|  |  |  |  |  | 
|  | 
  Sidogiri dibabat oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman. Beliau adalah keturunan Rasulullah r dari marga Basyaiban. 
Ayahnya,
  Sayyid Abdurrahman, adalah seorang perantau dari negeri wali, Tarim Hadramaut
  Yaman. Sedangkan ibunya, Syarifah Khodijah, adalah putri Sultan Hasanuddin
  bin Sunan Gunung Jati. Dengan demikian, dari garis ibu, Sayyid Sulaiman
  merupakan cucu Sunan Gunung Jati. 
Sayyid
  Sulaiman membabat dan mendirikan pondok pesantren di Sidogiri dengan dibantu
  oleh Kiai Aminullah. Kiai Aminullah adalah santri sekaligus menantu Sayyid
  Sulaiman yang berasal dari Pulau Bawean.  
Konon
  pembabatan Sidogiri dilakukan selama 40 hari. Saat itu Sidogiri masih berupa
  hutan belantara yang tak terjamah manusia dan dihuni oleh banyak makhluk
  halus. Sidogiri dipilih untuk dibabat dan dijadikan pondok pesantren karena
  diyakini tanahnya baik dan berbarakah.   
Terdapat
  dua versi tentang tahun berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri yaitu 1718 atau
  1745. Dalam suatu catatan yang ditulis Panca Warga tahun 1963 disebutkan
  bahwa Pondok Pesantren Sidogiri didirikan tahun 1718. Catatan itu
  ditandatangani oleh Almaghfurlahum KH Noerhasan Nawawie, KH Cholil
  Nawawie, dan KA Sa’doellah Nawawie pada 29 Oktober 1963. 
Dalam
  surat lain tahun 1971 yang ditandatangani oleh KA Sa’doellah Nawawie,
  tertulis bahwa tahun tersebut (1971) merupakan hari ulang tahun Pondok
  Pesantren Sidogiri yang ke-226. Dari sini disimpulkan bahwa Pondok Pesantren
  Sidogiri berdiri pada tahun 1745. Dalam kenyataannya, versi terakhir inilah
  yang dijadikan patokan hari ulang tahun/ikhtibar Pondok Pesantren Sidogiri
  setiap akhir tahun pelajaran.    
Selama
  beberapa masa, pengelolaan Pondok Pesantren Sidogiri dipegang oleh kiai yang
  menjadi Pengasuh saja. Kemudian pada masa kepengasuhan KH Cholil Nawawie,
  adik beliau KH Hasani Nawawie mengusulkan agar dibentuk wadah permusyawaratan
  keluarga, yang dapat membantu tugas-tugas Pengasuh.  
Setelah
  usul itu diterima dan disepakati, maka dibentuklah satu wadah yang diberi
  nama “Panca Warga”. Anggotanya adalah lima putra laki-laki KH Nawawie bin
  Noerhasan, yakni: 
1.       
  KH Noerhasan Nawawie
  (wafat 1967) 
2.       
  KH Cholil Nawawie
  (wafat 1978) 
3.       
  KH Siradj Nawawie
  (wafat 1988) 
4.       
  KA Sa’doellah Nawawie
  (wafat 1972) 
5.       
  KH Hasani Nawawie
  (wafat 2001) 
Dalam
  pernyataan bersamanya, kelima putra Kiai Nawawie ini merasa berkewajiban
  untuk melestarikan keberadaan Pondok Pesantren Sidogiri, dan merasa
  bertanggung jawab untuk mempertahankan asas dan ideologi Pondok Pesantren
  Sidogiri.  
Setelah
  tiga anggota Panca Warga wafat, KH Siradj Nawawie mempunyai gagasan untuk
  membentuk wadah baru. Maka dibentuklah organisasi pengganti yang diberi nama
  “Majelis Keluarga”, dengan anggota terdiri dari cucu-cucu laki-laki KH
  Nawawie bin Noerhasan.  
Rais
  Majelis Keluarga pertama sekaligus Pengasuh adalah KH Abd Alim Abd Djalil.
  Sedangkan KH Siradj Nawawie dan KH Hasani Nawawie sebagai Penasehat.  
Anggota
  Majelis Keluarga saat ini adalah: 
1.       
  KH A Nawawi Abd Djalil
  (Rais/Pengasuh) 
2.       
  d. Nawawy Sadoellah
  (Katib dan Anggota) 
3.       
  KH Fuad Noerhasan
  (Anggota) 
4.       
  KH Abdullah Syaukat Siradj (Anggota) 
5.       
  KH Abd Karim Thoyib
  (Anggota) 
6.       
  H Bahruddin Thoyyib
  (Anggota) 
Keberadaan
  Panca Warga dan selanjutnya Majelis Keluarga, sangat membantu terhadap
  Pengasuh dalam mengambil kebijakan-kebijakan penting dalam mengelola Pondok
  Pesantren Sidogiri sehingga berkembang semakin maju.  
Tentang
  urutan Pengasuh, terdapat beberapa versi, sebab tidak tercatat pada masa
  lalu. Dalam catatan yang ditandatangani KH A Nawawi Abd Djalil pada 2007,
  urutan Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri sampai saat ini adalah: 
1.       
  Sayyid Sulaiman
  (wafat 1766) 
2.       
  KH Aminullah
  (wafat akhir 1700-an/awal 1800-an)  
3.       
  KH Abu Dzarrin
  (wafat 1800-an) 
4.       
  KH Mahalli
  (wafat 1800-an) 
5.       
  KH Noerhasan bin Noerkhotim (wafat pertengahan 1800-an)  
6.       
  KH Bahar bin Noerhasan
  (wafat awal 1920-an) 
7.       
  KH Nawawie bin Noerhasan
  (wafat 1929) 
8.       
  KH Abd Adzim bin Oerip
  (wafat 1959) 
9.       
  KH Abd Djalil bin Fadlil
  (wafat 1947) 
10.    
  KH Cholil Nawawie
  (wafat 1978) 
11.    
  KH Abd Alim Abd Djalil
  (wafat 2005) 
12.    
  KH A Nawawi Abd Djalil
  (2005-sekarang | 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar