(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Rabu, 27 Agustus 2014

ABOGE APAKAH MASIH BERLAKU DI TAHUN ASAPON ?

Indonesian Islam Mengenal Islam Aliran Aboge dan Sistem Kalender Mereka Meski pemerintah telah mengumumkan bahwa tanggal 1 Ramadhan jatuh pada 1 September, tetapi pengikut Islam aliran Raden Rasid Sayid Kuning atau Alip-Rebo-Wage (A-bo-ge) mulai menjalankan ibadah puasa pada Rabu (3/9). "Hari ini (Rabu, red) puasa hari pertama bagi penganut Aboge," kata Maksudi penganut Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu. Menurut dia, dasar penentuan 1 Ramadhan telah diyakini warga Aboge sejak abad 14, yakni dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu dan Jim akhir. Dengan demikian, para penganut Aboge menyakini tanggal 1 Muharam yang lalu jatuh pada tahun Alip, dan pada hari Jumat dengan pasaran Pon. a. Aliran Islam Aboge Di wilayah Kabupaten Banyumas terdapat aliran Islam Aboge. Penganut Islam Aboge atau Alip-Rebo-Wage (A-bo-ge) merupakan pengikut aliran yang diajarkan Raden Rasid Sayid Kuning. Saat ini terdapat ratusan pengikut aliran ini yang tersebar di sejumlah desa, antara lain Desa Cibangkong (Kecamatan Pekuncen), Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak (Wangon), dan Desa Tambaknegara (Rawalo) kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Selain itu, di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, juga terdapat ratusan penganut Islam Aboge. b. Sistem Perhitungan Kalender Aboge Perhitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad ke-14 dan disebarluaskan oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning dari Pajang. Perhitungan ini merupakan gabungan perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan perhitungan Jawa yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing. Dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari. c. Penganut Islam Aboge Mulai Puasa Hari Kamis 12 Agustus 2010 Penganut Islam Aboge (Alip Rebo Wage) di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, meyakini awal bulan Ramadhan akan jatuh pada hari Kamis, 12 Agustus 2010. "Hal itu diketahui berdasarkan hasil perhitungan yang telah digunakan oleh leluhur kami hingga sekarang," kata tokoh masyarakat Islam Aboge, Santibi (65) di Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Minggu (8/8/2010). Menurut dia, penganut Islam Aboge meyakini bahwa dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir. Berdasarkan keyakinan ini, kata dia, penganut Aboge meyakini jika sekarang merupakan tahun Dal sehingga tanggal 1 Muharam-nya jatuh pada hari Sabtu dengan hari pasarannya Legi atau Dal-Tu-Gi (tahun Dal hari pertamanya Sabtu Legi). Dengan demikian, lanjutnya, hari pertama tahun baru tersebut (1 Muharam) dijadikan patokan untuk melakukan perhitungan hari termasuk mengetahui awal puasa Ramadhan. "Dalam hal ini, kami menggunakan perhitungan yang menyebutkan bulan, hitungan hari, dan hitungan pasaran yang diturunkan dari Dal-Tu-Gi tersebut," katanya. Menurut dia, dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari. Oleh karena itu, kata dia, seperti dilansir antaranews.com, untuk menghitung awal puasa Ramadhan menggunakan perhitungan Sa-Nem-Ro (puasa-enem-loro) atau Do-Nem-Ro (Ramadhan-enem-loro) yang dihitung dari hari pertama tahun Dal, yakni Sabtu Legi. "Berdasarkan Sa-Nem-Ro atau Do-Nem-Ro tersebut diketahui awal puasa atau tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari keenam (enem) dan pasaran kedua (loro), yakni Kamis Pahing atau 12 Agustus 2010. Itu semua karena hari pertama tahun Dal jatuh pada Sabtu Legi sehingga hari keenamnya jatuh pada hari Kamis dan pasaran keduanya adalah Pahing," jelasnya. [Antara News/wbw-wbw.blogspot.com] Gambar : .jakartapress.com Retrieved from: http://www.duniaunik.info/2010/08/mengenal-islam-aliran-aboge-dan-sistem.ht nalisis Hukum Islam Tentang Prinsip Penanggalan Aboge Di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo Undergraduate Theses from JTPTIAIN / 2012-10-25 13:08:13 Oleh : Joko Sulistyo (2103075), Fakultas Syariah IAIN Walisongo Dibuat : 2008-07-29, dengan 0 file Keyword : Prinsip Penanggalan Aboge, Kelurahan Mudal Kec. Mojotengah Kab. Wonosobo Pada prinsipnya, cara penanggalan didasarkan atas dua metode, hisab dan rukyah. Kedua metode ini menjadi pedoman bagi umat Islam untuk menentukan bulan-bulan dalam kalender Islam. Terutama pada bulan yang dianggap menjadi titik perbedaan yang krusial seperti Ramadhan dan Idul Fitri. Namun kenyataannya, terdapat sekelompok umat Islam yang memakai prinsip penanggalan yang berbeda dalam menentukan bulan-bulan tersebut. Salah satunya adalah komunitas yang terdapat di kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Komunitas tersebut memakai perhitungan Kejawen yaitu yang disebut penanggalan Aboge (Alif Rebo Wage). Aboge adalah salah satu perhitungan yang dipakai oleh mereka yang berada di wilayah tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi prinsip masyarakat Mudal sehingga prinsip penanggalan Aboge bisa menjadi pedoman mereka dan bagaimana analisis hukum Islam ketika dikaitkan dengan pemikiran hisab dan rukyah yang menjadi pedoman umat Islam pada umumnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian lapangan (field research), dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, metode yang dirancang untuk menggambarkan sifat suatu keadaan atau fenomena kehidupan masyarakat yang menjadi sebuah kebiasaan yang hingga masih dikerjakan. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut bisa dirumuskan dalam bahasa sederhana sebagai berikut. Pertama, Penanggalan Aboge adalah penanggalan yang sudah dinasakh yang seharusnya sudah menjadi Asapon, sebab tahun Jawa sudan mengalami tiga kali perubahan tahun yaitu, anjumgi (tahun Alip mulai pada hari Jum'at Legi: ini berlaku hingga tahun 1674), Kemudian Akawon (tahun Alip mulai pada hari Kamis Kliwon: ini berlaku mulai tahun 1675 hingga tahun 1748). Lalu Aboge (tahun Alip mulai pada hari Rabu Wage: ini berlaku mulai tahun 1749 hingga tahun 1866). Setelah itu sejak tahun 1867 hingga sekarang semua tahun Alip mulai pada hari Selasa Pon (prinsip Asapon) Kedua, sedangkan secara teoritis ghalibiyyah Penanggalan Aboge adalah termasuk hisab Urfi, dan hisab Urfi tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan). Sedangkan secara teoritis ghalibiyah yang dapat untuk dipergunakan untuk masalah ibadah, adalah hisab hakiky baik hisab hakiky taqribi, atau tahqiqi maupun hisab hakiki kontemporer, Sebab menurut sistem ini umur bulan Sya'ban tetap yakni 29 hari sedangkan bulan Ramadhan juga tetap 30 hari. Deskripsi Alternatif : Pada prinsipnya, cara penanggalan didasarkan atas dua metode, hisab dan rukyah. Kedua metode ini menjadi pedoman bagi umat Islam untuk menentukan bulan-bulan dalam kalender Islam. Terutama pada bulan yang dianggap menjadi titik perbedaan yang krusial seperti Ramadhan dan Idul Fitri. Namun kenyataannya, terdapat sekelompok umat Islam yang memakai prinsip penanggalan yang berbeda dalam menentukan bulan-bulan tersebut. Salah satunya adalah komunitas yang terdapat di kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Komunitas tersebut memakai perhitungan Kejawen yaitu yang disebut penanggalan Aboge (Alif Rebo Wage). Aboge adalah salah satu perhitungan yang dipakai oleh mereka yang berada di wilayah tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi prinsip masyarakat Mudal sehingga prinsip penanggalan Aboge bisa menjadi pedoman mereka dan bagaimana analisis hukum Islam ketika dikaitkan dengan pemikiran hisab dan rukyah yang menjadi pedoman umat Islam pada umumnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian lapangan (field research), dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, metode yang dirancang untuk menggambarkan sifat suatu keadaan atau fenomena kehidupan masyarakat yang menjadi sebuah kebiasaan yang hingga masih dikerjakan. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut bisa dirumuskan dalam bahasa sederhana sebagai berikut. Pertama, Penanggalan Aboge adalah penanggalan yang sudah dinasakh yang seharusnya sudah menjadi Asapon, sebab tahun Jawa sudan mengalami tiga kali perubahan tahun yaitu, anjumgi (tahun Alip mulai pada hari Jum'at Legi: ini berlaku hingga tahun 1674), Kemudian Akawon (tahun Alip mulai pada hari Kamis Kliwon: ini berlaku mulai tahun 1675 hingga tahun 1748). Lalu Aboge (tahun Alip mulai pada hari Rabu Wage: ini berlaku mulai tahun 1749 hingga tahun 1866). Setelah itu sejak tahun 1867 hingga sekarang semua tahun Alip mulai pada hari Selasa Pon (prinsip Asapon) Kedua, sedangkan secara teoritis ghalibiyyah Penanggalan Aboge adalah termasuk hisab Urfi, dan hisab Urfi tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan). Sedangkan secara teoritis ghalibiyah yang dapat untuk dipergunakan untuk masalah ibadah, adalah hisab hakiky baik hisab hakiky taqribi, atau tahqiqi maupun hisab hakiki kontemporer, Sebab menurut sistem ini umur bulan Sya'ban tetap yakni 29 hari sedangkan bulan Ramadhan juga tetap 30 hari. Beri Komentar ?#(0) | Bookmark KALENDER JAWA ABOGE Posted By Mbah Lalar Jumat, 19 Agustus, 2011, 2:40 KALENDER JAWA ABOGE MUKADDIMAH “Waktu” adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, segala kegiatan manusia, baik yang ada kaitanya dengan kehidupan pribadi, kemasyarakatan atau keagamaan, tidak lepas dari penentuan dan perjalanan waktu, Al qur’an sendiri telah merekamnya dalam surat yunus ayat 5 yang berbunyi : الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدّره منازل لتعلوا عدد السنين والحساب ماخلق الله ذالك الاّ بالحق يفصّل الايات لقوم يعلمون (يونس ,5) “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. Rupanya dari berbagai peradaban bangsa telah menangkap hal ini dan lahirlah penanggalan-penanggalan baik berdasarkan tahun syamsiyah maupun tahun qamariyah. MENGENAL KALENDER JAWA Pada awalnya kawasan Nusantara ini khususnya Jawa menggunakan hitungan Saka, suatu penanggalan yang beradasarkan perhitungan Hindu dan dikenal dengan Saka yang dinisbahkan kepada seorang raja hindu di India yaitu Aji Saka, tepatnya 1555 saka atau 1633 M atau tepatnya lagi 1043 H Raja Jawa Mataram Islam yaitu Sultan Agung yang bergelar Sri Sultan Muhammad Sultan Agung Prabu Anjokrokusumo telah menyesuaikan penanggalan hindu dan Jawa ke dalam penanggalan Hijriyah yang berdasarkan penanggalan bulan (Lunar Year)[1]. Namun kebijakan ini menjadikan perbedaan antara kalender Jawa dan Kalender Masehi akan muncul perbedaan 1/120 hari , maka dari hal tersebut setiap 120 tahun kalender jawa (15 windu) harus diundur satu hari[2] maksudnya satu tahun yang sebenarnya tahun panjang (wuntu) dijadikan tahun pendek (wastu). Selanjutnya Sultan Agung menetapkan 12 bulan dengan nama-nama sebagai berikut : Suro, Sapar, Bakdo Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akir, Rejeb, Ruwah, Poso, Syawal (Bodo), Dulkongidah, dan Besar, untuk mengenalnya dalam pergantian tahun diperkenalkan “Huruf”, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Mulai 1 Suro Alip th 1555/1043 H (8 Juli 1633 H) sampai permulaan tahun 1627/1115 H (17 Mei 1703 M) hurufnya JAMUNGIYAH Legi. 2. Mulai permulaan tahun 1627/1115 H (17 Mei 1703) sampai permulaan tahun 1747/1235 H (20 Oktober 1819 M) hurufnya CHOMSIYAH KLIWON (Amiswon). 3. Mulai tahun 1747/1235 H (20 Oktober 1819 M) sampai permulaan tahun 1867/1355 H (24 Maret 1936 M) hurufnya ARBANGIYAH WAGE (Aboge). 4. Mulai permulaan tahun 1867/1355 H (24 Maret 1936 M) sampai permulaan tahun 1987/1475 (selama 120 tahun) hurufnya Tsalatsiyah Pon (Asopon)[3] Dalam aplikasi sehari-hari masyarakat Jawa dikenalkan pasaran yang dahulu digunakan untuk pusat aktivitas dan dikenal kemudian istilah Wage, Kliwon Legi, Pahing dan Pon. Kemudian setiap tahun dalam sewindu diberi nama sebagai berikut : tahun alip, tahun ehe, tahun jim-awal, tahun ze, tahun dal, tahun be, tahun waw, tahun jim akhir. KALENDER JAWA ABOGE Walau telah mengalami perubahan tiap 120 tahun, namun dalam masyarakat penggunaan Aboge masih terasa lekat di masyarakat, hal ini berkaitan karena penanggalan pergantian tersebut berdasarkan surat kekancingan (ketetapan) kraton Ngayojakarta, sementara masyarakat Jawa sudah mengalami pergeseran kekuasaan dari sistem kerajaan sudah berubah dalan system kenegaraan dalam kesatuan NKRI, sehingga walaupun sudah berubah lebih 70 tahun Aboge masih banyak dipakai hal ini berkaitan dengan adat tradisi Jawa, dalam sosio kultur yang sudah terbangun oleh masyarakat. Dalam aboge dikenal beberapa istilah 1. Aboge yaitu tahun Alip tanggal suro Rebo Wage 2. Apono yaitu tahun Ha’ tanggal suro Ahad Pon 3. Jongopono yaitu tahun Jim Awal tanggal Suro Jum’at Pon 4. Josahing yaitu tahun Jim akir tanggal Suro Seloso Pahing 5. Daltugi yaitu tahun Dal tanggal suro Setu Legi 6. Bimisgi yaitu tahun Bak tanggal Suro Kemis Legi 7. Woninwon yaitu tahun Wawu tanggal Suro Senin kliwon 8. Zongogiyo yaitu tahun Zak tanggal Suro Jumuah Pahing[4] Disamping tersebut masih banyak penanggalan-penanggalan yang penulis belum bisa sampaikan disini seperti penanggalan Candrasengkolo atau Suryosengkolo oleh K. Maisur Sindhi sering disebut Hisab Thabi’iyyah[5]. Dalam tradisi Jawa banyak kegiatan atau tradisi yang disesuaikan dengan hari yang maksudnya untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat semisal pendirian Masjid Demak yang dilakukan Senin Pahing sementara peletakan fondasi Masjid Demak Kamis Kliwon, hal ini kemudian banyak dikuti oleh para ulama’ – ulama zaman dahulu untuk mengawali membuat masjid[6]. Demikian juga untuk membuat rumah diharapkan pasarane itu jatuh Legi. Demikian sekelumit catatan kami walau masih banyak yang belum terungkap tentang salah satu kultur jawa dan kultur Islam Jawa. Selamat datang di Wikipedia bahasa Indonesia! [tutup] Kalender Jawa Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Kalender Jawa adalah sebuah kalender yang istimewa karena merupakan perpaduan antara budaya Islam, budaya Hindu-Buddha Jawa dan bahkan juga sedikit budaya Barat. Dalam sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua: siklus mingguan yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran. Pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka negara Mataram mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem kalender kamariah atau lunar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijriyah (saat itu tahun 1035 H). Angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan. Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan. Sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1547 Saka, diteruskan menjadi tahun 1547 Jawa. Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah kerajaan Mataram II: seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (=Balambangan). Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini. • Daftar bulan Jawa Islam Di bawah ini disajikan nama-nama bulan Jawa Islam. Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah, dengan nama-nama Arab, namun beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Sela dan kemungkinan juga Sura. Sedangkan nama Apit dan Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Nama-nama ini adalah nama bulan kamariah atau candra (lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-hari besar yang ada dalam bulan hijriah, misalnya Pasa berkaitan dengan puasa Ramadhan, Mulud berkaitan dengan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal, dan Ruwah berkaitan dengan Nisfu Sya'ban dimana dianggap amalan dari ruh selama setahun dicatat. No Penanggalan Jawa Lama Hari 1 Sura 30 2 Sapar 29 3 Mulud 30 4 Bakda Mulud 29 5 Jumadilawal 30 6 Jumadilakir 29 7 Rejeb 30 8 Ruwah (Arwah, Saban) 29 9 Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan) 30 10 Sawal 29 11 Sela (Dulkangidah, Apit) * 30 12 Besar (Dulkahijjah) 29 Total 354 Keterangan • Nama alternatif bulan Dulkangidah adalah Sela atau Apit. Nama-nama ini merupakan peninggalan nama-nama Jawa Kuno untuk nama musim ke-11 yang disebut sebagai Hapit Lemah. Sela berarti batu yang berhubungan dengan lemah yang artinya adalah “tanah”. Lihat juga di bawah ini. Daftar bulan Jawa matahari Pada tahun 2011 Masehi, karena penanggalan kamariah dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani yang bercocok tanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan surya yang disebut sebagai pranata mangsa, dikodifikasikan oleh Sunan Pakubuwana VII[1] atau penggunaannya ditetapkan secara resmi. Sebenarnya pranata mangsa ini adalah pembagian bulan yang asli Jawa dan sudah digunakan pada zaman pra-Islam. Lalu oleh beliau tanggalnya disesuaikan dengan penanggalan tarikh kalender Gregorian yang juga merupakan kalender surya. Tetapi lama setiap mangsa berbeda-beda. No Penanggalan Jawa Awal Akhir 1 Kasa 23 Juni 2 Agustus 2 Karo 3 Agustus 25 Agustus 3 Katiga (Katelu) 26 Agustus 18 September 4 Kapat 19 September 13 Oktober 5 Kalima 14 Oktober 9 November 6 Kanem 10 November 22 Desember 7 Kapitu 23 Desember 3 Februari 8 Kawolu 4 Februari 1 Maret 9 Kasanga 2 Maret 26 Maret 10 Kadasa 27 Maret 19 April 11 Dhesta* 20 April 12 Mei 12 Sadha* 13 Mei 22 Juni Keterangan • Dalam bahasa Jawa Kuna mangsa kesebelas disebut hapit lemah sedangkan mangsa keduabelas disebut sebagai hapit kayu. Lalu nama dhesta diambil dari nama bulan ke-11 penanggalan Hindu dari bahasa Sanskerta jyes.t.ha dan nama sadha diambil dari kata âs.âd.ha yang merupakan bulan keduabelas. Siklus windu Oleh orang Jawa tahun-tahun digabung menjadi satu, yang terdiri dari delapan tahun Jawa. Setiap satuan ini terdiri atas 8 tahun Jawa dan disebut windu. Windu sendiri bergulir empat putaran (32 tahun Jawa) : Adi, Kuntara, Sangara, dan Sancaya. Di bawah disajikan nama-nama tahun dalam satu windu: # Nama Nama suro Hari 1 Alip Selasa Pon 354 2 Ehe Sabtu Pahing 355 3 Jimawal Kamis Pahing 354 4 Je Senin Legi 354 5 Dal Jumat Kliwon 355 6 Be Rabu Kliwon 354 7 Wawu Ahad Wage 354 8 Jimakir Kamis Pon 355 Total 2835 Jumlah 2835 hari genap dibagi 35 /selapan (hari pasaran) Pembagian pekan Simbol siklus pasaran dalam kalender jawa Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari saja, namun dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara (pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Zaman sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai, namun di pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai. Pekan yang terdiri atas lima hari ini disebut sebagai pasar oleh orang Jawa dan terdiri dari hari-hari: 1. Legi 2. Pahing 3. Pon 4. Wage 5. Kliwon Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari ini, yaitu yang juga dikenal di budaya-budaya lainnya, memiliki sebuah siklus yang terdiri atas 30 pekan. Setiap pekan disebut satu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul siklus baru lagi. Siklus ini yang secara total berjumlah 210 hari adalah semua kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri atas 7, 6 dan 5 hari berpapasan. Referensi • Pigeaud, Th., 1938, Javaans-Nederlands Woordenboek. Groningen-Batavia: J.B. Wolters • Ricklefs, M.C., 1978, Modern Javanese historical tradition: a study of an original Kartasura chronicle and related materials. London: School of Oriental and African Studies, University of London Referensi 1. ^ Tanojo R. 1962. Primbon Djawa (Sabda Pandita Ratu). TB Pelajar. Surakarta. pp 36–45 Pranala luar • Lebih lanjut mengenai Kalender Jawa. Halaman web ini memberikan informasi yang sedikit berbeda dan ada beberapa hal yang tidak tepat. • Kelender Jawa Lengkap. Halaman web ini memberikan informasi lebih lengkap mengenai perabot penanggalan Jawa, antara lain: Kurup, Windu, Lambang Windu, Tahun, Lambang Tahun, Sasi, Mangsa, Wuku, Lintang, Padangon, Padewan, Dina, Lambang Dina, Paringkelan, Pasaran, Paarasan, Pancasuda, Kamarokam, Watak Sasi dan Watak Dina. • (Inggris) weton.m Fungsi MATLAB yang menghitungkan Weton, Dina, Wulan, Taun, Windu, Kurup dan Dina Mulyo dari tanggal berapa saja. Ada juga fungsi Perl untuk menghitung wetonan. Perangkat lunak sumber terbuka (open source). • Komunitas Islam Aboge Baru Salat Id Hari Ini Senin, 20 Agst 2012 12:30:34 WIB Oleh : Sumarwoto Usai salat Id, ribuan penganut Islam Aboge (Alif Rebo Wage) di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (20/8) berhalalbihal, sementara sejumlah kera asyik bermain. Mereka merayakan Hari Raya Idulfitri lebih lambat satu hari dari penetapan1 Syawal 1433 Hijriah oleh Pemerintah. (Foto ANTARA Jateng/Sumarwoto) Berita Terkait • Banyumas, ANTARA Jateng - Ribuan penganut Islam Aboge (Alif Rebo Wage) di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin, melaksanakan Salat Id guna merayakan Hari Raya Idulfitri 1 Syawal 1433 Hijriah. Para penganut Islam Aboge ini tersebar di sejumlah wilayah Kabupaten Banyumas, antara lain Desa Cikakak (Kecamatan Wangon), Desa Kracak (Kecamatan Ajibarang), Desa Cibangkong (Kecamatan Pekuncen), dan Desa Pekuncen (Kecamatan Jatilawang). Dari pantauan di salah satu tempat Shalat Id, yakni Masjid Saka Tunggal "Baitussalam" Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, ratusan penganut Islam Aboge mengikuti shalat yang dipimpin imam Sulam dan khatib Suyitno. Dalam khotbah berbahasa Arab, Suyitno mengajak umat Islam untuk menjalin tali silaturahmi dan meningkatkan "ukhuwah islamiyah". Usai melaksanakan shalat, seluruh jamaah bersalam-salaman guna saling memaafkan dengan cara memutar mengelilingi halaman masjid yang diawali oleh imam Sulam disusul khatib Suyitno yang juga Kepala Desa Cikakak, serta diikuti penganut Islam Aboge lainnya. Bahkan, puluhan warga yang telah melaksanakan Shalat Id pada Minggu (19/8) juga turut bersalam-salaman bersama penganut Islam Aboge. Mereka datang ke masjid saat para penganut Islam Aboge masih melaksanakan Shalat Id. Fenomena menarik juga terjadi saat warga saling bersalam-salaman karena puluhan kera penghuni hutan di sekitar Masjid Saka Tunggal Baitussalam tampak turun di antara kerumunan warga. Kendati demikian, warga tidak terganggu dengan kehadiran kera-kera tersebut. Usai bersalam-salaman, warga pun menggelar kenduri di dalam masjid dengan menikmati hidangan yang mereka bawa dari rumah masing-masing. Imam yang juga juru kunci masjid, Sulam (43) mengatakan, kenduri tersebut sebagai wujud syukur warga kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga mereka bisa kembali merayakan kemenangan di Hari Raya Idul Fitri setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Disinggung mengenai adanya perbedaan penetapan 1 Syawal, dia mengatakan, penganut Islam Aboge tidak mempermasalahkannya karena masing-masing memiliki cara penghitungan sendiri. "Kami juga memiliki cara sendiri dalam menentukan 1 Syawal dan cara penghitungan ini telah diyakini sejak ratusan tahun silam. Kami harapkan perbedaan ini tidak diperdebatkan dan dipertentangkan, hormatilah perbedaan yang ada," katanya. Selain di Kabupaten Banyumas, Shalat Id juga dilaksanakan para penganut Islam Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Purbalingga, dan Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, Cilacap. Kepala Desa Ujungmanik Supardan melalui sambungan telepon yang diterima ANTARA, menginformasikan bahwa ratusan penganut Islam Aboge setempat melaksanakan Shalat Id di Masjid Baetussalim Desa Ujungmanik yang dipimpin imam Supandi dan khatib Suhadi. Dalam khotbah berbahasa Jawa, kata dia, khatib menyampaikan berbagai hal tentang Idul Fitri serta mengajak warga untuk menjalin tali silaturahmi. "Usai melaksanakan shalat, mereka bersama ribuan warga Desa Ujungmanik yang telah Shalat Id pada hari Minggu, menggelar silaturahmi dengan bersalam-salaman guna saling memaafkan. Acara tersebut dilanjutkan dengan kenduri di masjid sambil menikmanti hidangan yang mereka bawa dari rumah masing-masing," katanya. Penganut Islam Aboge meyakini bahwa sekarang merupakan tahun Wawu dengan 1 Muharam atau 1 Sura (hari pertama di bulan pertama kalender Hijriah maupun Jawa) jatuh pada hari Senin dan pasaran pertamanya Kliwon, sehingga muncul hitungan Waninwon yang berarti Wawu Senin Kliwon. Hitungan Waninwon tersebut menjadi patokan dalam sejumlah penanggalan termasuk penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan rumusan yang telah diyakini penganut Islam Aboge sejak ratusan tahun silam. Penganut Islam Aboge meyakini bahwa dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri atas tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari dengan hari pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing. Hari dan pasaran pertama pada tahun Alif jatuh pada Rabu Wage (Aboge), tahun Ha pada Ahad/Minggu Pon (Hakadpon), tahun Jim Awal pada Jumat Pon (Jimatpon), tahun Za pada Selasa Pahing (Zasahing), tahun Dal pada Sabtu Legi (Daltugi), tahun Ba/Be pada Kamis Legi (Bemisgi), tahun Wawu pada Senin Kliwon (Waninwon), dan tahun Jim Akhir pada Jumat Wage (Jimatge). Hari dan pasaran pertama pada tahun berjalan ini menjadi patokan penentuan penanggalan berdasarkan rumusan yang berlaku bagi penganut Islam Aboge, misalnya Sanemro untuk menentukan awal Ramadhan dan Waljiro untuk menentukan 1 Syawal. Oleh karena sekarang tahun Wawu, patokan Waninwon (Wawu Senin Kliwon) tersebut diturunkan pada rumusan Sanemro (Pasa Enem Loro), yakni awal puasa Ramadhan jatuh pada hari keenam dengan pasaran kedua sehingga muncul Sabtu Manis atau Sabtu Legi, 21 Juli 2012. Sementara 1 Syawal jatuh pada Senin Manis, 20 Agustus 2012, karena mengacu para rumusan Waljiro (Syawal Siji Loro), yakni 1 Syawal jatuh pada hari pertama (Senin) dan pasaran kedua (Manis/Legi). Konon, perhitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad ke-14 dan disebarluaskan oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning berasal dari Pajang. Editor : Achmad Zaenal M

Tidak ada komentar: