegoro atau perang Jawa yang berlangsung antara tahun 1825
sampai 1830. Perang Diponegoro adalah perlewanan terbesar di Pulau Jawa
semasa kolonial Belanda. Perang Jawa sangat menguras keuangan dan energi
kolonial Belanda. Kerugian di pihak Belanda mencapai 15.000 tentara dan biaya
perang mencapai 50.000 gulden, sementara dipihak rakyat korban meninggal
mencapai 200.000.
Biografi Pangeran Diponegoro
Nama Kecil
|
Raden Mas Ontowiryo
|
Gelar
|
Sultan Abdul Hamid Herucokro
Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi
|
Nama populer
|
Pangeran Diponegoro
|
Tanggal Lahir
|
11 November 1785
|
Wafat
|
8 Januari 1855 Di pengasingan
Benteng Rotterdam (Makassar)
|
Makam
|
Kampung Jawa Makassar Sulawesi
Selatan
|
Silsilah keluarga
|
Putra sulung Sultan Hamengkubuwana
III dari istri selir dari daerah Pacitan bernama R.A. Mangkarawati
|
Basis Perjuangan
|
Tegal Rejo Jawa Tengah
|
Kepribadian
Pangeran Diponegoro di kenal memiliki kepribadian yang tegas dan amat taat
beribadah. Beliau lebih memilih menekuni kehidupan beragama daripada menjadi
raja. Minat inilah yang menyebabkan beliau memutuskan menetap di Desa Tegal
Rejo (Sekarang wilayah Purworejo Jawa Tengah), tempat para leluhurnya. Beliau
menolak permintaan Sultan untuk menjadi raja karena menyadari bahwa beliau
putra dari seorang selir. Sejak Muda dalam jiwa Pangeran Diponegoro telah
tertanam kebencian terhadap Pemerintah Kolonial Belanda yang telah mencampuri
urusan Keraton Yogyakarta dan melakukan penindasan terhadap rakyat dengan
membebani rakyat pajak yang terlalu besar. Ketegasan jiwanya menyebabkan ia
berseberangan pendapat dengan kesultanan Yogyakarta semasa dipimpin Sultan
Hamangkubuono V tahun 1822. Saat itu Kesultanan Yogyakarta dipimpin raja yang
baru berusia 3 tahun sehingga kepemimpinan diserahkan kepada patih Danurejo
bersama Residen Belanda. Akibatnya Kesultanan Yogyakarta tunduk di bawah pengaruh
Belanda.
Latar Belakang Perlawanan Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro terhadap Belanda disebabkan faktor (1) Kekuasaan Raja
Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecahpecah; (2) Belanda ikut campur tangan
dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti; (3) Kaum bangsawan
sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih oleh
Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya (4) Adat
istiadat keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi merosot (5)
Penderitaan rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam
pajak, seperti pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak jalan, pajak pasar,
pajak ternak, pajak dagangan, pajak kepala, dan pajak tanah.
Puncak kemarahan Pangeran
Diponegoro terjadi saat kolonial Belanda berencana membangun jalan dari
Yogyakarta ke Magelang. Pembangunan Jalan ini ternyata melintasi makam leluhur
Pangeran Diponegoro. Ini yang membuat Pangeran Diponegoro semakin marah dan
mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Beliau kemudian memerintahkan
pengikutnya mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut.
Sejak itulah perang jawa berkobar,
Pangeran Diponegoro membuat basis perlawanan di gua Selarong yang terletak lima
kilometer arah barat dari Kota Bantul. Istri setianya RA. Retnaningsih juga
menemaninya bergerilya. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung
dengan Pangeran Diponegoro. Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai Maja yang juga
menjadi pemimpin spiritual pemberontakan.
Agar tidak mudah diketahui oleh
pihak Belanda, tempat markas berpindah-pindah, dari Selarong ke Plered kemudian
ke Dekso dan ke Pengasih. Perang Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya
untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Berbagai upaya untuk mematahkan
perlawanan Pangeran Diponegoro telah dilakukan Belanda, namun masih
gagal. Siasat Benteng stelsel (sistem Benteng) yang banyak menguras biaya
diterapkan juga. Namun sistem benteng ini juga kurang efektif untuk mematahkan
perlawanan Diponegoro. Puncak peperangan terjadi saat Belanda mengerahkan lebih
dari 23.000 orang tentara. Ini adalah kekuatan militer terbesar yang pernah
diterj unkan. Dari segi militer, ini adalah perang pertama yang melibatkan
semua metode perang modern. Baik metode perang terbuka maupun metoda perang
gerilya yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan. Perang
juga melibatkan semua taktik militer mulai dari spionase, penghasutan dan
intimidasi. Belanda terbukti sangat kesulitan meredam perlawanan Pangeran
Diponegoro serta pengikutnya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan
penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga
Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual
pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima
utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda.
Jenderal De Kock akhirnya
menggunakan siasat tipu muslihat melalui perundingan. Pada tanggal 28 Maret
1830, Pangeran Diponegoro bersedia hadir untuk berunding di rumah Residen Kedu
di Magelang. Dalam perundingan tersebut, Pangeran Diponegoro ditangkap dan
ditawan di Semarang dan dipindah ke Batavia. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei
1830 dipindah lagi ke Manado. Pada tahun 1834 pengasingannya dipindah lagi ke
Makassar sampai meninggal dunia pada usia 70 tahun tepatnya tanggal 8 Januari
1855. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit
pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan
bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan.
Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari
1855. Untuk menghormati jasa-jasa beliau, pemerintah RI memberikan gelar
pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI Mo 087/TK/1973.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar