(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Kamis, 19 Juli 2012

BABAD DIPONEGORO



Auto-hide: on
 
PANGERAN DIPONEGORO :Sebagai Seorang Bangsawan Jawa, Arsitek dan Sastrawan _ 
 ____________________________ 
Oleh : Drs. Supriyo Priyanto, MAI. Pendahuluan 
Banyak tulisan tentang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830 telah dibuat, baik oleh penulis asing maupun domestik. Namun demikian, ibarat mata air dia tak ada habis-habisnyauntuk ditimba. Kajian tentangnya terus mengalir dan nampaknya tidak akan pernah tuntas.Kenyataannya memang masih banyak aspek yang terkait dengan tokoh tersebut yang belumterungkap.Sebagai putra sulung Sultan Hamengkubuwono (HB) III, raja kasultanan JogyakartaHadiningrat, Pangeran Diponegoro memiliki hubungan kekerabatan formal dengan kraton.Meskipun dia dibesarkan di luar tembok kraton, namun sebagai seorang pangeran dia tetapmendapat didikan ksatria Jawa, mengikuti tradisi kejawen, dan menghayati berbagai ritualkraton, tata cara, perilaku dan tutur bahasa yang sangat hierarkhis. Selain itu dia juga mendapat pendidikan perang seperti ulah kanuragan, olah senjata, menunggang kuda, dan juga ilmu pemerintahan. Yang tidak kalah pentingnya ialah pendalamannya terhadap kesusasteraan, filsafatJawa dan kesenian, khususnya seni musik (gamelan, tembang) dan seni pedalangan.Begitu kompleksnya permasalahan di seputar kehidupan Diponegoro, tulisan ini akanmencoba menyorotinya sebagai seorang bangsawan Jawa, yang memiliki bakat dalam duniaarsitektur sekaligus sastrawan.
II. Figur Diponegoro
Diponegoro adalah putra sulung Sultan Jogya, Sultan HB III atau Sultan Raja dari seorangselir. Dengan demikian dia adalah cucu Sultan HB II (Sultan Sepuh) dan cicit Sultan HB I(Sultan Swargi). Ibunya disebut-sebut bernama R.A. Mangkarawati yang menurut Peter Careyasal-usulnya masih kabur. Dikatakan putri itu berasal dari Majasta di daerah Pajang, dekatmakam keramat Tembayat (Carey, 1991:2). Dalam naskah lain Carrey mengatakan dia adalahketurunan Ki Ageng Prampelan dari Pajang (Carey, 1974:74).1
 
Sagimun MD. memberitakan bahwa dia berasal dari Pacitan, putri seorang Bupati yangkonon masih berdarah Madura (Sagimun, 1986:36). R. Tanojo dalam
 Sadjarah Pangeran Dipanagara Darah Madura
mengatakan bahwa darah Madura yang mengalir pada Diponegoro bukan berasal dari pihak ibu tetapi justeru dari pihak ayah. Menurut silsilah, nenek Diponegoro,yakni Ratu Kedaton (permaisuri HB II) adalah generasi ke enam keturunan PangeranCakraningrat dari Tunjung Madura (Tanojo, t.t:4).Nama asli Diponegoro adalah Raden Mas Mustahar. Dia lahir di keraton Jogyakarta padahari Jum’at Wage, tanggal 7 Muharram Tahun Be atau 11 Nopember 1785 Masehi sebagai putera sulung Sultan HB III (Carey, 1991:1). 1) Pada tahun 1805 Sultan HB II menggantinamanya menjadi Raden Mas Ontowiryo. Adapun nama Diponegoro dan gelar pangeran barudisandangnya sejak tahun 1812 ketika ayahnya naik takhta. 2) ___________________ 1)Mengenai kelahiran Diponegoro tersebut masih menjadi tanda tanya, karena jika diteliti,tahun 1785 ternyata berwindu Langkir, sedangkan menurut naskah babad windunya Kulawu.Bila berdasarkan windu Kulawu, maka kelahirannya jatuh tahun 1704 Jawa atau 6 Pebruari1787. Ann Kumar bahkan menyebut tahun 1787 dengan tanda tanya (?) besar (Hardjonagoro,1990:34). Menurut kepercayaan Jawa, seseorang yang lahir dengan hari dan
 pasaran
(Jawa:
neptu
) Jum’at Wage biasanya pandai berbicara, penampilannya menarik, wataknya berbudi (watak pendeta) dan sering bertengkar. Dalam hidupnya dia akan menghadapi tantangan berat karena sifatnya yang suka terus terang dan suka berdebat. Dalam pandangan Jawa, bulanMaharram atau Sura memiliki arti tersendiri, karena bulan pertama dari tahun Jawa itu biasanyadipakai untuk mendirikan kraton baru atau penobatan raja. Tahun kelahiran Diponegoro yang jatuh pada tahun 1200 Hijrah juga memiliki arti tersendiri, karena menurut Ramalan Jayabayamerupakan saat-saat munculnya Ratu Adil.2)Nama Diponegoro mengingatkan orang pada seorang tokoh dalam
Babad Tanah Jawi 
.yakni Raden Mas Sungkawa, putra Sunan Paku Buwono I (1704-1719) dari Surakarta, yang juga bergelar Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1718 dia ditugaskan untuk menumpas pemberontakan di Jawa Timur bersama Tumenggung Jayapuspita. Setelah berhasil menguasaidaerah di sebelah timur Gunung Lawu sampai Blambangan, dia lalu mengangkat dirinyamenjadiPanembahan Herucokro Senopati ing Ngalogo Ngabdur-Rakhman Sahidin Panatagama.Di masa Sunan Amangkurat I (1719-1727) istananya pindah dari Madiun ke Padonan, dekatSukowati. Ketika ditinggalkan saudara-saudaranya, yakni Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar,istananya pindah ke Semanggi, sampai akhirnya pada tahun 1723 dia ditangkap Belanda dandibuang ke Tanjung Harapan (Olthof, 1941:323-333; Yamin, 1952:22-23). Walaupun Pangeran Diponegoro putra raja, namun dia dibesarkan di luar tembok kraton, dilingkungan pedesaan Tegalrejo, dibawah asuhan nenek buyutnya, Kanjeng Ratu Ageng (jandamendiang Sultan HB I). Dalam naskah babad dikisahkan : beberapa hari setelah Diponegorolahir, Sultan HB I minta pada isterinya untuk melihat cicitnya tersebut. Sambil mengamati bayi
 
di pangkuannya Sultan HB I berkata : bahwa kelak anak tersebut akan menjadi tokoh yang jauhlebih besar dari dirinya, dan akan menimbulkan kerusakan besar pada Belanda SelanjutnyaSultan minta agar isterinya merawat sendiri bayi tersebut (Carrey, 1991:2).Sepeninggal suaminya, Ratu Ageng membawa cicitnya ke kediamannya di Tegalrejo, sebuahdesa terpencil beberapa kilometer di arah brat daya istana Jogyakarta. Di sanalah Diponegorodibesarkan dan dididik sebagai layaknya bangsawan Jawa, sekaligus seorang santri yang taat beragama.Banyak penulis mengatakan bahwa kehidupan sehari-hari Diponegoro banyak mencontohdan mengikuti sifat serta perilaku Nabi. Hidupnya amat bersahaja, baik dalam cara berpakaian,makan maupun pergaulannya dengan orang kecil. Dikisahkan dia sering menyamar sebagaiorang kebanyakan, mengenakan ikat kepala dan kain wulung dan berbaju hitam. Dia sering bergabung dengan santri di pondok-pondok pesantren di pedesaan dengan nama samaran Ngabdurakhim. Di saat samarannya hampir terbongkar, dia segera pindah ke pondok pesantrenyang lain. Selain itu dia juga suka mengembara, masuk ke luar hutan dan tinggal di gua-guauntuk bertapa (
chalwat 
).Cara hidup demikian ini nampaknya menjadi pola umum yang berlaku di kalangan pemudadi masa itu. Dikarenakan sampai dengan masa pemerintahan Sultan HB II masyarakat Jogyakartamasih diliputi oleh eforia kemenangan perang Mangukubumi. maka upaya memperdalam ilmukanuragan, ketrampilan bermain senjata, menunggang kuda, juga landasan laku batin, sepertitirakat, puasa, bertapa di gua keramat mendapat tempat khusus di kalangan anak muda. Sesuaidengan situasi dan kondisi jamannya, Diponegoro muda tentunya juga tidak terlepas darikebiasaan yang berlaku saat itu. 3) _________________ 3)Waktu itu di kalangan bangsa Jawa masih mementingkan adanya olah (Jawa:
laku
) batin(tapa brata) yang sifatnya asketis, seperti : menahan lapar, makan seadanya itupun tidak sampaikenyang, mengurangi tidur, puasa, pantang makan dan lain-lain. BeberapaMasa-masa selepas perang Mangkubumi dapat dikatakan merupakan jaman pembangunan.Para alim ulama, kyahi, guru-guru agama memperoleh kesempatan untuk kembali meluaskan pengajaran agama. Pondok-pondok pesantren, dan tempat mengaji Al Qur’an dan kitab-kitabagama bermunculan di berbagai tempat. Ada alim ulama dan kyahi yang hanya mengajarkanilmu-ilmu agama, mulai syariat, tarekat, hakekat hingga ma’rifat, namun ada pula yang3
 
melengkapinya dengan ulah kanuragan dan lain-lain. Anak-anak muda dari berbagai daerahpun berduyun-duyun memasuki pondok-pondok pesantren untuk memperdalam ilmu agama. Orang banyak yang menjalankan rukun Islam, walaupun sekedar ikut-ikutan (Jawa:
anut grubyug 
).Mereka mengucapkan kalimat syahadat, menjalani sholat lima waktu, membayar zakat, juga berpuasa di bulan Romadlon, namun untuk berangkat haji ke Mekah baru sedikit yang bisamenjalaniya. Nampaknya saat itu di Jawa sedang terjadi kebangkitan dalam kehidupan beragama dan Diponegoropun tidak terlepas dari perkembangan situasi dan kondisi jamannya.Dalam hal agama, Kanjeng Ratu Ageng tentunya tidak akan begitu saja menyerahkanDiponegoro kecil mengaji kepada sembarang orang. Sewaktu masih kecil dan belum dapat pergi jauh meninggalkan rumah, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi :
pertama
, dia diajar sendirioleh nenek buyutnya atau
kedua
, belajar mengaji pada guru agama setempat. Namun sejalandengan bertambahnya usia maka diapun diserahkan pada seorang guru (ulama) yangsebenarnya. _____________________  jenis puasa (Jawa:
 pasa
) antara lain : puasa neton (puasa hari kelahiran), pasa Senin dan Kamis, pasa kudup mlati (makan hanya setiap jam 02.00), pasa mutih (makan nasi tanpa lauk danminumnya hanya air tawar), pasa
nglowong 
(tidak makan dan tidak minum),
ngebleng 
atau
 pati geni
(tinggal dalam kamar gelap, tanpa makan dan minum selama berhari-hari),
ngaluwat 
(masuk di lubang galian, di atasnya ditutup dengan dedaunan tanpa makan dan minum).Beberapa pantang makan (Jawa:
 sesirik 
) diantaranya : pantang makan padi-padian yang di masak dengan cara dikukus (Jawa:
wohing dami kinukus
), pantang garam, pantang ikan yang bernafas,
ngrowot 
(hanya makan umbi-umbian). Amalan lain, misalnya tidak tidur selama sehari semalamatau lebih,
kungkum
(berendam di sungai pada malam hari), memandang lama-lama ke arahmatahari sedang terbit,
mbisu
(berjalan tanpa berbicara/bercakap-cakap), berkelana, berjalan- jalan di lumpur atau batu-batuan, naik gunung turun jurang atau bukit dan lembah, menyeberangisungai, menahan hujan, panas, angin dan sebagainya.
 Laku
yang terkait dengan tidur antara lain: menahan kantuk, mengurangi waktu tidur, tidur di sembarang tempat,
naritis
(tidur di bawahcucuran atap, tidur beralaskan anyaman bambu (Jawa:
kepang 
) berbantalkan sepotong batu bata,tidur tanpa baju, tidur dengan kaki tidak diselimuti dan lain-lain.Banyak orang meyakini bahwa guru agama Diponegoro adalah Kyahi Taptajani, ulama besar keturunan Kyahi Nuriman dari pesantren Mlangi. Yang cukup menarik ialah pernyataanSuwarno Adinoto dalam bukunya
 Menyingkap Perlawanan T. Prawiro-digdoyo : Sawung Gagatan.
Dikatakan bahwa Raden Mas Ontowiryo alias Pangeran Diponegoro adalah saudaraseperguruan Yudo, cucu Ngabehi Prawirosakti dari Gagatan. Mereka sama-sama pernahmenjadi murid Syeh Kaliko Jipang, di pondok pesantren Petingan, di sebelah utara Jogyakarta.Usia Ontowiryo waktu itu baru delapan tahun, sedangkan Yudo lima tahun lebih tua.
 
Kalau itu benar, siapakah sebenarnya tokoh Syeh Kaliko Jipang, sehingga dia dipercaya olehRatu Ageng untuk mendidik Ontowiryo ? Dalam naskah dikatakan bahwa nama aslinya adalahSyeh Kholik, namun oleh Pangeran Mangkubumi namanya diganti menjadi Syekh Kaliko.Karena dia berasal dari Jipang, sehingga nama Jipang melekat pada namanya.. Baik NgabehiPrawirosakti maupun Syekh Kholik, keduanya merupakan orang kepercayaan PangeranMangkubumi. Ketika Kasultanan Jogyakarta terbentuk, Syekh Kholik diangkat menjadiPenghulu Besar kraton. Setelah pensiun kedudukannya digantikan oleh anak laki-laki satu-satunya, yakni Syeh Rahmanudin. Selanjutnya dia mendirikan pondok pesantren Petingan. RM.Ontowiryo sempat belajar kepadanya selama lima tahun, hingga ulama besar itu wafat di usia 80tahun.Apabila Diponegoro baru masuk pondok pesantren di usia delapan tahun, berarti dia barumulai berguru pada Syekh Kaliko Jipang pada tahun 1893. Bila dia sempat berguru ______________ 4)Menurut silsilah trah gagatan, Yudo adalah putra Raden Surotaruno III, cucu NgabehiPrawirosakti (Adimenggolo) dari Gagatan, Boyolali. Ibunya, Raden Ayu Surotaruna adalah putriAdipati Notokusumo (Pangeran Juru), patih kerajaan Surakarta yang dibuang Belanda keCeylon. Sejak kecil Yudo diasuh oleh kakeknya, yakni Ngabehi Prawirosakti. Setelah berusiatiga belas tahun dia dikirim ke pondok pesantren Petingan Jogyakarta. Dua saudara seperguruanitu ternyata memiliki keistimewaan yang berbeda. Yudo mewarisi pengetahuan Islam dan puncak ilmu kesaktian, sedangkan Diponegoro lebih menguasai ilmu kepemimpinan, ilmuhukum, tarikh Islam dan filsafat secara mendalam. Yudo, nantinya menjadi Bupati Pamajegan diGagatan, bergelar Tumenggung Prawirodigdoyo. Walaupun daerahnya termasuk wilayahSurakarta, namun dia berjuang di pihak Diponegoro hingga gugur dalam peperangan. JenasahSyekh Kaliko dan Tumenggung Prawirodigdoyo dimakamkan di Blunyah Gedhe, di sebelahutara Jogyakarta (Suwarno Adinoto, 1985:12-14).selama lima tahun, maka Syekh Kaliko wafat di tahun 1898. Selanjutnya Ratu Ageng mengirimdia ke Pondok Pesantren Mlangi, di bawah asuhan Kyahi Taptajani. Di sini dia juga hanyasempat belajar selama kurang lebih lima tahun, karena pada tahun 1803 Ratu Ageng wafat.Sebagai pewaris tanah lungguh Tegalrejo, dalam usia delapan belas dia harus melanjutkan tugasnenek buyutnya mengatur daerahnya. Tahun 1805 Kyahi Taptajani pindah ke Surakarta, namunagaknya hubungan antara guru dan murid itu terus berlanjut. 5)Di masa-masa berikutnya Diponegoro tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi dengan perbincangan agama. Selain keluar masuk berbagai pondok pesantren dengan cara menyamar,dia juga banyak berjumpa dengan sejumlah ulama terkemuka di Jogya-karta, sepertiMuhammad Bahwi, penghulu utama kraton, Haji Baharudin, komandan pasukan Suronatan,5
 
Kyahi Kasongan, Kyahi Papringan, bahkan dengan Kyahi Baderan, ayah Kyahi Mojo, dariKlaten dan lain-lain.
III. Bangsawan Jawa yang seorang arsitek 
Sebagai seorang aristokrat Jawa yang hidup di masa feodal, maka gaya hidup PangeranDiponegoro tidak terlepas dari situasi jamannya. Dalam pandangan masyarakat Jawa masa ituseorang laki-laki baru dikatakan sebagai laki-laki sejati apabila berhasil memenuhi kriteriatertentu, yang terwujud pada adanya lima kepemilikan, yaitu :
wisma
(rumah),
wanodya
(wanita),
curiga
(keris),
turangga
(kuda) dan
kukila
(burung, yang dimaksud adalah perkutut).Tidak adanya salah satu unsur membuat orang belim dapat dikatakan sebagai laki-laki Jawa yangsebenarnya. Pandangan itu benar-benar  ____________________ 5)Kyahi Bagus Taptajani adalah ulama yang dekat dengan bangsawan kraton Surakarta danJogyakarta. Dia adalah keturunan Kyahi Mlangi, Kyahi Nur Iman, pemilik tanah perdikanMlangi. Perdikan Mlangi merupakan salah satu pathok negara kasultanan Jogyakarta, di sampingmasjid Ploso Kuning, Dongkelan dan Babadan. Kyahi Mlangi adalah putra Sunan AmangkuratIV (Amangkurat Jawi) dari ibu, putri Kyahi Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur. Menjelang pecahPerang Jawa, Kyahi ini datang menemui Diponegoro di Tegalrejo dan mewartakan mengenaisaat munculnya Ratu Adil dan perang sabil. Kedekatan dengan ulama besar tersebut menjadi jaminan bagi Diponegoro saat dia minta dukungan dari kalangan ulama dan santri kerabat KyahiMaja dan Badheran, Pulo Kadang, ulama-ulama Pajang, Madiun, Kedu, Bagelen dan Pacitan(Carrey, 1991:6).merasuki dunia kehidupan bangsa Jawa kala itu, dalam aspek tertentu bahkan amat berlebihan.Misalnya pemahaman tentang
wanodya
(wanita) bukan dalam pengertian ”satu” isteri, tetapilebih dari itu. Dari sini kemudian muncul istilah ”
klangenan
” yang konotasinya adalah ”selir”atau bahkan ”gundik”. Akibatnya poligami dan pergundikan bukan lagi sesuatu yang tabu.Sebaliknya justeru menjadi ukuran keberhasilan ataupun prestise bagi seorang laki-laki.Sepanjang hidupnya, tercatat ada tujuh wanita yang pernah dinikahi oleh PangeranDiponegoro. Pernikahan
 pertama
, terjadi tahun 1894 dengan Raden Ayu (RA) RetnaMadubrongto, putri Kyahi Gedhe Dadapan, dari desa Dadapan, sub distrik Tempel, dekat perbatasan Kedu dan Jogyakarta.
 Kedua
, tanggal 27 Pebruari 1807 dengan Raden AjengSupadmi (R.A. Retnakusuma), putri Raden Tumenggung Natawijaya III, Bupati Panolan,Jipang.
 Ketiga
, tahun 1808 dengan R.A. Retnodewati. Baik Madubrongto maupun Retnodewatiwafat sewaktu Diponegoro masih berada di Tegalrejo.
 
Isteri Keempat 
, dinikahi pada tanggal 28 September 1814, yakni R.A. Maduretno, putriRaden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretno (putri HB II), jadi saudara seayahdengan Sentot Prawirodirjo, tetapi lain ibu. Ketika Diponegoro dinobatkan sebagai SultanAbdulhamid, dia diangkat sebagai permaisuri bergelar Kanjeng Ratu Kedaton.l 18 Pebruari1828.
 Kelima
, bulan Januari 1828 Diponegoro menikahi R.A. Retnaningrum, putri PangeranPenengah atau Dipawiyana II.
 Keenam
, R.A. Retnaningsih, putri Raden TumenggungSumoprawiro, bupati Jipang Kepadhangan, dan
ketujuh
, R.A. Retnakumala, putri Kyahi GuruKasongan (
 Babad 
, P. XIX, b. 21-26; Lihat juga Carey, 2007:767-769). 6) _____________________ 6)Mengenai isteri-isteri Diponegoro ada beberapa versi. Babad versi biografi menyebut isteriDiponegoro ada tujuh, sama dengan versi Carey, sementara R. Tanojo menyebut ada delapanorang. Apabila Carey mengatakan bahwa isteri terakhir RA. Retnakumala adalah putri GuruKasongan, maka Tanojo berpendapat bahwa putri Guru Kasongan tersebut adalah tokoh yanglain dan itu merupakan isteri ke delapan, tetapi dia tidak menyebut namanya. R.A. Retnaningrumdinikahi Diponegoro atas saran isterinya, yakni Kanjeng Ratu Kedaton, yang waktu itu tengahhamil muda dan sakit-sakitan. Sedangkan RA Retnaningsih dan Retnakumala dinikahi dua bulansetelah Kanjeng Ratu Kedaton wafat pada tanggal 28 Pebruari 1828. Dari perkawinan tersebutlahir beberapa putra dan putri, yaitu Raden Antawirya II (1803) yang nantinya dikenal sebagaiRaden Adipati, Raden Suryaatmaja (1807), R.M. Joned (1815), R.A. Basah (isteri BasahMertonegoro), Raden Dipaatmaja (1805), R.A. Jayakusuma, R.A. Impun, R.A. MunthengDalam hal
wisma
, sebagai pewaris seluruh kekayaan Kanjeng Ratu Ageng, makaDiponegoro mewarisi rumah peninggalan nenek buyutnya di Tegalrejo. Gambaran tentang”istana” Tegalrejo tersirat dari kesaksian pendeta H.A. Brumund, yang datang di sana selang beberapa hari setelah invasi tentara Belanda bulan Juli 1825. Begitu melihat puing-puingreruntuhan bangunan, dengan nada kagum diapun berkata :”Saya tidak tahu suatu rumah pangeran di Jogya yang cukup untuk dibandingkandengan rumah Diponegoro di Tegalrejo. Rumah pangeran-pangeran di Jogya seka-rang dibuat dari kayu dan kelihatan kecil dan pendek. Rumah Diponegoro adalahluas, besar dan seluruhnya dibangun dari bata. Di kedua sisinya ada deretan bangun-an rumah yang tidak kalah besarnya. Di sana teman-teman Diponegoro ditampungdan para ulama yang datang mengunjungi beliau. Juga ada gudang-gudang untuk  beras dan hasil-hasil tanah Tegalrejo, dan ada perumahan dimana anak buahnyatinggal” (Carey, 1991:5). Dari pernyataan tersebut terkesan bahwa ”istana” Tegalrejo tergolong mewah dibanding rumahkediaman para pangeran Jogya yang lain waktu itu. Selain rumah induk, di sana ada rumah-rumah khusus untuk para tamu yang bermalam, juga lumbung padi, gudang istal dan dikitarirumah para
magersari.
 7
 
Di bawah kepemimpinan Diponegoro, Tegalrejo berkembang pesat, jauh melebihi jamannyaKanjeng Ratu Ageng. Jumlah penduduk terus bertambah, begitu pula orang yang menjalankanibadah agamanya. Banyak gedung dibuat, sementara bangunan yang lama telah berganti bentuk (R. Tanojo, t.t:45). Dalam Babad versi biografi dikatakan bahwa Diponegoro sangatmemperhatikan pengaturan pohon-pohon dan kolam, juga banyak memelihara binatangkesayangan, yakni kuda dan burung perkutut. Dalam skala lebih kecil nampaknya Diponegoromewarisi bakat kakek buyutnya, yakni Sultan HB I yang merencanakan sendiri tata ruang sertarancang bangun untuk istananya.Dari pengamatan di lapangan dapat diperkirakan bahwa luas seluruh kompleks istanaTegalrejo termasuk alun-alun kecil di depannya ada sekitar 2 Ha. Rumah induk  ___________________ (R.A. Gusti), R.M. Kindar (1833), R.M. Sarkuma (1834), R.M. Mutawaridin (1835), R.A. PutriMunadima (1836), R.M. Dulkabli (1836), R.M. Rajab dan R.M. Ramaji. Di kalangan tradisi bangsawan Jawa, panggilan ”ibu” hanya berlaku bagi permaisuri (Jawa:
 garwa

 padmi
) sebutanibu, sedangkan untuk para selir, walaupun kepada ibu kandungnya sendiri anak-anak memangggilnya dengan sebutan ”bibi”.menghadap ke selatan, dan di depannya terdapat alun-alun kecil yang tepinya ditumbuhi jajaran pohon beringin. Kompleks istana dilindungi dengan tembok (Jawa:
 pagar bumi
) yang cukuptebal, setinggi hampir 3 meter. Pagar bumi bagian depan lebih rendah sehingga bangunan induk dan lain-lain terlihat dari luar. Di tengahnya terdapat pintu gerbang (Jawa:
regol 
) yang diberiatap, yang nampaknya hanya dibuka pada saat-saat khusus, sementara untuk kegiatan sehari-haritersedia pintu masuk berukuran kecil di samping kanan dan kiri gerbang utama. Antara pintugerbang dengan pendopo terdapat jalan lurus, yang kanan kirinya ditumbuhi tanaman pohonsawo kecik. Di depan pendopo, agak ke menyamping kiri dan kanan, masing-masing tumbuhsebatang pohon manggis. Halaman belakang juga cukup luas dan ditumbuhi oleh pepohonanyang rindang, sehingga suasana terasa sejuk dan nyaman.Menurut kesaksian penjaga Museum Sasana Wiratama, Tegalrejo, bangunan pendo-po yangada sekarang, bukanlah bangunan asli. Bangunan aslinya, selain ukurannya lebih kecil, letaknya juga agak mundur ke belakang. Adanya hiasan berupa batu yoni yang ditempatkan berjajar disamping kiri dan kanan pendopo, keberadaannya menjadi tanda tanya besar. Apakah batu-batuitu sudah ada sejak dulu atau baru ditempatkan kemudian ketika monumen dipugar, sayangnyatidak ada penjelasan yang pasti (Slamet, wawancara tanggal 23 September 2009). 6)
 
Dari tatanan bangunan dan taman di ”istana” Tegalrejo membuktikan bahwa Diponegorocukup memiliki bakat sebagai seorang ”arsitek”. Selain Tegalrejo masih ada beberapa situs lainyang semuanya merupakan hasil rancang bangunnya.Dalam Babad versi biografi disebutkan bahwa tidak jauh dari istana Tegalrejo, yakni diSeloharjo yang letaknya ada di tepi Sungai Winongo, Diponegoro juga membangun sebuah
 panepen
tempat untuk bersamadi (berchalwat). Di sana terdapat gedung indah ______________________ 6)Yoni, yang biasanya dipasangkan dengan lingga dalam konteks budaya Hindu, denganmotif dan ukuran yang serupa juga terdapat di Selarong, yakni di dekat Gua Kakung danlokasi bekas masjid. Masyarakat setempat menganggapnya sebagai batu umpak masjid.Mungkinkah Diponegoro membawa pulang sebagian yoni yang ada di Selarong untuk menghiashalaman rumahnya di Tegalrejo ? Kemungkinan itu bisa saja terjadi mengingat dia pemilik tanahSelarong, sehingga dia memiliki otoritas penuh atasnya. Namun semua itu baru merupakandugaan, yang tentunya perlu penelitian lebih lanjut, yang lebih mendalam.yang dilengkapi dengan serambi depan, tempat dia menerima tamu. Selain itu ada pulau surau(Jawa:
langgar 
) kecil, kolam dan taman. Di depan gedung ada sebuah batu datar (Jawa:
 sela gilang 
) yang dinaungi oleh pohon kemuning yang daunnya begitu rembun. Di tempat inilahDiponegoro biasa duduk bertafakur di malam hari. Gedung tersebut dikelilingi oleh kolam. Ditengah kolam dibuat semacam ”pulau” kecil yang ditumbuhi sebatang pohon beringin putih. Dikolam besar yang airnya jernih itu banyak terdapat ikan dari berbagai jenis (
 Babad 
, P.VII:b. 40-42).Karya besar Diponegoro dalam dunia arsitektur terlihat pada situs Selarong, yang lokasinyaada di barat daya kraton, di sebelah selatan pesanggrahan Ambarketawang (kraton sementaraSultan HB I, saat menunggu istananya selesai dibangun).Mengapa Diponegoro tertarik untuk membangun pesanggrahan di sana ? Selain tanahnyatandus, pemandangan di sekitarnya juga kurang menarik, dari Tegalrejo jaraknyapun cukup jauh,kurang lebih ada 15 kilometer ke arah Bantul. Tidak terbayangkan bagaimana dia dan orang-orangnya harus bersusah payah, menempuh perjalanan yang cukup jauh dan sulit, melewati jalan-jalan desa yang kondisinya waktu itu belum begitu baik. Padahal sebagai seorang pangeranyang kaya raya, dia bisa saja memilih lokasi lain yang letaknya lebih strategis dan kondisinya jauh lebih baik. Tetapi mengapa dia memilih Selarong ? Ada apa dengan Selarong ?Kenyataannya di sanalah dia mendirikan pesanggrahan 7)9
 
Dalam
 Babad Diponegoro versi Kraton Surakarta
dikatakan : bukit Selarong diatur denganindah. Puncak bukit diratakan dan parit-parit dibuat di lereng-lerengnya. Dua parit dibuat berjajar lurus untuk mengalirkan air ke sawah-sawah petani. Situasinya seperti kota. Pintu gerbang pesanggrahan ada tiga lapis, di depannya terdapat alun-alun . Di sebelah timur laut bukitSelarong terdapat gua yang cukup besar, namanya Gua Secang. Di depan mulut gua dibangunsebuah taman, ditanami pohon durian, manggis, ___________________ 7)Berdasarkan pengamatan di lapangan, nampaknya Selarong merupakan pemukiman kuno.Di sana banyak dijumpai peninggalan Hindu berupa yoni, bekas batu fondasi berornamen dan juga batu datar (Jawa:
 sela gilang 
) yang saat ini dijadikan landasan saat orang mengambil air disendang. Mungkinkah dengan kemampuan mata batinnya Diponegoro melihat ada suatu halyang istimewa dari Selarong, sehingga dia berkeras hati membangun pesanggrahan di sana. buah krian, duku, langsep, kokosan, jambu, jeruk, kepundung, mundu, cerme, sentul dan jambe,yang saat itu sedang berbuah lebat. Pohon kelapa gading, diletakkan di tempat yang agak jauh.Dekat mulut gua ditanam pohon biji-bijian (Jawa:
 pala kasimpar 
), seperti jagung, cantel, juwawut, jarak dan jagung jali, nanas lumut dan nanas merah. Cabai dan terong buahnya begitulebat. Buncis, kecipir, kara pendek, kara loke, kapri, kacang cinde (hijau), kacang mas dankacang lutung daunnya rimbun rimbun dan buahnya begitulebat. Kemangi, bunga telasih, diseling gandarusa, keladi, bentul, talas, uwi, gembili, dankentang di tanam di pinggir. Pohon singkong ditanam di tepi, sebagai pagar. Pintu masuk kebunada empat, di sebelah timur, barat, utara dan selatan, dan masing-masing diberi pintu ruji-ruji.Keempatnya dihubungkan dengan jalan lurus (Jawa:
maju pat 
) dansaling memotong di tengah sehingga membentuk perempatan. Luas kebun ada sekitar seratustombak persegi. Kesanalah sekali waktu Diponegoro pergi bercengkerama bersama para isteri,anak-anak, diikuti para abdi dan kerabatnya (Carey, 1981:.6-8) 8).Kenyataan di atas membuyarkan gambaran salah tentang Selarong. Semula banyak orangmenyangka bahwa Selarong waktu itu masih berupa daerah terpencil, yang dipenuhi hutan belukar dan sulit dijangkau, sehingga menjadi daerah pengungsian dan benteng pertahanansetelah Tegalrejo jatuh ke tangan Belanda. Ternyata anggapan itu keliru. Selarong telahmerupakan sebuah kota kecil, ada pesanggrahan yang indah, dilengkapi dengan alun-alun, kebundan taman, mesjid dan berbagai fasilitas yang lain.Kemampuan menyulap daerah yang semula hutan belukar dengan tanahnya yang tandus
menjadi sebuah ”kota” dengan fasilitas miniatur sebuah kraton, membuktikan bahwa perancangnya adalah seorang yang luar biasa. Selain berwawasan luas, memiliki cita rasaestetika yang tinggi, berjiwa kuat sehingga mampu mewujudkan idenya, juga memiliki pengaruhyang cukup besar. Orang itu ternyata tidak lain adalah Diponegoro. ______________________ 8)
 Babad Dipanagara : An Account of the Outbreak of the Java War (1825-1830)
dikenal sebagai Babad Dipanegara versi Surakarta. Naskah ini ditulis kira-kira hanya dua bulan berselang setelah serangan tentara Belanda ke Tegalrejo yang berlangsung tanggal 21 Juli 1825.Sayangnya di situ tidak disebut kapan pesanggrahan Selarong itu dibangun. Namun menginggattempat tersebut sering dikunjungi Diponegoro bersama para isteri, anak dan kerabatnya, maka bisa diduga bahwa tempat itu baru dibangun sepeninggal Ratu Ageng, setidaknya di saatDiponegoro telah menginjak usia tigapuluhan.Nampaknya api peperangan tidak menyurutkan semangat Diponegoro untuk berkreasi didunia arsitektur. Sewaktu bermarkas di Banyumeneng, untuk mengisi kekosongan jiwanya diamembangun semacam
 panepen
di dusun Mataraman. Bangunan itu letaknya ada di lerengsebuah bukit, dikitari oleh sebuah sungai dan dirancang sebagai layaknya pertapaan seorang pendeta. Selain dilengkapi dengan sebuah surau kecil, kolam, dan berbagai jenis pepohonan, jugadipelihara beberapa binatang piaraan, terutama burung perkutut. Di tempat itulah Diponegoro banyak menghabiskan waktu bersama sejumlah
abdi
(Jawa:
 punakawan
) yang melayanikebutuhannya sehari-hari. Menjelang sholat Jum’at, biasanya dia pergi ke Banyumeneng untuk melaksanakan sholat berjamaah. Selesai sholat diapun kembali ke padepokannya (Babad,P.XVII, b.78-83).Fakta-fakta sejarah di atas membuktikan bahwa kreativitas dan cita rasa estetika PangeranDiponegoro cukup tinggi. Bakat arsiteknya terlihat dalam rancang bangun dan tata ruangkawasan di Tegalrejo, Seloharjo, pesanggrahan Selarong dan Mataraman.IV. Sebagai Seorang SastrawanDi awal Abad 19 banyak orang dari kalangan bangsawan Jawa yang mulai belajar danmemperdalam sastra Jawa. Tujuannya agar bisa membaca dan mengerti naskah-naskah yangumumnya ditulis dengan huruf Jawa ataupun Arab Pegon. Semangat itu tidak terbatas dikalangan laki-laki, bahkan para putripun banyak yang bisa membaca. Hanya untuk tulis menulis,masih jarang yang bisa karena ada anggapan bahwa masalah tulis menulis adalah pekerjaan11
  seorang juru tulis (Jawa:carik ). Untuk membuat surat misalnya, mereka cukup memerintahkancarik mencatat apa yang dikatakan. Begitu pula bila ingin mengerti isi sebuah naskah, merekacukup menyuruh seorang juru baca untuk membacakan dan mereka mendengarkan. Naskah-naskah Jawa yang sudah ada di masa itu umumnya berupa tulisan tangan, huruf Jawa, bahasanya Kawi atau Jawa. Akan halnya kitab-kitab terjemahan dari bahasa Arab, adasementara yang ditulis dengan huruf Arab Pegon, bahasanya Jawa campur Arab. Isinya selain pengetahuan agama Islam ada yang berisi cerita atau dongeng, misalnya Kitab Anbiya yangmengisahkan tentang para nabi dan lain-lain.Untuk naskah-naskah Jawa antara lain tercatat adanya Kakawin Ramayana, Arjuna Wiwahadan Bharatayuda. Selain itu juga ada naskah-naskah Suluk karangan para wali di jaman kratonDemak, Serat Pepali Ki Ageng Sela, Serat Angger Surya Alam, Serat Angger Jugul Muda, jugaSerat Nitisruti karangan Pangeran Sujanapura di Karanggayam dari jaman kraton Mataram, Darimasa kraton Kartasura terdapat Serat Nitipraja, Serat Nitisastra, Tajus’salatina, Serat Iskandar,Serat Menak karangan Kyahi Sutaprana dan Serat Katuranggan karangan Raden Manyura, lurahPanegar di kraton Kartasura, juga Serat Jayalengkara Wulang karangan Pangeran Pekik dariSurabaya.Mengenai naskah babad, tercatat ada Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak danBabad Pajang. Ada pula Babad Mataram dan Jangka Jayabaya yang keduanya dikarang olehPanembahan Wijil di Kadilangu di masa Kartasura, Babad Kartasura karangan Carik Bajra,dan Kitab Musarar dari masa kraton Surakarta awal dan lain-lain. Umumnya naskah-naskahtersebut hanya dimiliki oleh kalangan bangsa-wan atau para pujangga (Tanojo, t.t:38).Sebagai bangsawan Jawa, yang sekaligus seorang santri Diponegoro selain memper-dalam
 Al Qur’an
dan kitab-kitab agama yang lain, dia juga membaca banyak naskah sastra Jawa berupasuluk, kekawin dan babad. Di masa kecilnya konon dia sering dipanggil oleh kakek buyutnyauntuk membacakan naskah-naskah tersebut.Suatu hal yang perlu mendapat perhatian di sini ialah adanya pengakuan Diponegoro bahwadia tidak bisa membaca dan menulis. Pengakuan itu sering muncul saat dia berurusan dengan pihak Belanda, misalnya saat di sebagai Wali Sultan disodori sebuah Surat Perjanjian yangdibuat Belanda. Dalam naskah Babad versi biografi dikisahkan : ” . . .
kangjeng Pangeran tanapti, kinen maos kewala mapan tan bisa, jinalukan tanda-asma, ngandika tan bisa nulis
. . . ”(Kanjeng Pageran (nampaknya) kurang berkenan, disuruh membaca saja tidak bisa, (ketika)
 
dimintai tanda tangan mengatakan tidak bisa menulis) (
 Babad Diponegoro
, hal. 91).Dalam kasus tersebut jelas bahwa pengakuan itu hanya dipakai sebagai alasan untuk tidak menyangkutkan diri pada perjanjian tersebut. Bagaimana dengan pengakuan yang sama dalamkasus lain ? Banyak orang menduga bahwa itu dilakukan karena terdorong oleh sifatnya yangmerendahkan diri, sebagaimana ciri umum kalangan bangsa Jawa di masa itu. Kemungkinanyang lain ialah keinginannya untuk sedapat mungkin meniru jejak Nabi Muhammad SAW.Seperti dikatahui saat Nabi didatangi Malaikat Jibril di gua Hira dan berkata ”Bacalah”, maka Nabi menjawab ”Saya tak tahu membaca” (Soewito Santosa, 1990:72).Pengakuan Diponegoro itu ditepis oleh pernyataan Louw yang mengatakan : ”. . .
 Hij schrijft de Javaansche taal, doch zeer slecht 
” (Dia dapat menulis dalam bahasa Jawa, tetapi jelek sekali). Kesaksian lain muncul dari Letnan Knoerle yang mengantarkannya dalam perjalanan keMenado. Dalam laporannya Knoerle antara lain menuliskan : ”. . .
 In de eerste dagen van onzereis verzekerde mij de Prins, dat hij het schrijven onkundig was; later echter zich op den tooneener meer vertrouwelijke mededeeling gevestigd hebbende, dat mij Diepo Negoro te kennen,dat hij de Javaansche taal gebrekkig schreef 
” (Pada hari-hari pertama dari perjalanan kami, sangPangeran memberitahu saya bahwa dia tak dapat menulis, tetapi beberapa waktu kemudian,ketika kami sudah saling mengenal satu sama lain dengan lebih baik, Diponegoromemberitahukan bahwa dia dapat menulis bahasa Jawa, tetapi tidak pandai) (Louw, I, 1893:131,135).Terlepas dari pengakuan tersebut, setelah Diponegoro berada di tempat pengasingan diMenado dan Makasar ternyata dia berhasil menyusun naskah babad, dalam bentuk tulisantangan tidak kurang dari 800 halaman. Naskah dalam bentuk tembang itu ternyata sangat susahditerjemahkan ke dalam bahasa Belanda.Mengenai sulitnya penerjemahan Van Praag mengatakan : ”. . . Calon (penter-jemah) amat banyak. Kontrolir-kontrolir dari pendapatan negara dan perkebunan-perkebunan, seorang komisdari salah satu departemen pemerintahan umum, seorang guru, memajukan lamaran. Masing-masing dikirimi suatu bagian untuk diterjemahkan. Beberapa orang mengirimkannya kembali,tanpa berbuat suatu apapun, yang lain mengirimkan hasil kerjanya, yang membuat ahli bahasaJawa Cohen Stuart ngeri melihatnya . . . ”(Praag, 1947:23).Kenyataannya naskah babad yang nantinya dikenal sebagai Babad Diponegoro versi biografiitu memang luar biasa. Seluruhnya terdiri dari 2.439 bait. yang terbagi menjadi 17 pupuh13
 
(stanza) sebagai berikut : 1). Sinom (46 bait), 2). Asmaradana (160), 3). Pangkur (134), 4).Mijil (168), 5). Kinanti (140), 6). Sinom (100), 7). Dandanggula (80), 8). Durma (150), 9).Asmaradana (109), 10). Girisa (133), 11). Maskumambang (109), 12). Pangkur (247), 13).Megatruh (160), 14). Pocung (218), 15). Sinom (116), 16). Dandanggula (100) dan 17).Asmaradana (149). Isinya dimulai dari situasi Jogyakarta di masa Sultan HB II termasuk adanya Perang Sepehi di masa Inggris, juga permusuhan dengan Daendels hingga dengan PerangJawa sampai dengan penangkapan dan pembuangan dirinya ke Menado dan Makasar.Dari cara dia mengungkapkan perasaan serta kesaksiannya terhadap berbagai peristiwaataupun kasus menunjukkan ketajaman pikiran dan kuatnya daya ingat. Selain sebagai karyasastra, karya tersebut juga bisa dianggap sebagai naskah sejarah. Penguasaan terhadap sastraJawa terlihat cukup kuat, ini terbukti dari digunakannya sebelas jenis tembang macapat, mulaidari Maskumambang, Sinom, Asmaradana, Pangkur, Mijil, Kinanti, Dandanggula, Durma.Girisa, Megatruh, hingga Pocung. Artinya, hampir seluruh tembang macapat dipakai untuk mengungkap perasaan yang tersembunyi dalam kalbunya. Bagi peneliti sejarah, karya tersebutmemiliki nilai tersendiri karena memberi banyak informasi yang tidak bakal dijumpai dalamarsimaupun dokumen resmi pemerintah kolonial, walaupun untuk menggunakannya diperlukansikap ekstra hati-hati.
V. Penutup
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Diponegoro, figur sentral Sejarah Perang Jawa1825-1830 ternyata memiliki faset kehidupan yang cukup menarik. Dalam kaitannya dengan perang orang melihat dia sebagai sosok ksatria Jawa atau prajurit, panglima perang yang pilihtanding.Pada sisi lain ternyata dia memiliki kemampuan berimaginasi, kreativitas dan cita rasaestetis yang cukup tinggi, khususnya dalam bidang arsitektur. Hal itu tercermin dari adanya tataruang kawasan dan rancang bangun arsitektur di situs Tegalrejo, Seloharjo, Selarong danMataraman. Dari karya biografinya terlihat bahwa bakatnya yang lain, yang membuktikan bahwa pada dirinya mengalir darah sastrawan, sekaligus juga sejarawan yang baik.Semarang, Oktober 2009-09-2

Tidak ada komentar: