Para ulama sepakat mengatakan bahwa menyembelih
hewan qurban hukumnya sunnah muakkadah, dan meninggalkannya dibenci bila
seseorang memang mampu untuk melakukannya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah
SAW,”Siapa yang memiliki keluasan harta tetapi tidak menyembelih hewan qurban,
maka jangan mendekati mushalla kami”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan dishahihkan
oleh Hakim)
Hukum Aqiqah menurut jumhurul ulama adalah sunnah
mu’akkadah. Oleh sebab itu disunahkan kepada yang mampu untuk melaksanakannya
pada hari ke tujuh, empat belas, dua satu dari kelahiran atau di waktu kapan
saja, tetapi yang lebih utama dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan
aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur
rambutnya serta diberi nama” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)
Namun demikian Imam Malik dalam At-Tamhid
menyatakan bahwa: “Tidak dilaksanakan aqiqah bagi mereka yang sudah dewasa dan
tidak dilaksanakan aqiqah bagi bayi yang dilahirkan kecuali pada hari ke tujuh
dan jika melebihi hari ketujuh maka tidak perlu dilaksanakan aqiqah” (At-Tamhid
4/312)
Pelaksanaan aqiqah menjadi tanggung jawab orang
tua. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang disunnahkan atau
tidaknya pelaksanaan aqiqiah oleh diri sendiri bagi mereka yang belum sempat
diaqiqahi oleh orang tuanya.
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny menyatakan: Jika
seseorang belum diaqiqahi, kemudian tumbuh dewasa dan mencari nafqah sendiri
maka tidak ada aqiqah baginya.
Imam Ahmad ketika ditanya tentang aqiqah untuk
diri sendiri, beliau menjawab: Aqiqah itu kewajiban orang tua dan tidak
dibolehkan mengaqiqahi diri sendiri karena sunnahnya dilakukan oleh orang lain.
Atho` dan Al-Hasan berpendapat bahwasanya
seseorang boleh mengaqiqahi dirinya sendiri karena dia tergadai dengannya oleh
sebab itu ia boleh melakukan aqiqah untuk membebaskan dirinya.
Imam Al-Baihaqy meriwayatkan dari Anas bin Malik
bahwasanya Rasulullah SAW mengaqiqahi untuk dirinya setelah kenabian (9/300)
Demikian juga Imam At-Tabhrany dalam Al-Ausath (994). Akan tetapi kedua hadits
tersebut dhoif. (Ath-Thiflu Wa Ahkamuhu, hal. 181-183)
Jika kita memiliki kelapangan Rizki maka
sebaiknya dilaksanakan keduanya, karena keduanya sama-sama sunnah muakkadah.
Namun jika hartanya Cuma cukup untuk aqiqoh maka aqiqoh lebih didahulukan
karena itu berkaitan dengan kewjiban individu sebagai mana pendapat Imam Atho`
dan Hasan.
Disarikan dari syariah on line
Tidak ada komentar:
Posting Komentar