(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Rabu, 08 Januari 2014

NAMA-NAMA WALIMAH

Domba Aqiqoh Nama -Nama Walimah dalam Islam Walimah artinya perayaan. Ibnu Hajar menukil pendapat Imam Nawawi dan Qadli Iyad bahwa walimah dalam tradisi Arab dan Islam ada delapan jenis, yaitu : 1) Walimatul Urush untuk pernikahan; 2) Walimatul I’dzar untuk merayakan khitan; 3) Aqiqah untuk merayakan kelahiran anak; 4). Walimah Khurs untuk merayakan keselamatan perempuan dari talak, konon juga digunakan untuk sebutan makanan yang diberikan saat kelahiran bayi; 5) Walimah Naqi’ah untuk merayakan kadatangan seseorang dari bepergian jauh, tapi yang menyediakan orang yang bepergian. Kalau yang menyediakan orang yang di rumah disebut walimah tuhfah; 6) Walimah Wakiirah untuk merayakan rumah baru; 7) Walimah Wadlimah untuk merayakan keselamatan dari bencana; dan Walimah Ma’dabah yaitu perayaan yang dilakukan tanpa sebab sekedar untuk menjamu sanak saudara dan handai taulan. Sumber : http://www.igl-farm.com/nama-nama-walimah-dalam-islam/ NAMA-NAMA WALIMAH DALAM ISLAM Walimah artinya prayaan. Ibnu Hajar mnukil pendapat Imam Nawawi dan Qadli Iyad bhwa walimah dlm tradisi Arab dan Islam ada delapan jenis, yaitu : 1) Walimatul Urush untuk pernikahan; 2) Walimatul I’dzar untuk mrayakan khitan; 3) Aqiqah untuk merayakn kelahiran anak; 4). Walimah Khurs untuk merayakan keselamatan perempuan dari talak, konon juga digunakan untuk sebutan makanan yang diberikan saat kelahiran bayi; 5) Walimah Naqi’ah untuk mrayakan kadatangan seseorang dari bepergian jauh, tapi yang menyediakan orang yang bepergian. Kalau yang menyediakan orang yang di rumah disebut walimah tuhfah; 6) Walimah Wakiirah untuk merayakan rumah baru; 7) Walimah Wadlimah untuk merayakan keselamatan dari bencana; dan Walimah Ma’dabah yaitu perayaan yang dilkukan tnpa sbb sekedar untuk mnjamu sanak saudara dan hndai taulan. 11:08 pm - Saturday October 19, 2013 Macam-Macam Walimah Written by Tim Sarkub | 11/07/2012 | 0 Bentuk macam-macam Walimah ada banyak. Sedangkan yang disebutkan oleh para ulama ada 11, terkumpul dalam Nazham: إِنَّ الْوَلَائِمَ عَشْرَةٌ مَعْ وَاحِدٍ * مَنْ عَدَّهَا قَدْ عَزَّ في أَقْرَانِهِ فَالْخُرْسُ إِنْ نُفِسَتْ كَذَاكَ عَقِيْقَةٌ * لِلطِّفْلِ وَاْلأَعْذَارُ عندَ خِتَانِهِ وَلِحِفْظِ قُرْآنٍ وَآدَابٍ لَقْدْ* قَالَ الْحِذَاقُ، لِحَذْقِهِ وَبَيَانِهِ ثُمَّ الْمِلاَكُ لِعَقْدِهِ وَ وَلِيْمَةٌ * فِي عُرْسِهِ، فَاحْرُصْ عَلَى إِعْلاَنِهِ وَ كَذَاكَ مَأْدُبَةٌ بِلاَ سَبَبٍ يُرَى * وَ وَكِيْرَةٌ لِبِنَائِهِ لِمَكَانِهِ وَ نَقِيْعَةٌ لِقُدُوْمِِهِ وَ وَضِيْمَةٌ * مِنْ أَقْرِبَاءِ الْمَيِّتِ أَوْ جِيْرَانِهِ وَ ِلأَوَّّلِ الشَّهْرِ الأَصَمِّ عَتِيْرَةٌ * جاءَتْ هُدِيْتَ كَذَا لِرِفْعَةِ شَأْنِهِ Artinya:”Sesungguhnya macam-macam Walimah itu ada 10 ditambah satu. Siapa saja yang menghinggakannya, maka ia sungguh mulia di kalangan teman-temannya. 1.Walimah al-Khurs ketika wanita nifas, 2.Walimah Aqiqah bagi anak, 3.Walimah I’dzar waktu mengkhitannya, 4.Walimah hafal al-Qur’an, dan adab sungguh dikatakan oleh para ulama cerdik, 5. Walimah Hizaq untuk kecerdikan dan menjelaskan al-Qur’an, 6. Walimah Milak untuk akad nikah, 7. Walimah Ursi pada resepsinya bersemangatlah dirimu untuk mengumumkannya, seperti demikian yang ke-8 Walimah Ma’dubah walimah tanpa sebab yang diketahui, 9. Walimah Wakirah untuk bangunan rumah yang ditempati, 10. Walimah Naqi’ah yaitu untuk kedatangan dari seseorang yang berpergian jauh, 11. Walimah Wadhi’ah yaitu karena mendapatkan mushibah dan jamuannya dari tetangganya.” Imam Abu Manshur Ismail al-Sya’labiy al-Naisaburiy (W. 429 H) mengatakan: طَعَامُ الضَّيْفِ القِرَى, طَعَامُ الدَعْوَةِ المَأْدُبَةُ, طَعَامُ الزَّائِرِ التُّحْفَةُ, طَعَامُ الإِمْلاك الشُّنْدخِيَّةُ عَنِ ابْنِ دُرَيْدٍ, طعامُ العُرْس الوَليمةُ, طعام الوِلادَةِ الخُرْسُ, وعندَ حَلْقِ شَعْرِ المولودِ العقيقةُ ,طَعَامُ الخِتَانِ العَذِيرَةُ عَنِ الفَرَّاءِ, طَعَامُ المَأْتَم الوَضِيمَةُ عَنِ ابْنِ الأعْرَابِيّ , طَعَامُ القَادِم مِنْ سَفَرٍ النَّقِيعَةُ, طَعَامُ البِنَاء الوَكِيرَةُ, طَعَامُ المُتَعَلِّلِ قبلَ الغَذَاءِ السُّلْفَةُ واللُّهْنَةً, طَعَامُ المُسْتَعجِلِ قَبْلَ إدْرَاكِ الغَذَاءِ العُجَالَة, طَعَامُ الْكَرَامَةِ القُفِيُّ وَالزَّلَّةُ . Artinya:”Jamuan buat tamu disebut al-Qira, jamuan undangan disebut al-Ma’dubah, jamuan orang yang berziarah disebut al-Tuhfah, jamuan akad nikah disebut al-Syundakhiyyah dikatakan oleh Ibn Duraid, jamuan Dukhul sisebut al-Walimah, jamuan sebab kelahiran disebut al-Khursu, jamuan ketika menggunting rambut kepala bayi disebut al-Aqiqah, jamuan sebab khitanan disebut al-Adzirah dikatakan oleh Imam al-Farra, jamuan orang meninggal disebut al-Wadhimah dikatakan oleh Imam Ibn al-Arabiy, jamuan sebab musafir yang baru sampai disebut al-Naqiah, jamuan sebab bangun rumah disebut al-Wakirah, jamuan yang orang sibuk sebelum makan disebut al-Sulfah dan al-Luhnah, ,jamuan yang disegerakan sebelum makan makanan pokok disebut al-Ujalah, jamuan buat orang mulia disebut al-Qufiyy dan al-Zallah.”[1] Dari macam-macam Walimah yang disebutkan oleh para ulama di atas, tidak ditemukan adanya Walimah 7 bulanan dan Walimatus Safar (Haji). Untuk Walimah 7 bulanan dapatlah digolongkan kepada Walimah Ma’dubah atau Walimatul Ursiy. Sebab kesunnahan Walimatul Ursiy tidak luput waktunya sebab terlalu lama. Ada yang mengadakan Walimah pada saat usia kehamilan 4 bulan dengan alasan bahwa manusia dalam kandungan ibunya ditiupkan ruhnya saat usia 120 hari. Mengadakan Walimah saat usia kandungan 4 bulan atau 7 bulan keduanya dibolehkan, seandainya tidak diadakanpun tidak masalah. Yang terpenting adalah berdoa dan memberikan doa. Semakin berat kandungan atau semakin lama usia kandungan sang ibu, maka semakin banyak doa yang ia panjatkan, sebagaimana keterangan al-Qur’an: هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلاً خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّآ أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ ءَاتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ فَلَمَّآ ءَاتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلاَ لَهُ شُرَكَآءَ فِيمَآءَاتَاهُمَا فَتَعَالَى اللهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ . Artinya:“Dialah yang menciptakan kalian dari satu manusia dan menjadikan darinya pasangannya, agar dia merasa tentram dengannya. Maka setelah dia mengumpulinya, istrinya mengandung kandungan ringan, terus merasa ringan beberapa waktu. Tatkala dia merasa berat, maka keduanya berdoa kepada Rabbnya, seraya berkata: ‘Sesungguhnya jika engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang yang bersyukur.’ Tatkala Allah memberi anak yang sempurna kepada keduanya, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan kepada keduanya. Maha suci Allah terhadap apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al A’raaf: 189-190) Sedangkan Walimatus Safar dapat digolongkan kepada Walimah Naqi’ah yakni jamuan yang dibuat lantaran ada orang yang baru datang dari perjalan jauh, apabila orang yang telah datang dari perjalanan disunnahkan mengadakan Walimah, maka bagi orang yang ingin melakukan perjalanan juga dianjurkan mengadakan Walimah. Tujuan Walimah tersebut untuk meminta doa kebaikan, sebagaimana hal itu disebutkan dalam keterangan hadis: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ إلَى سَفَرٍ فَلْيُوَدِّعْ إخْوَانَهُ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِي دُعَائِهِمْ خَيْرًا . Artinya:”Dari Abu Hurairah semoga Allah memberikan keridhaan kepadanya dari Rasulullah bersabda: Apabila salah seorang kalian ingin melakukan perjalanan, maka hendaknya ia berpamitan kepada saudara-saudaranya karena sesungguhnya Allah menjadikan kebaikan pada doa mereka.”[2] Dalam riwayat lain dikatakan: عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :”إذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ إلَى سَفَرٍ فَلْيُوَدِّعْ إخْوَانَهُ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِي لَدَى دُعَائِهِمْ الْبَرَكَةَ . Artinya:”Dari Zaid Ibn Arqam berkata: Rasulullah bersabda: Apabila salah seorang kalian ingin melakukan perjalanan, maka hendaknya ia berpamitan kepada saudara-saudaranya karena sesungguhnya Allah menjadikan keberkahan pada doa mereka [3] alhamdulillah risalah ini telah selesai dicetak penulis: H. Rizki Zulqornain Asmat Cakung al-Batawi [1] Imam Abu Manshur Ismail al-Sya’labiy, Fiqh al-Lughah Wa Sirr al-Arabiyyah (Beirut: Sar al-Kutub 1980) h. 266. [2] Disebutkan oleh Imam al-Nawawiy dalam kitab al-Adzkar hadis no: 610. [3] Disebutkan oleh Imam Muhammad Ibn Ja’far al-Kharaithiy dalam kitab Makarim al-Akhlaq hadis no: 415. Mana yang utama Aqiqah atau Kurban Tweet Selasa, 02/11/2010 09:52 WIB | Arsip | Cetak Kirim Pertanyaan Assalamu'alaikum Wr Wb Pak ustad saya mau tanya, manakah yang harus saya dahulukan antara aqikah dengan kurban. Masalahnya saya sejak lahir belum di aqikahkan oleh orang tua saya, sekarang saya sudah berkeluarga dan ingin berkorban untuk saya. Pertanyaan saya adalah apakah saya boleh melaksanakan kurban, sementara sayah belum bayar aqikah ? Atas jawaban Pak Ustad saya ucapkan terima kasih Abang Jawaban Wa'alaikumussalam Wr Wb Jumhur ulama, diantaranya para ulama Syafi’i, Hambali dan pendapat yang rojih dari dua pendapat Malik adalah sunnah muakkadah berdasarkan apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika telah tiba sepuluh (dzul Hijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun." Dikatakan kepada Sufyan, "Sebagian orang tidak memarfu'kan (hadits ini)?" Sufyan menjawab, "Akan tetapi saya memarfu'kannya." Kata-kata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam didalam hadits itu,”Salah seorang dari kalian hendak berkurban.” Menunjukkan bahwa berkurban bukanlah sebuah kewajiban. Sementara itu Abu Hanifah berpendapat bahwa kurban adalah wajib berdasarkan firman Allah swt : فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾ Artinya : “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar : 2) Mereka juga berdalil dengan apa yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memiliki keluasaan (untuk berkurban) namun tidak berkorban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." Adapun hukum pelaksanaan aqiqah ini adalah sunnah muakkadah, sebagaimana diriwayatkan dari Samurah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya.” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan dan dishohihkan oleh Tirmidzi) Sementara Zhahiriyah berpendapat bahwa aqiqah adalah wajib dikarenakan hal itu diperintahkan Rasulullah sebagaimana apa yang diriwayatkan Tirmidzi dari Aisyah pernah memberitahunya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang telah cukup umur untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan." Namun jumhur ulama mengatakan bahwa perintah itu adalah anjuran bukan sebuah kewajiban. Dari penjelasan hukum kedua ibadah diatas bahwa keduanya adalah sunnah muakkadah menurut jumhur ulama. Adapun perihal anda yang belum diaqiqahkan orang tua sementara saat ini anda memiliki kemampuan berkurban maka jika anda mampu melaksanakan kedua-duanya dengan mengeluarkan satu ekor kambing untuk kurban dan dua ekor kambing untuk aqiqah anda sendiri maka itu lebih baik. Akan tetapi jika anda tidak memiliki kemampuan untuk itu maka mendahulukan kurban pada waktu-waktu kurban adalah lebih didahulukan daripada aqiqah karena waktu pelaksanaan aqiqah terhadap diri anda sendiri masih bisa dilakukan pada hari-hari berikutnya berbeda dengan kurban yang terbatas pelaksanaannya. (baca : Aqiqah untuk Anak atau Saya) Wallahu A’lam Ahlussunah Wal Jama'ah - ASWAJA MENYEMBELIH QURBAN UNTUK ORANG YANG SUDAH MENINGGAL DAN MASALAH SAMPINGAN SEPUTAR PENYEMBELIHAN QURBAN 19.11 Arif As 66 BTG 1 comment Hari raya yang kita peringati/kita rayakan setiap tanggal 10 Dzul Hijjah itu disebut Idul Adlha, Idun Nahri atau Idul Qurban. Dikatakan demikian, karena pada hari itu kaum muslimin yang mempunyai kemampuan/kelebihan rizki dianjurkan (disunnahkan) untuk menyembelih ternak berupa kambing, sapi atau unta dengan niat bertaqarrub/mendekatkan diri atau beribadah kepada Allah SWT. Waktu penyembelihannya yaitu sejak tanggal 10 Dzul Hijjah setelah kaum muslimin selesai melaksanakan shalat id sampai dengan akhir hari tasyriq/tanggal 13 Dzul Hijjah, dengan ketentuan seekor ternak berupa kambing hanya cukup untuk qurbannya seorang, sedangkan sapi atau unta cukup untuk qurbannya tujuh orang. Dalam riwayat sahabat Jabir bin Abdillah disebutkan : نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ. رواه مسلم Artinya : “Kita para sahabat bersama Rasulullah SAW. pada tahun Hudaibiyah menyembelih qurban berupa seekor unta untuk qurbannya tujuh orang dan seekor sapi juga untuk qurbannya tujuh orang”. (HR. Muslim) Ketentuan lain : menurut sunnah rasul, sebaiknya ternak qurban itu di sembellih sendiri oleh orang yang berqurban jika ia mampu, apabila tidak mampu maka dia boleh mewakilkan kepada orang lain. Selanjutnya mengenai persyaratan untuk ternak yang disembelih, cara menyembelih, aturan membagi-bagi dagingnya serta hikmah berqurban itu semua sudah sangat jelas bagi kita. Namun menurut pengamatan penulis, warga nahdliyin yang umumnya awam itu masih perlu diberi penjelasan tentang hukum yang terkait dengan masalah-masalah sampingan seputar pelaksanaan penyembelihan qurban. Masalah-masalah itu antara lain : - Menyembelih qurban untuk orang yang telah meninggal (jawa: ngorbani wong mati); - Mengqadla qurban; - Daging qurban digunakan untuk walimahan; - Perbedaan antara qurban dan aqiqah; - Ternak betina untuk qurban atau aqiqah. 1. Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal. Sebagian umat muslim, ketika menyembelih ternak qurban pada saat Idul Adlha itu ada yang berniat qurban untuk dirinya, untuk isterinya, atau untuk anak-anaknya yang semuanya masih hidup. Namun banyak juga dari mereka yang berniat qurban untuk sanak keluarganya yang sudah meninggal. Untuk masalah ini, masih dipertanyakan tentang sah atau tidaknya. Sehubungan dengan hal tersebut agar warga kita lebih mantap dalam melaksanakan ibadah qurbannya, perlu diberi penjelasan bahwa memang ada ulama yang mengesahkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal yaitu Imam Rofi’i. Keterangan hukum demikian ini bisa kita fahami dari keterangan kitab Qolyubi juz IV hal. 255 : (وَلاَ تَضْحِيَةَ عَنِ الْغَيْرِ) الْحَيِّ (بِغَيْرِ إذْنِهِ) وَبِإِذْنِهِ تَقَدَّمَ (وَلاَ عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوصِ بِهَا) وَبِإِيصَائِهِ تَقَعُ لَهُ. (قوله وَبِإِيصَائِهِ) ... إلى أن قال: وَقَالَ الرَّافِعِيُّ: فَيَنْبَغِي أَنْ يَقَعَ لَهُ وَإِنْ لَمْ يُوصِ لأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ. Artinya : “Imam Nawawi berpendapat bahwa tidak sah berqurban untuk orang lain yang masih hidup tanpa mendapat izin dari yang bersangkutan, tidak sah juga berqurban untuk mayit, apabila tidak berwasiat untuk diqurbani. Sementara itu Imam Rafi’i berpendapat boleh dan sah berqurban untuk mayit walaupun dia tidak berwasiat, karena ibadah qurban adalah salah satu jenis shadaqah”. 2. Mengqadla Qurban. Di sebagian daerah kita, sewaktu ada warga muslim yang meninggal dunia dan ahli warisnya mampu, biasanya mereka menyembelih ternak dengan niat shadaqah anil mayit. Ada oknum kiyai atau mbah modin setempat yang memberi saran kepada ahli waris agar ternak yang disembelih pada saat kematian keuarganya itu diniati untuk qurbannya si mayit. Dengan alasan : ini sebagai qurban diqadla’ padahal hari kematiannya bukan pada hari raya Idul Adlha/hari-hari tasyriq. Sebagaimana disebut di awal bahwa qurban ‘anil mayit walaupun tanpa adanya wasiat adalah sah menurut pendapat Imam Rafi’i, akan tetapi jangan terus langsung difahami bahwa hal tersebut boleh dilakukan setiap saat, walaupun dengan niat mengqadla, karena qurban itu salah satu ibadah yang dikaitkan dengan waktu, yakni Idul Adlha dan hari-hari tasyriq. Sebagaimana yang di sebut dalam kitab Mustashfa juz II hal. 9 (وَلاَ تَقِسْ عَلَيْهِ) أَيْ عَلَى الصَّوْمِ (الْجُمْعَةَ وَلاَ اْلأُضْحِيَّةَ) فَإِنَّهُمَا لاَيُقْضَيَانِ فِيْ غَيْرِ وَقْتِهِمَا. Artinya : “Jangan anda mengqiyaskan/menyamakan puasa dengan shalat Jum’at dan penyembelihan qurban, keduanya (Jum’atan dan menyembelih qurban) tidak boleh diqadla’ pada saat-saat yang bukan waktunya”. Dalam kitab “ats-tsimarul yani’ah” hal. 80 juga disebutkan : (فَمَنْ ذَبَحَ ضَحِيَّتَهُ قَبْلَ دُخُوْلِ وَقْتِهَا) بِأَنْ لَمْ يَمْضِ مِنَ الطَّلُوْعِ أَقَلُّ مَا يُجْزِئُ مِنَ الصَّلاَةِ وَالْخُطْبَةِ (لَمْ تَقَعْ ضَحِيَّةً، وَكَذَا مَنْ ذَبَحَهَا بَعْدَ خُرُوْجِ وَقْتِهَا إِلاَّ إِذَا نَذَرَ ضَحِيَّةً مُعَيَّنَةً) Artinya : “Barang siapa menyembelih ternak qurban, sebelum tiba waktunya yakni saat matahari sudah terbit dan setelah pelaksanaan shalat id (dua rakaat) beserta khotbahnya, maka tidak sah qurbannya. Demikian pula tidak sah seseorang yang menyembelih qurban setelah keluar waktunya (10 Dzul Hijjah dan tiga hari tasyriq), kecuali karena nadzar qurban mu’ayyan”. 3. Daging Qurban Digunakan untuk Walimahan. Sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan umat muslim, bahwa pada hari raya Idul Adlha mereka menyembelih ternak qurban dan di antara mereka banyak pula -pada hari-hari itu- yang mempunyai hajat (menantu, khitan, memperingati seribu hari wafatnya mayit dll). Maka sebagian dari mereka pada waktu menyembelih ternaknya ada yang berniat qurban, namun dalam praktiknya daging ternak tersebut tidak dibagi-bagikan kepada mustahiq tetapi digunakan untuk menjamu para tamu yang mendatangi hajatan mereka pada waktu itu, atau digunakan untuk walimahan. Apa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin di daerah kita tersebut hukumnya boleh, namun tidak secara mutlak, artinya ada beberapa syarat yang harus diperhatikannya, yaitu : a. Qurbannya itu qurban sunnat. Jadi qurban wajib atau qurban nadzar tidak boleh digunakan untuk keperluan seperti itu. b. Sebagian dagingnya harus dibagi-bagikan kepada fakir miskin dalam keadaan mentah. Jadi tidak boleh dimasak semuanya. c. Jika si penyembelih itu sebagai wakil, dia harus meminta kerelaan orang yang mewakilkan tentang digunakannya daging qurban untuk keperluan tersebut. Syarat-syarat tadi secara rinci telah diterangkan dalam beberapa kitab : a. Kitab Bughyah hal. 258 : يَجِبُ التَّصَدُّقُ فِي اْلأُضْحِيَةِ الْمُتَطَوَّعِ بِهَا بِمَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ اْلاِسْمُ مِنَ اللَّحْمِ، فَلاَ يُجْزِئُ نَحْوُ شَحْمٍ وَكَبِدٍ وَكَرْشٍ وَجِلْدٍ، وَلِلْفَقِيْرِ التَّصَرُّفُ فِي الْمَأْخُوْذِ وَلَوْ بِنَحْوِ بَيْعِ الْمُسْلَمِ لِمِلْكِهِ مَا يُعْطَاهُ، بِخِلاَفِ الْغَنِيِّ فَلَيْسَ لَهُ نَحْوُ الْبَيْعِ بَلْ لَهُ التَّصَرُّفُ فِي الْمَهْدَى لَهُ بِنَحْوِ أَكْلٍ وَتَصَدُّقٍ وَضِيَافَةٍ وَلَوْ لِغَنِيٍّ، لأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّهُ كَالْمُضَحِّي نَفْسِهِ. Artinya : “Qurban sunat wajib dishadaqahkan berupa daging, tidak cukup jika berupa lemak, hati babat atau kulit ternak. Bagi orang fakir boleh mentasarufkan -untuk apa saja- daging yang diberikan kepadanya walaupun untuk dijual, karena daging itu sudah menjadi miliknya. Berbeda dengan orang kaya, dia tidak boleh menjual daging qurban akan tetapi boleh mamakannya, menyedekahkannya dan menyuguhkannya kepada para tamu, karena pada prinsipnya orang kaya yang menerima bagian daging qurban itu sama dengan orang yang berqurban sendiri”. b. Kitab Qolyubi juz IV hal. 254 : (وَاْلأَصَحُّ وُجُوبُ تَصَدُّقٍ بِبَعْضِهَا) وَهُوَ مَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الاِسْمُ مِنْ اللَّحْمِ وَلاَ يَكْفِي عِنْهُ الْجِلْدُ وَيَكْفِي تَمْلِيكُهُ لِمِسْكِينٍ وَاحِدٍ، وَيَكُونُ نِيئًا لاَ مَطْبُوخًا. Artinya : “Menurut pendapat yang paling shahih, qurban itu wajib disedekahkan sebagiannya berupa daging, tidak boleh berupa kulitnya. Sudah mencukupi walaupun diberikan kepada seorang miskin, dan yang diberikan itu harus berupa daging mentah tidak dimasak”. c. Kitab Bajuri juz I hal. 286 (قَوْلُهُ وَتَفْرِقَةُ الزَّكَاةِ مَثَلاً) أَيْ وَكَذَبْحِ أُضْحِيَةٍ وَعَقِيْقَةٍ وَتَفْرِقَةِ كَفَّارَةٍ وَمَنْذُوْرٍ وَلاَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ شَيْءٍ مِنْهَا إِلاَّ إِنْ عَيَّنَ لَهُ الْمُوَكِّلُ قَدْرًا مِنْهَا. Artinya : “Kata-kata kiyai mushonnif : boleh mewakilkan kepada orang lain dalam hal membagi-bagi zakat, demikian pula dalam hal menyembelih qurban dan aqiqah serta membagi-bagi kaffarat dan nadzar. Dan bagi si wakil tidak boleh mengambil bagian sedikit pun dari apa yang dibagikan itu kecuali jika orang yang mewakilkan menyatakan boleh mengambil bagian tertentu dari benda tersebut”. 4. Perbedaan dan Persamaan Antara Qurban dan Aqiqah. Walaupun dua hal ini sudah cukup jelas hukum dan aturannya, namun masih saja kita melihat adanya kerancuan antara keduanya di kalangan kaum muslimin khususnya yang ada di pedesaan. Sebagian dari mereka ada yang punya pendirian kalau qurban untuk orang yang meninggal diperbolehkan, begitu pula aqiqah untuk orang yang meninggal seharusnya diperbolehkan juga. Perlu diketahui, bahwa diantara qurban dan aqiqah in di satu sisi ada banyak persamaan, antara lain persyaratan ternak yang disembelih dan hukum keduanya sama-sama sunnat, namun di sisi lain antara keduanya juga ada perbedaan-perbedaan. Antara lain : tentang waktu menyembelih dan cara membagi-bagi dagingnya. Perbedaan lain antara keduanya yaitu bahwa qurban untuk orang yang meninggal adalah sah seperti penjelasan di atas, sedangkan aqiqah untuk orang yang meninggal (jawa : ngaqiqohi wong mati) tidak sah, kecuali untuk si anak yang masih kecil yang belum sempat diaqiqahi sudah meninggal, maka dalam hal ini walinya/ayahnya masih disunnatkan mengaqiqahi anak tersebut. Disebutkan dalam kitab Kifayatul Akhyar juz II hal. 243 : وَقَال الرَّافِعِي وَغَيْرُهُ: وَلاَ تَفُوْتُ بِفَوَاتِ السَّابِعِ، وَفِي الْعِدَّةِ وَالْحَاوِيْ لِلْمَاوَرْدِيْ، أَنَّهَا بَعْدَ السَّابِعِ تَكُوْنُ قَضَاءً، وَالْمُخْتَارُ أَنْ لاَ يَتَجَاوَزَ بِهَا النِّفَاسُ فَإِنْ تَجَاوَزَتْهُ فَيُخْتَارُ أَنْ لاَ يَتَجَاوَزَ بِهَا الرَّضَاعُ، فَإِنْ تَجَاوَزَ فَيُخْتَارُ أَنْ لاَ يَتَجَاوَزَ بِهَا سَبْعُ سِنِيْنَ فَإِنْ تَجَاوَزَهَا فَيُخْتَارُ أَنْ لاَ يَتَجَاوَزَ بِهَا الْبُلُوْغُ، فَإِنْ تَجَاوَزَهُ سَقَطَتْ عَنْ غَيْرِهِ وَهُوَ الْمُخَيَّرُ فِي الْعَقِّ عَنْ نَفْسِهِ فِي الْكِبَرِ، وَاحْتَجَّ لَهُ الرَّافِعِي بِأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ، وَاحْتَجَّ غَيْرُهُ بِهِ. Artinya : “Imam Rafi’i dan ulama lain berpendapat bahwa menyembelih aqiqah yang dilaksanakan setelah hari ketujuh dari kelahiran bayi itu bukan qadla’. Sementara Imam Mawardi mengatakan hal itu adalah sebagi aqiqah yang diqadla’. Boleh juga ditunda sampai saat sebelum tuntasnya nifas (60 hari), boleh sampai saat sebelum lewatnya waktu menyusui (2 tahun) boleh sampai anak belum berusia 7 tahun dan boleh juga sampai saat sebelum usia baligh. Maka kalau sudah melewati usia baligh, wali atau orang lain sudah gugur kesunatan untuk mengaqiqahi dirinya sendiri. Dalilnya -menurut Imam Rafi’i dan ulama lain- adalah bahwa Nabi SAW. Mengaqiqahi pribadinya sendiri setelah beliau menjadi rasul (setelah usia 40 tahun). Dari keterangan tersebut, jelas bahwa tidak ada anjuran menurut syari’at untuk mengaqiqahi orang lain yang sudah dewasa, apalagi sang anak kok dianjurkan mengaqiqahi orang tuanya yang sudah meninggal, itu tidak ada aturan syari’atnya. 5. Ternak Betina untuk Qurban dan Aqiqah. Ada satu lagi masalah sampingan yang terkait dengan ternak untuk qurban atau aqiqah, masalah itu sumbernya dari methos jawa tanpa adanya alasan yang jelas baik secara syar’i (tuntunan agama) atau secara aqli (rasio), orang-orang jawa itu sangat anti pati (jawa : sirikan) menyembelih ternak betina untuk qurban atau aqiqah, seakan-akan hal yang demikian itu merupakan suatu amalan yang haram. Padahal para fuqaha’ telah memberikan fatwa, bahwa boleh dan sah menyembelih ternak betina untk qurban atau aqiqah. Mari kita simak keterangan yang tercantum dalam kitab Kifayatul Akhyar juz II hal. 236 : وَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ فَرْقَ فِي اْلإِجْزَاءِ بَيْنَ اْلأُنْثَى وَالذَّكَرِ إِذَا وُجِدَ السِّنُّ الْمُعْتَبَرُ، نَعَمْ الذَّكَرُ أَفْضَلُ عَلَى الرَّاجِحِ، لأَنَّهُ أَطْيَبُ لَحْماً. Artinya : “Ketahuilah, bahwa dalam kebolehan dan keabsahan qurban/aqiqah tidak ada perbedaan antara ternak betina dan ternak jantan apabila umurnya telah mencukupi. Dalam hal ini memang ternak jantan lebih utama dari pada ternak betina karena jantan itu lebih lezat dagingnya”. Berdasarkan fatwa tersebut, kita mengerti bahwa ternak betina dan ternak jantan itu sama-sama boleh dan sah digunakan untuk qurban atau aqiqah. Hanya saja jika dipandang dari segi afdlaliyahnya ternak jantan lebih afdlal dari pada ternak betina. Posted in: AMALIYAH NU Para ulama sepakat mengatakan bahwa menyembelih hewan qurban hukumnya sunnah muakkadah, dan meninggalkannya dibenci bila seseorang memang mampu untuk melakukannya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW,”Siapa yang memiliki keluasan harta tetapi tidak menyembelih hewan qurban, maka jangan mendekati mushalla kami”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Hakim) Hukum Aqiqah menurut jumhurul ulama adalah sunnah mu’akkadah. Oleh sebab itu disunahkan kepada yang mampu untuk melaksanakannya pada hari ke tujuh, empat belas, dua satu dari kelahiran atau di waktu kapan saja, tetapi yang lebih utama dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran. Dalilnya adalah sabda Rasulullah “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan) Namun demikian Imam Malik dalam At-Tamhid menyatakan bahwa: “Tidak dilaksanakan aqiqah bagi mereka yang sudah dewasa dan tidak dilaksanakan aqiqah bagi bayi yang dilahirkan kecuali pada hari ke tujuh dan jika melebihi hari ketujuh maka tidak perlu dilaksanakan aqiqah” (At-Tamhid 4/312) Pelaksanaan aqiqah menjadi tanggung jawab orang tua. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang disunnahkan atau tidaknya pelaksanaan aqiqiah oleh diri sendiri bagi mereka yang belum sempat diaqiqahi oleh orang tuanya. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny menyatakan: Jika seseorang belum diaqiqahi, kemudian tumbuh dewasa dan mencari nafqah sendiri maka tidak ada aqiqah baginya. Imam Ahmad ketika ditanya tentang aqiqah untuk diri sendiri, beliau menjawab: Aqiqah itu kewajiban orang tua dan tidak dibolehkan mengaqiqahi diri sendiri karena sunnahnya dilakukan oleh orang lain. Atho` dan Al-Hasan berpendapat bahwasanya seseorang boleh mengaqiqahi dirinya sendiri karena dia tergadai dengannya oleh sebab itu ia boleh melakukan aqiqah untuk membebaskan dirinya. Imam Al-Baihaqy meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW mengaqiqahi untuk dirinya setelah kenabian (9/300) Demikian juga Imam At-Tabhrany dalam Al-Ausath (994). Akan tetapi kedua hadits tersebut dhoif. (Ath-Thiflu Wa Ahkamuhu, hal. 181-183) Jika kita memiliki kelapangan Rizki maka sebaiknya dilaksanakan keduanya, karena keduanya sama-sama sunnah muakkadah. Namun jika hartanya Cuma cukup untuk aqiqoh maka aqiqoh lebih didahulukan karena itu berkaitan dengan kewjiban individu sebagai mana pendapat Imam Atho` dan Hasan. Disarikan dari syariah on line قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الغلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه فى اليوم السابع ويحلق رأسه ويسمى* دعاء يمبليه عقيقه : بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد اللهم هذا منك واليك منك عقيقة--------------- تروس اولاه اولاهانى كغ مانيس- فوفوني ودوس عقيقة كغ تغن دي فاريغاكي دوكون\فراوات* كغ تيليك دي سناهاكي ماجا : بارك الله لك في ولدك وبلغه رشده ورزقه * جوابي : جزاك الله خيرا لن ديواجا اغ بايى : سورة القدر توجو كالى لن اية الكرسي توجو كالي تروس دعاء : بيصا صالح نافعا للعالمين جارا يمبليه كدووا: بسم الله الرحمن الرحيم بسم الله والله اكبر- اللهم هذه منك واليك-اللهم هذه عقيقة --------------------------- فتقبل بالوغ ودوس اجا غاسي فجاه- ناليكا لاهير دي اذاني لن دى اقامهي تروس دي جطائ كورما \ مادو- * يين اناء كوفيغي تغن ديواجأكي اناانزلنا 3 كالي كوفيغ كيوا ديواجأكي الاخلاص 3 كالي ان شاء الله اورا باكال زينا اتوا دى زيناني* دعاء : اللهم اجعل هذا الولد ولدا صالحا مطيعا لله ورسوله ولابويه واجعل قلبه قلبا خاشعا متواضعا ورقة وخشوعا واجعل عقله عقلا راشدا قويا راشخا واجعل حياته حياة طيبة مباركة نافعة للناس اجمعين- رب اوزعني ان اشكر نعمتك التي انعمت علي وعلى والدي وان اعمل صالحا ترضه واصلح لي في ذريتي اني تبت اليك واني من المسلمين - وادخلني برحمتك في عبادك الصالحين – رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي ربنا وتقبل دعاء – ربنااغفرلي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب- ربنااني اسكنت من ذريتي بواد غيرذي زرع عند بيتك المحرم ربنا ليقيمواالصلاة فاجعل افئدة من الناس تهوي اليهم وارزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون- ربنااتنا من لدنك رحمة وهيئ لنا من امرنا رشدا- ربنا هب لنا من ازواجنا وذريتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما ربنااتنا فى الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار- جزى الله عنا سيدنا محمدا صلى الله عليه وسلم ماهواهله – سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمدلله رب العالمين امين الفاتحة----------- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الغلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه فى اليوم السابع ويحلق رأسه ويسمى* دعاء يمبليه عقيقه : بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد اللهم هذا منك واليك منك عقيقة--------------- تروس اولاه اولاهانى كغ مانيس- فوفوني ودوس عقيقة كغ تغن دي فاريغاكي دوكون\فراوات* كغ تيليك دي سناهاكي ماجا : بارك الله لك في ولدك وبلغه رشده ورزقه * جوابي : جزاك الله خيرا لن ديواجا اغ بايى : سورة القدر توجو كالى لن اية الكرسي توجو كالي تروس دعاء : بيصا صالح نافعا للعالمين جارا يمبليه كدووا: بسم الله الرحمن الرحيم بسم الله والله اكبر- اللهم هذه منك واليك-اللهم هذه عقيقة --------------------------- فتقبل بالوغ ودوس اجا غاسي فجاه- ناليكا لاهير دي اذاني لن دى اقامهي تروس دي جطائ كورما \ مادو- * يين اناء كوفيغي تغن ديواجأكي اناانزلنا 3 كالي كوفيغ كيوا ديواجأكي الاخلاص 3 كالي ان شاء الله اورا باكال زينا اتوا دى زيناني* دعاء : اللهم اجعل هذا الولد ولدا صالحا مطيعا لله ورسوله ولابويه واجعل قلبه قلبا خاشعا متواضعا ورقة وخشوعا واجعل عقله عقلا راشدا قويا راشخا واجعل حياته حياة طيبة مباركة نافعة للناس اجمعين- رب اوزعني ان اشكر نعمتك التي انعمت علي وعلى والدي وان اعمل صالحا ترضه واصلح لي في ذريتي اني تبت اليك واني من المسلمين - وادخلني برحمتك في عبادك الصالحين – رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي ربنا وتقبل دعاء – ربنااغفرلي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب- ربنااني اسكنت من ذريتي بواد غيرذي زرع عند بيتك المحرم ربنا ليقيمواالصلاة فاجعل افئدة من الناس تهوي اليهم وارزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون- ربنااتنا من لدنك رحمة وهيئ لنا من امرنا رشدا- ربنا هب لنا من ازواجنا وذريتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما ربنااتنا فى الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار- جزى الله عنا سيدنا محمدا صلى الله عليه وسلم ماهواهله – سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمدلله رب العالمين امين الفاتحة----------- Sekian

Tidak ada komentar: