(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Rabu, 18 Juli 2012

MBAH BUJUK LATONG


 Tiga Legenda Segaris Keturunan
 KOTA tujuan wisata ziarah tidak pernah sepi dari kisah klasik. Senang sekali menyebut legenda-legenda yang ada dengan kisah klasik. Sebab, adanya cuma pada zaman dulu, baik zaman kolonial atau zaman kerajaan islam tanah jawa. Pada zaman itu, banyak sekali para ulama yang mempunyai karomah dan kesaktian. Buktinya, ya cerita-cerita yang lestari dari mulut ke mulut di basis wali songo.
tanpa flash: pose agak gelap, takut bikin para ahli kubur silau kena kilatan.[slideshow
Bukti lain tersebut adalah di Batuampar, Pamekasan, sebagai basis penyebaran islam madura tengah. Di sana pernah tinggal syekh abdul manan bin sayyid husein yang masih cicit Sunan Ampel.  Syekh abdul manan banyak dikenal dengan legenda bujuk kasambi.
Begini ceritanya. Bapaknya, sayyid husein merupakan tokoh penting di Bangkalan karena mempunyai banyak pengikut. Hingga kemudian, sayyid husein ditumpas habis oleh raja karena difitnah hendak melakukan makar. Dalam keadaan itu, syekh abdul manan mengasingkan diri di tengah perbukitan Batuampar. Di hutan tersebut, syekh manan bertapa di bawah pohon kasambi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nggak tanggung-tanggung, pertapaan itu dilakukan selama 41 tahun. Dia memulai pertapaan itu saat berumur 21 tahun.
Hingga akhirnya dia ditemukan seorang penduduk desa yang sedang mencari kayu dihutan. Setelah dibawa kerumahnya, timbullah jalinan kekeluargaan hingga terjadi kesepakan dengan keluarga tersebut. Syekh manan lalu dijodohkan dan memilih sendiri perjodohan itu dengan seorang putri sulungnya yang menderita penyakit kulit.
Namanya orang yang mempunyai karomah, di hari ke 41 pernikahan mereka, penyakit kulit si istri sembuh seketika. Karena karomah tersebut, syekh manan lalu banyak dikenal sebagai bujuk kasambi di darah tersebut.
Dilanjut dengan anaknya, bujuk tumpeng
Syekh manan dikarunia dua putra dari pernikahan tersebut. Yakni, taqihul muqadam dan basyaniah. Rupanya, kegemaran bertapa syekh manan atau bujuk kasambi tersebut menular kepada putra keduanya, syekh basyaniah. Dia juga selalu menutupi karomahnya dengan menjauhi pergaulan dengan orang banyak.
Dalam melakoni pertapaan tersebut, syekh basyaniah memilih suatu bukit yang terkenal dengan nama Gunung Tumpeng yang terletak kurang lebih 500 m arah barat daya dari Desa Batuampar. Karena banyaknya waktu yang dihabiskan syekh basyaniah di gunung tumpeng itu, maka dia juga dikenal dengan bujuk tumpeng. Banyak orang yang disampaikan dari mulut ke mulut meyakini syekh basyaniah mempunyai banyak karomah seperti bapaknya. Sayang, tidak banyak yang bisa diceritakan karena sedikitnya sumber yang menyebut.

Berputra tunggal bergelar syekh bujuk latong
Syekh basyaniah selama hidupnya hanya meninggalkan seorang putra yang bernama syekh syamsudin. Dia dikenal dengan sebutan bujuk latong. Sifatnya juga suka bertapa sama halnya dengan bapak dan kakeknya. Bahkan, dia selalu berpindah-pindah dalam melakukan pertapaannya. Misal, salah satu tempat pertapaanya yang ditemukan didekat kampung Aeng Nyono’. Wilayah tempat tersebut ada ditengah hutan yang lebat. Karena seringnya tempat tersebut dipergunakan sebagai lokasi bertapa, oleh penduduk setempat dinamakan Kampung Pertapaan.
Begitu juga bukit yang ada dikampung Aeng Nyono’ yang menjadi tempat bertapanya Syekh syamsudin. Disana terdapat sebuah kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada manusia sampai sekarang. Tepat di sebelah barat tempat beliau bertapa terdapat sumber mata air yang mengalir ke atas Bukit Pertapaan. Konon, syekh syamsudin mencelupkan tongkatnya sampai akhirnya mengalir ke atas bukit hingga kini. Karena itu, kampung itu dinamakan Kampung Aeng Nyono’ yang berarti air yang mengalir ke atas. Dan konon dengan air inilah beliau berwudhu dan bersuci. Sayang, karena malam dan memadatkan waktu, tidak sempat ke sana.
Sebutan latong itu muncul karena dari dadanya keluar sinar. Konon, jika dilihat oleh orang yang berdosa, maka orang tersebut akan pingsan atau tewas. Kisah lain menceritakan sarabe yang preman ingin menghabisinya. Banyak sudah korban penduduk desa yang dibunuh. Tapi, ketika sarabe akan membunuh syekh syamsudin dengan sebilah senjata, tiba-tiba senjata itu lenyap dan tinggal warangkannya. Sarabe lalu memelas dan memohon agar senjatanya dikembalikan. Syekh syamsudin menunjuk letak senjata tersebut berada dalam Latong (kotoran sapi).
Maka, karena kerendahan hatinya, syekh syamsudin menutupi jati dirinya. Dia menutupi karomahnya itu dengan cara mengoleskan latong disekitar dadanya. Dia wafat dengan meninggalkan tiga orang putra dan dikebumikan di Batuampar, madura. Cerita ini merupakan salah satu versi saja. Masih banyak versi lain yang berkembang karena tidak adanya dokumen tertulis. (ditulis atas keterangan berbagai sumber)

Tidak ada komentar: