(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Sabtu, 30 Januari 2016

SEJARAH KERAJAAN BANGKALAN Bangkalan berasal dari kata “bangkah” dan ”la’an” yang artinya “mati sudah”. Istilah ini diambil dari cerita legenda tewasnya pemberontak sakti Ki Lesap yang tewas di Madura Barat. Menurut beberapa sumber, disebutkan bahwa Raja Majapahit yaitu Brawijaya ke V telah masuk Islam (data kekunoan di Makam Putri Cempa di Trowulan, Mojokerto). Namun demikian siapa sebenarnya yang dianggap Brawijaya ke V. Didalam buku “Madura en Zijin Vorstenhuis” dimuat antara lain Stamboon van het Geslacht Tjakradiningrat. Dari Stamboon tersebut tercatat bahwa Prabu Brawijaya ke V memerintah tahun 1468–1478. Dengan demikian, maka yang disebut dengan gelar Brawijaya ke V (Madura en Zijin Vorstenhuis hal 79) adalah Bhre Kertabhumi dan mempunyai 2 (dua) orang anak dari dua istri selir. Dari yang bernama Endang Sasmito Wati melahirkan Ario Damar dan dari istri yang bernama Ratu Dworo Wati atau dikenal dengan sebutan Putri Cina melahirkan Lembu Peteng. Selanjutnya Ario Damar (Adipati Palembang) mempunyai anak bernama Menak Senojo. Menak Senojo tiba di Proppo Pamekasan dengan menaiki bulus putih dari Palembang kemudian meneruskan perjalannya ke Barat (Bangkalan). Saat dalam perjalanan di taman mandi Sara Sido di Sampang pada tengah malam Menak Senojo mendapati banyak bidadari mandi di taman itu, oleh Menak Senojo pakaian salah satu bidadari itu diambil yang mana bidadari itu tidak bisa kembali ke kayangan dan akhirnya jadi istri Menak Senojo. Bidadari tersebut bernama Nyai Peri Tunjung Biru Bulan atau disebut juga Putri Tunjung Biru Sari. Menak Senojo dan Nyai Peri Tunjung Biru Bulan mempunyai anak Ario Timbul. Ario Timbul mempunyai anak Ario Kudut. Ario Kudut mempunyai anak Ario Pojok. Sedangkan di pihak Lembu Peteng yang bermula tinggal di Madegan Sampang kemudian pindah ke Ampel (Surabaya) sampai meninggal dan dimakamkan di Ampel, Lembu Peteng mempunyai anak bernama Ario Manger yang menggantikan ayahnya di Madegan Sampang. Ario Manger mempunyai anak Ario Pratikel yang semasa hidupnya tinggal di Gili Mandangin (Pulau Kambing). Dan Ario Pratikel mempunyai anak Nyai Ageng Budo. Nyai Ageng Budo inilah yang kemudian kawin dengan Ario Pojok. Dengan demikian keturunan Lembu Peteng menjadi satu dengan keturunan Ario Damar. Dari perkawinan tersebut lahirlah Kiai Demang yang selanjutnya merupakan cikal bakal Kota Baru dan kemudian disebut Plakaran. Jadi Kiai Demang bertahta di Plakaran Arosbaya dan ibukotanya Kota Baru (Kota Anyar) yang terletak disebelah Timurdaya Arosbaya. Dari perkawinannya dengan Nyai Sumekar mempunyai 5 (lima) orang anak yaitu : 1. Kiai Adipati Pramono di Madegan Sampang. 2. Kiai Pratolo disebut juga Pangeran Parambusan. 3. Kiai Pratali atau disebut juga Pangeran Pesapen . 4. Pangeran Paningkan disebut juga dengan nama Pangeran Suka Sudo . 5. Kiai Pragalbo yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Plakaran karena bertahta di Plakaran, setelah meninggal dikenal sebagai Pangeran Islam Onggu'. Namun perkembangan Bangkalan bukan berasal dari legenda ini, melainkan diawali dari sejarah perkembangan Islam di daerah itu pada masa pemerintahan Panembahan Pratanu yang bergelar Lemah Dhuwur. Beliau adalah anak Raja Pragalba, pendiri kerajaan kecil yang berpusat di Arosbaya, sekitar 20 km dari kota Bangkalan ke arah utara. Panembahan Pratanu diangkat sebagai raja pada 24 Oktober 1531 setelah ayahnya, Raja Pragalba wafat. Jauh sebelum pengangkatan itu, ketika Pratanu masih dipersiapkan sebagai pangeran, dia bermimpi didatangi orang yang menganjurkan dia memeluk agama Islam. Mimpi ini diceritakan kepada ayahnya yang kemudian memerintahkan patih Empu Bageno untuk mempelajari Islam di Kudus. Perintah ini dilaksanakan sebaik-baiknya, bahkan Bageno bersedia masuk Islam sesuai saran Sunan Kudus sebelum menjadi santrinya selama beberapa waktu lamanya. Ia kembali ke Arosbaya dengan ilmu keislamannya dan memperkenalkannya kepada Pangeran Pratanu. Pangeran ini sempat marah setelah tahu Bageno masuk Islam mendahuluinya. Tapi setelah dijelaskan bahwa Sunan Kudus mewajibkannya masuk Islam sebelum mempelajari agama itu, Pangeran Pratanu menjadi maklum. Setelah ia sendiri masuk Islam dan mempelajari agama itu dari Empu Bageno, ia kemudian menyebarkan agama itu ke seluruh warga Arosbaya. Namun ayahnya, Raja Pragalba, belum tertarik untuk masuk Islam sampai ia wafat dan digantikan oleh Pangeran Pratanu. Perkembangan Islam itulah yang dianut oleh pimpinan di Kabupaten Bangkalan ketika akan menentukan hari jadi kota Bangkalan, bukan perkembangan kekuasan kerajaan di daerah itu. Jauh sebelum Pangeran Pratanu dan Empu Bageno menyebarkan Islam, sejumlah kerajaan kecil di Bangkalan. Diawali dari Kerajaan Plakaran yang didirikan oleh Kyai Demang dari Sampang. Yang diperkirakan merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit yang sangat berpengaruh pada saat itu. Kyai Demang menikah dengan Nyi Sumekar, yang diantaranya melahirkan Raden Pragalba. Pragalba menikahi tiga wanita. Pratanu adalah anak Pragalba dari istri ketiga yang dipersiapkan sebagai putera mahkota dan kemudian dikenal sebagai raja Islam pertama di Madura. Pratanu menikah dengan putri dari Pajang yang memperoleh keturunan lima orang : Pangeran Sidhing Gili yang memerintah di Sampang. Raden Koro yang bergelar Pangeran Tengah di Arosbaya, Raden Koro menggantikan ayahnya ketika Pratanu wafat. Pangeran Blega yang diberi kekuasaan di Blega. Ratu Mas di Pasuruan dan Ratu Ayu. Kerajaan Arosbaya runtuh diserang oleh Mataram pada masa pemerintahan Pangeran Mas pada tahun 1624. Pada pertempuran ini Mataram kehilangan panglima perangnya, Tumenggung Demak, beberapa pejabat tinggi kerajaan dan sebanyak 6.000 prajurit gugur. Korban yang besar ini terjadi pada pertempuran mendadak pada hari Minggu, 15 September 1624, yang merupakan perang besar. Laki-laki dan perempuan ke medan laga. Beberapa pejuang laki-laki sebenarnya masih bisa tertolong jiwanya. Namun ketika para wanita akan menolong mereka melihat luka laki-laki itu berada pada punggung, mereka justru malah membunuhnya. Luka di punggung itu menandakan bahwa mereka melarikan diri, yang dianggap menyalahi jiwa ksatria. Saat keruntuhan kerajaan itu, Pangeran Mas melarikan diri ke Giri. Sedangkan Raden Prasena (putera ketiga Pangeran Tengah) dibawa oleh Juru Kitting ke Mataram, yang kemudian diakui sebagai anak angkat oleh Sultan Agung dan dilantik menjadi penguasa seluruh Madura yang berkedudukan di Sampang dan bergelar Tjakraningrat I. Keturunan Tjakraningrat inilah yang kemudian mengembangkan pemerintahan kerajaan baru di Madura, termasuk Bangkalan. Tjakraningrat I menikah dengan adik Sultan Agung. Selama pemerintahannya ia tidak banyak berada di Sampang, sebab ia diwajibkan melapor ke Mataram sekali setahun ditambah beberapa tugas lainnya. Sementara kekuasaan di Madura diserahkan kepada Sontomerto. Dari perkawinannya dengan adik Sultan Agung, Tjakraningrat tidak mempunyai keturunan sampai istrinya wafat. Baru dari pernikahannya dengan Ratu Ibu ( Syarifah Ambani, keturunan Sunan Giri ), ia memperoleh tiga orang anak dan beberapa orang anak lainnya diperoleh dari selirnya (Tertera pada Silsilah yang ada di Asta Aer Mata Ibu. Bangkalan berkembang mulai tahun 1891 sebagai pusat kerajaan dari seluruh kekuasaan di Madura, pada masa pemerintahan Pangeran Tjakraningrat II yang bergelar Sultan Bangkalan II. Raja ini banyak berjasa kepada Belanda dengan membantu mengembalikan kekuasaan Belanda di beberapa daerah di Nusantara bersama tentara Inggris. Karena jasa-jasa Tjakraningrat II itu, Belanda memberikan izin kepadanya untuk mendirikan militer yang disebut ‘Corps Barisan’ dengan berbagai persenjataan resmi modern saat itu. Bisa dikatakan Bangkalan pada waktu itu merupakan gudang senjata, termasuk gudang bahan peledak. Namun perkembangan kerajaan di Bangkalan justru mengkhawatirkan Belanda setelah kerajaan itu semakin kuat, meskipun kekuatan itu merupakan hasil pemberian Belanda atas jasa-jasa Tjakraningrat II membantu memadamkan pemberontakan di beberapa daerah. Belanda ingin menghapus kerajaan itu. Ketika Tjakraningrat II wafat, kemudian digantikan oleh Pangeran Adipati Setjoadiningrat IV yang bergelar Panembahan Tjokroningrat VIII, Belanda belum berhasil menghapus kerajaan itu. Baru setelah Panembahan Tjokroadiningrat wafat, sementara tidak ada putera mahkota yang menggantikannya, Belanda memiliki kesempatan menghapus kerajaan yang kekuasaannya meliputi wilayah Madura itu. Raja Bangkalan Dari Tahun 1531 - 1882 : Tahun 1531 - 1592 : Kiai Pratanu (Panembahan Lemah Duwur) Tahun 1592 - 1620 : Raden Koro (Pangeran Tengah) Tahun 1621 - 1624 : Pangeran Mas Tahun 1624 - 1648 : Raden Prasmo / Raden Prasena (Pangeran Cakraningrat I) Tahun 1648 - 1707 : Raden Undagan (Pangeran Cakraningrat II) Tahun 1707 - 1718 : Raden Tumenggung Suroadiningrat (Pangeran Cakraningrat III) Tahun 1718 - 1745 : Pangeran Sidingkap (Pangeran Cakraningrat IV) Tahun 1745 - 1770 : Pangeran Sidomukti (Pangeran Cakraningrat V) Tahun 1770 - 1780 : Raden Tumenggung Mangkudiningrat (Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VI) Tahun 1780 - 1815 : Sultan Abdu/Sultan Bangkalan I (Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VII) Tahun 1815 - 1847 : Sultan Abdul Kadirun (Sultan Bangkalan II) Tahun 1847 - 1862 : Raden Yusuf (Panembahan Cakraadiningrat VII) Tahun 1862 - 1882 : Raden Ismael (Panembahan Cakraadiningrat VIII) Note : Dari perkawinannya dengan adik Sultan Agung, Tjakraningrat I tidak mempunyai keturunan sampai istrinya wafat. Baru dari pernikahannya dengan Ratu Ibu (Syarifah Ambani, keturunan ke-5 dari Sunan Giri), beliau memperoleh tiga orang anak dan beberapa orang anak lainnya diperoleh dari selirnya (tertera pada Silsilah yang ada di Asta Aer Mata Ibu). Dari perkawinannya dengan Ratu Ibu, beliau mempunyai tiga orang anak, yaitu : 1. RA Atmojonegoro 2. R Undagan 3. Ratu Mertoparti. Sementara dari para selirnya dia mendapatkan sembilan orang anak, salah satu di antaranya adalah Demang Melaya. Sepeninggal Sultan Agung tahun 1645 yang kemudian diganti oleh Amangkurat I, Cakraningrat harus menghadapi pemberontakan Pangeran Alit, adik Sultan Agung. Tusukan keris Setan Kober milik Pangeran Alit menyebabkan Cakraningrat I tewas seketika. Demikian pula dengan puteranya RA Atmojonegoro, begitu melihat ayahnya tewas dia segera menyerang Pangeran Alit, tapi dia bernasib sama seperti ayahnya. Cakraningrat I diganti oleh Raden Undagan. Seperti halnya Cakraningrat I, Raden Undagan yang bergelar Cakraningrat II ini juga lebih banyak menghabiskan waktunya di Mataram. Di masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan putra Demang Melaya yang bernama Trunojoyo terhadap Mataram. Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II dan kemudian mengasingkannya ke Lodaya Kediri. Pemberontakan Trunojoyuo ini mendapat dukungan dari rakyat Madura. Karena Cakraningrat II dinilai rakyat Madura telah mengabaikan pemerintahan Madura. Kekuatan yang dimiliki kubu Trunojoyo cukup besar dan kuat, karena dia berhasil bekerja sama dengan Pangeran Kejoran dan Kraeng Galesong dari Mataram. Bahkan, Trunojoyo mengawinkan putrinya dengan putra Kraeng Galesong, unutk mempererat hubungan. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai Raja Merdeka Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Berbagai kemenangan terus diraihnya, misalnya, kemenangannya atas pasukan Makassar (Mei 1676 ) dan Oktober 1676 Trunojoyo menang atas pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Anom. Selanjutnya Trunojoyo memakai gelar baru yaitu Panembahan Maduretna. Tekanan-tekanan terhadap Trunojoyo dan pasukannya semakin berat sejak Mataram menandatangani perjanjian kerjasama dengan VOC, tanggal 20 maret 1677. Namun tanpa diduga Trunojoyo berhasil menyerbu ibukota Mataram, Plered. Sehingga Amangkurat harus menyingkir ke ke barat, dan meninggal sebelum dia sampai di Batavia. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember 1679. Dengan padamnya pemberontakan Trunojoyo. VOC kembali mengangkat Cakraningrat II sebagai penguasa di Madura, karena VOC merasa Cakraningrat II telah berjasa membantu pangeran Puger saat melawan Amangkurat III, sehingga Pangeran Puger berhasil naik tahta bergelar Paku Buwono I. Kekuasaan Cakraningrat II di Madura hanya terbatas pada Bangkalan, Blega dan Sampang. Pemerintahan Madura yang mulanya ada di Sampang, oleh Cakraningrat II dipindahkan ke Tonjung Bangkalan. Dan terkenal dengan nama Panembahan Sidhing Kamal, yaitu ketika dia meninggal di Kamal tahun 1707, saat dia pulang dari Mataram ke Madura dalam usia 80 tahun. Raden Tumenggung Sosrodiningrat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Bupati Madura barat dengan gelar Cakraningrat III. Suatau saat terjadi perselisihan antara Cakraningrat III dengan menantunya, Bupati Pamekasan yang bernama Arya Adikara. Untuk menghadapi pasukan dari Pamekasan, Cakraningrat III meminta bantuan dari pasukan Bali. Dimasa Cakraningrat III inilah Madura betul-betul bergolak, terjadi banyak peperangan dan pemberontakan di Madura. Tumenggung Surahadiningrat yang diutus Cakraningrat III untuk menghadapi pasukan Pamekasan ternyata menyerang pasukan Cakraningrat III sendiri dengan bantuan pasukan Sumenep. Sekalipun Cakraningrat III meninggal, pergolakan di Madura masih terus terjadi. Cakraningrat III digantikan oleh Tumenggung Surahadiningrat dengan gelar Cakraningrat IV. Awal pemerintahan Cakraningrat IV diwarnai banyak kekacauan. Pasukan Bali dibawah kepemimpinan Dewa Ketut yang sebelumnya diminta datang oleh Cakaraningrat III, datang dengan membawa 1000 prajurit. Tahu yang meminta bantuan sudah meninggal dan situasi telah berubah, pasukan Bali menyerang Tonjung. Cakraningrat IV yang sedang berada di Surabaya memerintahkan adiknya Arya Cakranegara untuk mengusir pasukan Bali. Tetapi Dewa Ketut berhasil membujuk Cakranegara untuk berbalik menyerang Cakraningrat IV. Tetapi dengan bantuan VOC, Cakranoingrat IV berhasil mengusir pasukan Arya Cakranegara dan Bali. Kemudian dia memindahkan pusat pemerintahannya ke Sambilangan. Suatu peristiwa yang terkenal dengan Geger Pacinan (pemberontakan masyarakat Cina) juga menjalar ke Mataram. Cakraningrat IV bekerjasama dengan VOC memerangi koalisi Mataram dan Cina ini. Namun hubungan erat antar Madura denga VOC tidak langgeng. Cakraningrat IV menyatakan perang dengan VOC karena VOC telah berkali-kali melanggar janji yang disepakati. Dengan bekerja sama dengan pasukan Bali, Cakraningrat IV berhasil mengalahkan VOC dan menduduki Sedayu, Lamongan, Jipang dan Tuban. Cakraningrat IV juga berhasil mengajak Bupati Surabaya, Pamekasan dan Sumenep untuk bersekutu melawan VOC. Tapi Cakraningrat IV tampaknya harus menerima kekalahan, setelah VOC mengerahkan pasukan dalam jumlah besar. Cakraningrat IV dan dua orang putrinya berhasil melarikan diri ke Banjarmasin, namun oleh Raja Bajarmasin dia ditangkap dan diserahkan pada VOC. Cakraningrat IV diasingkan ke Kaap De Goede Hoop (Tanjung Penghargaan). dan meninggal di tempat pembuangannya, sehingga dia juga dikenal dengan nama Panembahan Sidengkap. Sumber: Dinas Pariwisata Kab.Bangkalan Diposkan oleh Griya Keris Prasena KEKUATAN SIMBOLIK KAYU Dalam dunia perkerisan pembicaraan yang berkembang meliputi masalah dapur keris, pamor keris, teknik pembuatannya, sejarah asal usulnya termasuk juga warangka (sarung) keris dan ukiran (handle) keris. Di kalangan masyarakat Nusantara, terutama yang ada di Pulau Jawa, berkembang pula keyakinan bahwa untuk beberapa jenis kayu tertentu memiliki daya gaib dan khasiat tertentu yang sangat cocok bila dijadikan bahan warangka dan ukiran (handle) Keris. Asal kayu tersebut bisa saja karena berasal dari pohon atau kayu bekas tempat keramat atau yang dikeramatkan seperti makam leluhur, para Wali atau karena langka, susah mendapatkannya atau bisa juga karena memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki kayu lain. Derajat tuah kayu tergantung dari tempat tumbuh, lingkungan dan tata cara pengambilannya yang kadangkala memerlukan perlakuan tertentu (khusus). Selain itu gambar (motif) yang ada pada kayu karena proses alam atau pembusukan atau penyakit pohon kadangkala diyakini memiliki pengaruh gaib juga, contohnya Pelet Kendhit pada warangka keris dari kayu Timaha dipercaya memiliki daya mengikat tamu hingga mereka tidak meninggalkan tempat hajatan sebelum acara selesai. Ternyata kepercayaan ini terdapat juga dibeberapa suku bangsa lain, bukan hanya bangsa Indonesia saja. Dengan mengacu beberapa sumber, a.l. Drs. Budihardono, Ir. Bambang W.B., R. Oesodo, Ir. Wibatsu HS dan sumber lainnya diuraikan dibawah beberapa jenis kayu yang secara tradisional dianggap memiliki Tuah (Daya Ghaib). Penyertaan nama latin untuk menambah informasi mengenai jenis kayu tersebut. 1. Beberapa jenis kayu yang akan dibahas antara lain sebagai berikut : a. Timaha (Kleinhovia hospita L) b. Asam Jawa, celagi, tangkal acem (Tamarindus Indicus Linn) c. Awar-awar, dausalo, bar-abar, sirih popar (Ficus septica Burm) d. Cendana, (Santalum album L.) e. Dewadaru f. Kayu Itam (Ebony) g. Pamrih dan Ringin Sepuh (Ficus spp) h. Nagasari, Penaga Putih, Nagakusuma (Mesua ferrea Linn) i. Setigi, kastigi, sentigi, kayu Sulaiman j. Walikukun (Schoutenia ovata Korth) k. Wonglen, onglen, wungle (pterocarpus spp.) l. Dewadaru G. Kawi a. TIMAHA (Kleinhovia hospita L) Kayu Timaha adalah jenis kayu yang amat sangat popular di kalangan masyarakat perkerisan. Karena kayu ini diyakini memiliki kekuatan dan tuah yang bagus khususnya yang memiliki gambar atau motif yang istimewa. Kayu Timaha yang diyakini berkhasiat dan sangat cocok untuk warangka maupun Ukiran (handle) keris adalah kayu Timaha yang mengandung pelet. Diantara jenis pelet kayu Timaha yang terkenal adalah sebagai berikut : 1. PELET KENDHIT, pelet yang melingkar pada kayu dengan warna yang lebih gelap dari kayu asalnya dan kelihatan mengkilap seperti bara api. Pelet jenis ini berkhasiat membawa kebahagiaan, kemudahan, kekayaan dan melindungi diri dari bahaya dan penyakit bagi pemiliknya. 2. PELET TULAK, membentuk garis tebal dari atas kebawah dengan warna yang menkilap hitam/coklat tua dan gambar yang ditengah lebih menyala dari gambar yang lain, khasiatnya melindungi pemilik dari senjata tajam. 3. PELET PUDHAK SINUMPET, menyerupai pelet tulak hanya tidak mempunyai gambaran hitam, khasiatnya seperti pelet tulak. 4. PELET PULAS KEMBANG, pelet yang menyerupai awan ber-arak dan berkhasiat menolak bahaya dilaut dan sebagai penolak binatang buas disungai (buaya, ular dll). 5. PELET DHORENG, gambarnya seperti loreng harimau, berkhasiat pemiliknya menjadi angker/tegar dan disegani. Banyak dicari dengan harga cukup tinggi. 6. PELET NGAMAL, pelet dengan bentuk bintik-bintik besar (ceplok) dengan jarak sedikit jarang satu sama lain. Khasiatnya memberikan kepuasan hidup dan selalu gembira. Pelet ini sedikit memilih dan hanya pejabat yang memakainya. 7. PELET PULAS GROBOH, gambarnya bintik-bintik besar dan kecil. Khasiatnya hampir sama dengan pelet ngamal hanya tidak pemilih. 8. PELET BERAS WUTAH, bergambar titik-titik kecil merata pada seluruh kayu, khasiatnya untuk pengasihan (dicintai manusia dan binatang), banyak dicari dan mahal. 9. PELET NGIRIM (NGINGRIM) KEMBANG, gambarnya berbentuk besar dan panjang, khasiatnya dihormati orang, dicintai lawan jenis dan biasanya dipakai oleh yang belum berkeluarga (bisa jejaka, duda). 10. PELET GANDRUNG, bentuknya bulat bulat dan tidak teratur dengan warna lebih mengkilat dan terang, pemiliknya hidup hemat dan cermat. 11. PELET CEPLOK KELOR, gambarannya bulat telur dan besar seperti daun kelor, khasiatnya memberi keselamatan pada pemilik. 12. PELET CEPLOK BANTHENG, pelet yang hampir menutup seluruh kayu tetapi masih terlihat disana-sini kayu aslinya. Pemiliknya akan selalu dalam keadaan sehat wal afiat. 13. PELET SEGARA WINOTAN, pelet yang terdiri dari satu, dua, tiga bintik-bintik yang teratur. Khasiatnya dihormati setiap orang dan pelet ini pemilih, hanya pejabat tinggi yang pantas memakainya. 14. PELET GANA, pelet yang bergambar seperti batu arca, khasiatnya memberi kesejahteraan dan menghimpun semua kebaikan dan kebahagiaan. Dulu hanya dipakai raja atau pejabat tertinggi. 15. PELET SEMBUR, pelet dengan gambar titik-titik kecil tersebar diseluruh permukaan kayu, khasiatnya dapat menundukan manusia atau binatang, menghindarkan kemarahan orang lain dan umumnya pelet ini mempunyai kekuatan gaib. 16. PELET NYERAT, jenis ini bergambar garis-garis tipis seperti gambar pada marmer, kadang seperti hurup/tulisan. Khasiatnya pemiliknya dapat hidup mandiri, percaya diri dan selalu beruntung serta jaya, dalam berusaha selalu berhasil. 17. PELET DEWADARU, seperti pelet nyerat, hanya garisnya lebih tebal dan tajam sehingga kadang-kadang sulit membedakan dengan pelet nyerat. Khasiatnya melindungi keluarganya dari mara bahaya, melindungi harta benda dan biasanya pusaka yang memakai pelet ini ditaruh dalam tempat penyimpanan harta. Pelet ini terdapat pada pohon beringin dan mempunyai nilai cukup tinggi dan sangat dihormati. b. ASAM JAWA, celagi, tangkal acem (Tamarindus Indicus Linn). Pohon Asam sangat popular di Indonesia dengan tinggi mencapai 30 m dan diameter mencapai 60 – 70 cm. Daun dan buahnya banyak digunakan untuk obat. Asam Kawak adalah buah asam yang telah dibersihkan dari biji dan seratnya kemudian dikukus sekitar 10 menit, diberi sedikit garam, dibentuk seperti bola dan dijemur disinar matahari. Asam kawak ini digunakan untuk obat macam macam, diantaranya penyakit tenggorokan. Bijinya disebut Klungsu, diyakini dapat menolak roh jahat, khususnya dari Kerajaan Kidul. Biji asam yang hitam legam sebanyak 3-9 biji jika ditaruh dalam lampu mobil/motor dipercaya dapat menghindari kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh mahluk halus. Bagian hitam dari teras asam dinamakan Galih Asam, bertuah untuk keselamatan, menolak Jin jahat dan anti tenung. Jika dipukulkan pada seseorang yang mempunyai daya magic hitam maka biasanya akan punah kesaktiannya. Galih Asam hanya baik dipakai oleh pemimpin berhati “Satriya Pandita”, kayu ini juga bagus untuk Warangka Keris. c. AWAR-AWAR, dausalo, bar-abar, sirih popar (Ficus septica Burm). Perdu yang banyak tumbuh di tempat agak basah ini hampir tumbuh diseluruh Nusantara, dari akar sampai daun mempunyai kegunaan. Akarnya ditumbuk dengan Adas Pulowaras dan airnya diperas dapat digunakan untuk mengobati keracunan ikan, gadung (Dioscorea hispida dennst.) dan kepiting. Jika ditumbuk dengan segenggam akar alang-alang dan airnya diperas merupakan obat muntah yang sangat manjur. Daun awar-awar sering digunakan untuk menolak setan. Jaman dulu daunnya banyak dimanfaatkan untuk membuat tikee, yaitu daun awar-awar diiris halus kemudian dicampur candu. Dalam bentuk bulatan kecil ini tikee dibakar didalam alat penghisap madat khusus yang dinamakan “bedhutan”. Seringkali pohon awar-awar yang sudah tua bagian terasnya memperlihatkan gambar seperti pelet timaha, bagian ini banyak dicari pecinta keris untuk warangka karena diyakini kayu ini dapat meredam keris/tombak yang panas serta menjauhkan dari gangguan jin jahat dan black magic. Yang perlu diingat kayu ini sangat lunak. d. CENDANA (Santalum album L.) Aslinya berwarna kuning agak kemerahan, berbau wangi, kayu ini diyakini bertuah didekati arwah leluhur, jangan membawa pusaka yang berwarangka Cendana bilamana menengok orang sakit karena dipercaya dapat mempercepat ajalnya. Tosan aji yang diberi warangka Cendana akan berbau harum dan lebih awet. Kayu Cendana yang dikenal sebagai kayu warangka dan ukiran (handle) Keris diantaranya adalah Cendana Timor Timur, Cendana Kalimantan dan Cendana Jawa. e. DEWADARU Kayu amat langka ini dulu banyak ditemukan di pulau Karimunjawa sebelah utara Jepara, diyakini bertuah menolak hewan buas dan ular, menyembuhkan gigitan ular berbisa dan menjaga keselamatan. Kayu ini kurang baik dibawa dalam perjalanan berperahu karena sifatnya mendatangkan angin taufan. Ada 2 macam kayu Dewandaru, yang dipercaya asli tumbuh didesa Nyamplung, konon jelmaan dari tongkat yang ditinggalkan Sunan Kudus, seorang wali Kerajaan Demak. Sedangkan Kayu Dewandaru dari Gunung Kawi, walau jenisnya lain dengan yang ada di Karimunjawa tetapi dipercaya berkhasiat sama. f. KAYU ITAM, KAYU ARANG, KAYU EBONY (Diospyros spp) Kayu berwarna hitam atau kelabu berserat serat hitam. Kayu ini, khususnya yang hitam seluruhnya, bertuah menangkal roh jahat dan menciptakan suasana ketentraman. Ruang tamu yang diberi hiasan kayu ebony akan terasa teduh dan damai sehingga kerasan tinggal diruang tersebut. g. PAMRIH dan RINGIN SEPUH (Ficus spp) Kayu Pamrih berasal dari pohon Pamrih yang tumbuh dibekas pertapaan Sri Sultan Hamengku Buwono I di Beton Kampung Sewu ditepi Bengawan Solo, Surakarta. Menurut legenda dibawah pohon itulah baliau berteduh setiap hari sampai ada bisikan gaib untuk melawan Kompeni Balanda. Kayu Pamrih dipercaya bertuah kepangkatan, kewibawaan dan keberanian, cocok bagi mereka yang berkecimpung di pemerintahan. Ringin sepuh disini adalah pohon yang tumbuh dihalaman makam raja-raja Mataram di Kota Gede, Yogyakarta. Dinamakan juga “Waringin Tuwo” atau Ringin Sepuh, sejak jaman dulu dipercaya memiliki kekuatan gaib. Daunnya yang jatuh “mlumah kurep” artinya satu jatuh terlentang pada satu sisi sedang satunya pada sisi lain ditambah akar dan sedikit kulit pohon, semuanya dimasukan kedalam kantong kain putih kecil banyak digunakan sebagai zimat keselamatan. Bagi yang mujur, kadang kejatuhan sebuah cabang pohon ini. Kayunya dipercaya memiliki tuah keselamatan, kewibawaan dan derajat kepangkatan. Dijaman dahulu, hampir semua warga Yogya yang akan merantau keluar daerah dibekali bungkusan daun ini. Kalau maju perang atau pergi kedaerah lain, akan kembali dalam keadaan selamat. h. NAGASARI, Penaga Putih, Nagakusuma (Mesua ferrea Linn) Pohon ini asalnya dari India, banyak ditanam dihalaman atau kebun dibawah 1300 m dpl didaerah Jawa dan Bali, bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 50 cm. Yang dianggap bertuah umumnya terdapat di makam-makam tokoh sejarah, misal Raja, Ulama seperti di Imogiri, Kotagede, Kudus dan Gunung Muria. Daun yang muda berwarna merah, duduk berhadapan, bunga besar dengan 4 helai daun mahkota yang berwarna putih, berbau wangi. Sedang buahnya berkulit keras disebut Gandhek berisi 1 – 4 biji. Mulai akar, daun, bunga sampai kulit dan kayu dimanfaatkan untuk obat dan azimat penangkal bahaya. Kuncup bunga yang masih tertutup disebut sari kurung atau cangkok kurung. Sedang kuncup bunga yang telah terbuka disebut sari mekar atau cangkok mekar. Benang sarinya harum, dinamakan podhisari atau sari naga / sari cangkok. Bunga yang telah diambil benang sarinya ditumbuk halus menjadi obat-obatan disebut sari cangkok. Semua ini menjadi bahan campuran pelbagai obat racikan. Biji Nagasari juga banyak dimanfaatkan untuk obat luar, caranya biji ditumbuk halus setelah dihilangkan kulit kerasnya, kemudian ditaruh dalam minyak kelapa atau wijen (sesam oil) dan dipanasi. Minyak ini sangat baik untuk luka infeksi, eksim menahun, bengkak bahkan bisul dan segala macam penyakit kulit. Untuk pengobatan sebaiknya dalam keadaan hangat larutan nogosari dalam minyak itu dioleskan pada bagian yang sakit. Biji Nagasari juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi dalam. Caranya, ambil 3 –5 nogosari, pecah dan tumbuk lalu taruh dalam gelas berikut kulitnya lalu seduh dengan air setengah panas (air termos), diamkan sekitar 5 menit dan setelah dingin diminumkan pada si sakit. Isinya jangan dibuang tetapi isi dengan air panas lagi dan lima jam kemudian diminumkan lagi kemudian ditambah air panas lagi dan minumkan 5 jam kemudian. Air nogosari ini sangat baik untuk mengobati haid yang selalu sakit, pendarahan lambung dan keputihan. Menurut pengalaman banyak orang, segala penyakit yang mempunyai efek panas badan dapat disembuhkan dengan nogosari, baik dengan seduhan dalam air mulai dari biji, serpihan kayu, daun, bunga atau kulit kayunya. Kulit kayu Nogosari berwarna coklat, jika sudah tua menjadi coklat kehitaman atau coklat dengan serat serat hitam. Kayu yang dianggap mempunyai daya gaib istimewa terutama yang dari makam leluhur. Untuk mendapatkannya dianjurkan puasa mutih (hanya makan nasi dan minum air putih) selama beberapa hari. Sebelum memotong kayu, seyogyanya melakukan sesaji selamatan menurut petunjuk penjaga makam. Kayu Nogosari termasuk keras dan ulet, sebaiknya setelah dipotong jangan dijemur, tetapi setelah agak kering buatlah barang yang diinginkan, misal tongkat, pipa, stick dan sebagainya. Kayu ini sangat berbahaya jika untuk memukul. Secara spiritual kayu ini bersipat mengembalikan daya yang dilontarkan kepada pemakai. Diyakini kayu ini merupakan kayu yang paling unggul diantara kayu bertuah lainnya. Tuahnya : keselamatan, kewibawaan, pengobatan, perlindungan terhadap orang jahat / jin jahat, binatang berbisa, anti tenung dan black magic. Pemakai kayu ini diharapkan berlaku jujur dan suci, jika tidak maka tindakan negatif nya akan berbalik memukul diri sendiri. Kayu Nagasari mudah dikenal karena jika ujungnya dibakar tidak menyala dan jika direndam air sekitar 10 menit maka permukaannya akan keluar bulu-bulu halus. Pantangannya : Kayu ini jangan sekali-kali dilangkahi wanita atau pria dan seyogyanya kayu ini jangan dilekati benda logam(emas, kuningan, perak) atau gading. Biarkan seperti adanya. Kayu yang tua sangat bagus untuk dibuat mata cincin, khasiatnya sama dengan membawa kayu Nagasari dalam ukuran besar. i. SETIGI, kastigi, sentigi, kayu Sulaiman Banyak ditemukan didaerah berdekatan dengan pantai laut dan biasanya tumbuh ditanah berkapur. Pohon ini daunnya menyerupai daun sawo beludru atau duren yaitu hijau dengan bagian bawah berwarna merah tembaga. Kayu ini bersifat perempuan, sebaiknya jangan dipakai oleh wanita terlebih yang belum menikah. Kayu ini yang masih segar berwarna putih kemerahan namun lama kelamaan berubah coklat tua dan jika memukul orang hanya menyebabkan pingsan, tidak mati. Tuah kayu antara lain anti gigitan binatang berbisa, caranya ditempelkan potongan kayu setigi ke bekas gigitan atau sengatan beberapa lama. Juga menolak hama tumbuhan, penyakit menular dan tanah sangar karena pengaruh jin jahat/black magic. Kayu ini bisa juga untuk mengobati penyakit kanker. Ambil serpihan (tatal) kayu setigi, rebus bersama rumput lidah ular-ularan, segenggam daun tapak dara dan adas pulowaras, penderita diminta minum 3 x sehari masing masing 1 gelas. Kayu Setigi relatif ringan namun tenggelam dalam air. Pemakai kayu setigi atau tesek atau pembawa kayu setigi jangan sekali kali masuk air karena bisa tenggelam. Kayu ini banyak terdapat dipantai-pantai khususnya pegunungan kapur yang setiap hari mendapat angin laut. j. WALIKUKUN (Schoutenia ovata Korth) Banyak ditemukan dihutan berhawa panas, digunakan sebagai gagang tombak atau alat pertukangan karena sifatnya ulet dan keras. Sejak lama juga digunakan untuk menawarkan pekarangan angker dengan menanam Walikukun disemua sudut pekarangan. k. WONGLEN, onglen, wungle (pterocarpus spp.) Yang dianggap bertuah yang berasal dari bekas kerangka makam Sultan Agung Anyokrokusumo dan makam Pakubuwanan. Diyakini memiliki tuah memacu keberanian, kewibawaan dan keselamatan bahkan pengobatan. Rendaman kayu ini bisa untuk obat perut. Kayu wonglen yang beredar sekarang sama sekali tidak mirip dengan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T&B) yang banyak didatangkan dari Kalimantan. Menurut keterangan KRT Reksowinoto, kepala juru kunci reh Kraton Jogja, tahun 1986 rumah makam utama (Prabayaksa) Pakubuwanan direstorasi, kayu usuk sebanyak 30 batang yang sudah melengkung atau rusak diganti dan diberikan kepada abdi dalem dan juru kunci, kayu ini disebut wunglen (mungkin dari nama ulin). Menurut penelitian mirip Sono Kembang (pterocarpus indicus Willd) atau yang sejenis seperti Padauk yang diimpor dari Myanmar dan Cendana Jenggi dari Afrika. Dua kayu terakhir memang kayu unggul dan berharga mahal pada sat rumah makam tersebut dibangun pada sekitar akhir abad 17. Semua kayu tersebut mempunyai sifat mengeluarkan zat merah bila direndam. Kayu wonglen dipercaya mempunyai khasiat yang diperlukan bila seseorang memegang jabatan, namun tidak ada halangan dimiliki orang biasa, hanya saja diharapkan bisa menahan emosinya. Pantangannya : Jangan dilangkahi atau ditaruh ditempat bawah/rendah, jika sedang buang hajat lepaskan dulu cincin dengan kayu ini dan jangan sekali kali digunakan memukul orang, bisa berakibat fatal. l. DEWADARU G. KAWI (Eugenia uniflora Linn.) Pohon yang tumbuh disebelah barat cungkup makam mBah Jugo di Gunung Kawi, Kepanjen, Malang sering disebut pohon Klepu Dewadaru. Buah yang sudah masak akan jatuh sendiri dan sangat dicari penziarah karena membawa keberuntungan bagi yang memakannya. Dewandaru G. Kawi ini juga ditanam didaerah lain. Pohonnya dipercaya mempunyai tuah keberuntungan, demikian juga kayunya, daunnya berbau agak harum biasanya digunakan untuk campuran pengobatan penyakit hati. Diposkan oleh Griya Keris Prasena KEKUATAN SIMBOLIK PAMOR 1. Sekilas tentang PAMOR. SALAH satu aspek penting dalam eksoteri keris selain Dhapur, Tangguh, Perabot, adalah PAMOR keris. Mengenai sebilah keris pada umumnya orang akan bertanya, apa dhapurnya, apa pamornya, tangguh mana, dan bagaimana perabotnya. Sebagian orang bahkan menganggap pamor paling penting dari semua aspek keris yang ada. Pamor merupakan hiasan atau motif atau ornamen yang terdapat pada bilah Tosan Aji (Keris, Tombak, Pedang atau Wedung dan lain lainnya). Hiasan ini dibentuk bukan karena diukir atau diserasah (Inlay) atau dilapis, tetapi karena teknik tempaan yang menyatukan beberapa unsur logam yang berlainan. Teknik tempa ini sampai saat ini hanya dikuasai oleh para Empu dari wilayah Nusantara dan sekitarnya saja (Malaysia, Brunei, Philipina dan Thailand) walau ada yang berpendapat asal teknik ini dari Tibet atau Nepal, tetapi pendapat tersebut tidak beralasan sama sekali. Diluar wilayah Nusantara dan sekitarnya biasanya hanya dikenal teknik Inlay saja seperti pedang dari Iran atau negara Eropa lainnya sehingga walau secara seni (art) tampak indah tetapi kesan “Wingit” nya tidak ada sama sekali. Ada kalanya pedang buatan Empu diluar wilayah Nusantara terdapat juga Pamor, tetapi biasanya karena tanpa sengaja sewaktu dibuat pedang tersebut tercampur beberapa logam lainnya yang mengakibatkan timbulnya pamor tersebut, kadangkala munculnya pamor tersebut setelah pedang tersebut berumur ratusan tahun. Ini pula yang mungkin menjadi dasar Empu di wilayah Nusantara (khususnya Jawa) yang mengolah cara pencampuran berbagai logam sehingga terbentu pamor yang indah dan bernilai seni tinggi. Gambaran pamor ini diperjelas dan diperindah dengan cara mewarangi keris, tombak, atau tosan aji itu. Setelah terkena larutan warangan, bagian keris yang terbuat dari baja akan menampilkan warna hitam keabu-abuan, yang dari besi menjadi berwarna hitam legam, sedangkan yang dari bahan pamor akan menampilkan warna putih atau abu-abu keperakan. Kata pamor mengandung dua pengertian. Yang pertama, menunjuk gambaran tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik, atau belang-belang yang tampak pada permukaan bilah keris, tombak, dan tosan aji lainnya. Sedangkan yang kedua, dimaksudkan sebagai jenis bahan pembuat pamor itu. Motif atau pola gambaran pamor terbentuk pada permukaan bilah keris karena adanya perbedaan warna dan berbedaan nuansa dari bahan-bahan logam yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keris, tombak, dan tosan aji lainnya. Dengan teknik tempa tertentu, logam bahan baku keris akan menyatu dalam bentuk lapisan-lapisan tipis, tetapi bukan bersenyawa atau lebur satu dengan lainnya. Karena adanya penyayatan pada permukaan bilah keris itu, gambaran pamor pun akan terbentuk. Tidak ada data tertulis yang pasti mengenai kapan orang Indonesia (Jawa) menemukan teknik tempa senjata berpamor. Namun jika dilihat bahwa sebagian bilah keris Jalak Buda sudah menampilkan gambaran pamor, bisa diperkirakan pamor dikenal bangsa Indonesia setidaknya pada abad ke-7. Pamor yang mereka kenal itu terjadi karena ketidaksengajaan, dengan mencampur beberapa macam bahan besi dari daerah galian yang berbeda. Perbedaan komposisi unsur logam pada senyawa besi yang mereka pakai sebagai bahan baku pembuatan keris itulah yang menimbulkan nuansa warna yang berbeda pada permukaan bilahnya, sehingga menampilkan gambaran pamor. Keris dan tombak tangguh Jenggala sudah menampilkan rekayasa pamor yang amat indah dan mengagumkan. Jelas pamor itu bukan berasal dari ketidaksengajaan, melainkan karena teknik tempa dan rekayasa si empu. Inilah yang menimbulkan tanda tanya, apakah Jenggala dalam perkerisan sama dengan Jenggala dalam ilmu sejarah? Mengapa budaya masyarakat di kerajaan yang berdiri pada abad ke-11 itu sudah terampil membuat rekayasa seni pamor? Selain menunjuk pada pengertian tentang pola gambarannya, pamor juga dimaksudkan menunjuk pengertian mengenai bahan pembuat pamor itu. Bahan pamor ini oleh kebanyakan penulis dari barat dikatakan dari bahan Nikel, padahal ini salah sama sekali karena berdasarkan penelitian oleh Bapak. Haryono Aroembinang MSc (alm) dan beberapa ahli di BATAN Yogyakarta didapat bukti bahwa bahan itu adalah Titanium, suatu bahan yang baru pada abad 20 digunakan sebagai bahan pelapis kendaraan angkasa luar, padahal empu kita sudah menggunakannya dari dulu. Ini diterangkan sebagai berikut, ketika meteor masuk ke atmosfir bumi maka sebagian besar bahan tembaga, besi, nikel, timbel, kuningan terbakar hancur dan hanya Titanium yang bertahan sampai bumi. Bahan baku pamor dahulu dibuat dari meteor yang terdapat dibumi sehingga keris jaman dulu banyak mengandung Titanium dan beratnya juga ringan. Terkenal dulu bahan pamor dari Luwu, Sulawesi Selatan yang dibawa oleh pedagang dari Bugis. Bahan Pamor yang paling terkenal adalah Pamor Prambanan, saat ini ada di Kraton Surakarta diberi nama Kanjeng Kyai Pamor dan ukurannya sekarang tinggal sekitar 60x60x80 cm, sebesar meja kecil, karena sudah banyak digunakan empu membuat karis pesanan dari Kraton. Setelah bahan meteorit susah didapat, barulah bahan Nikel digunakan, sehingga keris saat ini bobotnya biasanya lebih berat dari keris kuno. a. Pamor Mlumah, Pamor Miring Dilihat dari cara pembuatannya sebetulnya hanya dua cara pembuatan Pamor yang baik yaitu Mlumah dan Miring. Pamor mlumah adalah lapisan-lapisan pamornya mendatar sejajar dengan permukaan tosan aji sedangkan pamor miring lapisan pamornya tegak lurus permukaan bilah. Ada juga Tosan Aji yang dibuat dengan kombinasi pamor mlumah dan miring hanya saja pembuatannya sangat sulit, lebih sulit dari pembuatan pamor miring. Pamor Mlumah biasanya bermotif Beras Wutah, Ngulit Semangka, Satria Pinayungan, Udan Mas, Wulan-wulan dan sebagainya, sedangkan Pamor Miring umumnya motif Adeg, Batu Lapak, Sodo Saeler, Tumpuk dll. Kesan Pamor Miring agak kasar bila diraba bilahnya dan nyekrak dibanding pamor mlumah. Apabila lipatannya banyak, baik di pamor Mlumah atau Miring, maka hasilnya kemungkinan akan menjadi pamor luluhan, praktis pamor dan besi sudah “menyatu” walau tidak terlalu homogen, ini akan terlihat dengan menggunakan kaca pembesar. Pamor luluhan yang gampang terlihat antara lain di keris buatan Empu Pitrang di zaman Blambangan, diantara pamor Adeg pada beberapa bagian bilah tampak pamor luluan yang sepintas seperti pamor Nggajih. Kalau lipatannya lebih banyak lagi seperti buatan Empu Pangeran Sedayu, maka pamor luluhan ini tidak tampak dengan mata telanjang dan sangat kecil atau tidak mungkin kena karat karena menyatunya bahan pamor dengan bahan besinya. b. Cara Lainnya Ada cara lain membuat pamor selain Mlumah dan Miring yaitu dengan cara mengoleskan bahan pamor ke bilah, biasanya bukan dari batu meteorit tetapi logam yang titik leburnya lebih rendah dari besi, caranya dengan menuangkan bahan tersebut yang cair kebilah besi yang membara kemudian dioleskan dengan ujung mancung (kelopak bunga) kelapa sebelum bahan cair tersebut mengeras dan dibuat pamor yang dikehendaki si Empu. Hasilnya umumnya kasar bila diraba dan pamor ini disebut Ngintip (dari kata intip / kerak nasi). Cara ini hanya digunakan Empu luar keraton, Empu Desa atau disebut juga Empu Njawi (luar - bhs.jawa). Ada lagi cara membuat pamor dengan menyiramkan bahan pamor cair ke bilah membara dari pangkal keris ke ujungnya, pamornya dinamakan Nggajih karena menyerupai lemak. c. Pamor Rekan dan Pamor Tiban Sewaktu membuat keris, Sang Empu berpasrah diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan saja bagaimana bentuk pamor yang terjadi, maka biasanya pamor yang timbul disebut pamor Tiban, sedangkan bila selama pembuatan direka oleh Sang Empu maka pamor yang terjadi disebut pamor Rekan. Pamor rekan sering juga gagal dalam pembuatannya, misal sang empu ingin membuat pamor Ron Genduru tetapi jadinya malah Ganggeng Kanyut. Sebenarnya agak sulit membedakan mana pamor rekan atau tiban karena bisa dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. d. Pamor Munggul Banyak yang menganggap pamor ini pamor titipan, selain itu banyak yang menganggap ini sebagai pamor tiban karena tidak bisa dibuat secara sengaja. Pamor ini seperti bisul menonjol sekitar 1 mm diatas permukaan bilah umumnya berbentuk lingkaran, baik bulat atau lonjong tetapi ada yang berbentuk gambar membujur lancip panjang. Letaknya bisa dibagian sor-soran, tengah ataupun pucuk. Bisa ditepi atau tengah bilah dan termasuk pamor yang baik serta dicari banyak orang. Bagaimana pamor ini timbul tidak bisa diterangkan secara pasti, tetapi diduga saat “masuh” atau membersihkan bahan keris dari kotoran, ada unsur logam lain yang menyelip dan lebih keras dari unsur logam besi, tetapi ini baru dugaan saja. e. Pamor Akhodiyat Namanya kadang Akordiyat, Kodiyat atau Akadiyat. Wujudnya menyerupai lelehan dari tepi bentuk pamor dengan warna putih cemerlang keperakan dan lebih cemerlang dibanding keputihan pamor pada umumnya. Ada yang menganggap sebagai pamor titipan atau “sifat” dari pamor tersebut, ternyata semua salah. Sebetulnya ini terjadi karena penempaan pamor tersebut dilakukan pada suhu yang tepat yang berbeda setiap bahannya, jadi susah diduga berapa suhu yang tepat itu, sehingga banyak yang sepakat bahwa pamor ini dikategorikan ke Pamor Tiban. Di Madura biasa disebut pamor “dheling”, kalau tersebar dipermukaan bilah disebut “dheling setong” dan dianggap mempunyai tuah baik. Pamor dheling yang terbaik terdapat di pucuk bilah dan disebut “dheling pucuk” dan atau dibagian peksi yang disebut “dheling peksi”. f. Pamor Titipan Pamor ini berbentuk rangkaian kecil yang merupakan perlambang atau tuah tertentu dan pamor ini jarang berdiri sendiri, umumnya tergabung dengan pamor lain yang lebih dominan, antara lain Beras Wutah, Pulo Tirto atau Pendaringan Kebak. Pamor ini ada yang merupakan pamor tiban, tidak sengaja dibuat seperti Pamor Rahala, Dikiling, Inkal, Putri Kinurung, Gedong Mingkem, Jung Isi Dunya, Telaga Membleng dll. Pamor Titipan yang merupakan pamor rekan antara lain yang terkenal adalah Kuto Mesir, Kul Buntet, Udan Mas, Watu Lapak dll. Pamor Titipan yang merupakan pamor tiban dibuat bersama dengan pamor lainnya sedangkan yang rekan biasanya dibuat setelah pamor dominan jadi, merupakan pamor yang disusulkan. g. Kinatah, Sinarasah dan Etsa Tidak semua lukisan atau gambar yang ada di bilah keris dikategorikan sebagai pamor, yang digolongkan sebagai pamor adalah gambar atau lukisan yang terjadi karena percampuran antara dua atau lebih bahan logam pembuat keris. Selain pamor juga sering kita temui yang disebut Kinatah, Serasah atau Sinarasah dan Etsa (Kamalan). • Kinatah Gambaran atau lukisan pada logam yang disebabkan oleh kinatah atau ditatah/ diukir logamnya dan menghasilkan gambar atau lukisan yang menonjol, bisa berupa tulisan, rajah, lukisan, motif bunga, daun, binatang dan lainnya. Diatas tonjolan itu biasanya dilapisi perak atau emas atau logam lain. Kinatah pada keris biasanya berupa ukiran Gajah Singa dibagian ganja keris yang menghadap ke ukiran / deder. Kinatah lain bisa juga untuk menghias seperti keris dhapur Naga Sasra, Naga Keras, Singo Barong serta hiasan berupa lung-lungan, pari sawuli, kembang setaman dll. Kinatah yang menggunakan dua logam (misal emas dan perak) biasa disebut “Silih Asih”, misalnya Kembang Setaman pada bagian daun dilapis emas dan bunganya dilapis perak. Sedangkan Kinatah yang menghiasi hampir seluruh permukaan bilah keris disebut “Kamarogan”, contoh : Naga Kamarogan. • Sinarasah Hiasan Sinarasah atau Serasah ialah dengan membuat parit parit dipermukaan bilah berupa tulisan atau yang lain kemudian dituangkan cairan logam seperti emas atau perak baru dihaluskan. Teknik ini biasa disebut “Inlay”. Senjata yang terkenal dalam pembuatan inlay ini berupa pedang dari Iran (Persia). • Etsa (Kamalan) Cara menghias dengan cara kimiawi. Cara tradisional dengan menggunakan bahan pelican sedang cara modern menggunakan kimia. Banyak penipuan yang dilakukan dengan menggunakan cara ini. Pada dasarnya teknik ini dengan meluluhkan sebagian permukaan bilah secara kimia untuk membuat lukisan atau tulisan tertentu dipermukaan bilah, yang paling sering diberi lukisan gambar wayang atau beberapa tulisan arab. Cara etsa ini bagi yang tahu sangat mudah mengerjakannya sehingga bila tertipu maka ibaratnya pisau dhapur pun bisa dibuat hiasan dan terlihat “bertuah”. Dari ketiga cara diatas, yang paling baik adalah : Cara Kinatah. h. Pamor pada bagian Ganja Pamor kadang menghias bagian ganja juga, biasanya mempunyai warna sendiri yang berbeda dengan nama pamor bilah walau variasinya lebih sedikit. Ada yang mengatakan pamor di ganja ini juga mempunyai tuah. • Pamor Winih Mirip pamor Udan Mas tetapi setiap sisinya hanya ada satu atau dua bulatan, kadang hanya satu sisi dan satu bulatan saja. Kata Winih berasal dari “benih”. Seperti namanya, pamor ini dipercaya mempunyai daya untuk “menumbuhkan” suatu harapan. Juga dianggap baik bagi mereka untuk berdagang atau wiraswasta karena baik untuk pengembangan modal. • Pamor Sumber Seperti Pamor Winih, hanya bulatannya paling sedikit ada tiga (gambar diatas), tuahnya sama dengan pamor Udan Mas. • Pamor Mas Kemambang Mirip kue lapis, ada yang hanya dua lapis tetapi ada yang berlapis-lapis. Baik untuk yang banyak berhubungan dengan orang karena memperlancar pergaulan. • Pamor Tundung Mungsuh Ganja dengan pamor seperti ini jarang sekali terdapat dan biasanya hanya pada keris “TOP” saja, dilihat dari susunan besi dan bahan pamornya maka pamor ini mirip dengan pamor Ujung Gunung pada bilah keris dengan posisi yang melintang. Tuahnya menolak mara bahaya dan membuat lawan takut. • Wulung Ganja Wulung yaitu ganja tanpa pamor, hitam kelam saja. Khasiatnya untuk memperkuat dan memperbesar daya tuah keris. Ganja wulung dianggap juga sebagai kamuflase terhadap jenis pamor pada wilahnya. i. Perlambang dan Tuah Kebudayaan perlambang dimiliki oleh bangsa manapun, misalnya bendera kita merah putih yang melambangkan berani dan suci, demikian juga bentuk pamor pada tosan aji mempunyai perlambang tertentu. Bentuk yang cenderung bulatan atau lingkaran melambangkan sesuatu yang sifatnya keduniaan, lambing harapan atas rejaki dari TUHAN YME, ketentraman keluarga dan sebagainya. Bentuk yang mengarah ke persegi empat, siku atau sudut melambangkan harapan agar pemiliknya bisa bertahan terhadap segala sesuatu yang sifatnya tidak baik seperti godaan atau serangan baik phisik atau non-phisik. Bentuk seperti garis-garis baik yang membujur atau melintang bilah melambangkan fungsi menolak sesuatu yang tidak diinginkan, umpamanya menolak maksud jahat, angin ribut, hujan binatang buas dan sebagainya. Selain itu ada juga kombinasi ketiganya karena kebanyakan pamor justru mirip lukisan abstrak dan penuh perlambang. Untuk mengetahui cocok tidaknya suatu tosan aji dengan melihat perlambang pada pamor, diperlukan perasaan yang tajam, seperti orang yang menilai suatu lukisan diperlukan juga orang yang tahu seni lukis dan peka rasa seninya. 2. PENILAIAN PAMOR. Dalam menilai pamor ada beberapa macam dan kadang istilahnya khas Jawa seperti : a. Wujud Semuning Pamor 1. Pamor Mrambut : kesan rabaannya terasa seperti meraba rambut, munculnya pamor dipermukaan bilah bagai serat-serat lembut dan halus dan biasanya terjadi di pamor Adeg terutama yang jenis pamor miring. 2. Pamor Nggajih : kesannya seperti berlemak, bagai lapisan lemak beku menempel di bilah. 3. Pamo Mbugisan : kesan penglihatan gradasi warna pamor tidak kontras. Batas antara tepi pamor dan bilah tidak terlalu nyata. 4. Pamor Sanak/Nyanak : kesan penglihatan dan rabaan tidak terlalu jelas, jadi gambar pamor tidak terlalu jelas dan kalau diraba juga tidak jelas. 5. Pamor Kelem : pamor cukup jelas tetapi perbedaan warna dan kecemerlangan pamor dengan warna besi tak terlalu nyata, rabaannya kurang nyekrak tapi juga bukan lumer. 6. Pamor Ngintip : kesan rabaannya kasar tetapi tidak tajam. Jika dibandingkan dengan lukisan seperti lukisan dengan menggunakan palet bukan cat. b. Tanceping Pamor Artinya kurang lebih kondisi tertancapnya bahan pamor pada besi bilah, ada tiga jenis yaitu : 1. Pamor Pandes, tertanam kuat pada bilah seolah mengakar dan tegas menyembul ke bilah. 2. Pamor Lumer Pandes, tertancap kuat pada bilah tetapi tidak terlalu tegas menyembul di bilah, bila diraba terasa halus, tidak nyekrak. 3. Pamor Kumambang, kesannya mengambang pada bilah dan tidak terlalu kuat menempel pada bilah. Ketiganya sebetulnya hanya merupakan kesan pengelihatan dan rabaan setelah keris jadi dan tidak tersangkut dengan cara serta sistem pembuatannya. 3. PENAMAAN PAMOR Pada umumnya penamaan pamor seperti gambar pamor tersebut, misalnya Pamor Pari Sawuli (Padi Seuntai) mirip dengan padi yang seuntai, begitu juga Bawang Sebungkul, Ron Pakis dan sebagainya. Tetapi ada juga penamaannya bukan dengan membandingkan kemiripan dengan benda tertentu seperti pamor Raja Abala Raja atau Pandita Bala Pandita, apalagi yang termasuk pamor titipan seperti Makrip, Tamsul, Dikiling yang bentuknya menyerupai lambing namun seolah mempunyai maksud tertentu. Ada dua pendapat mengenai penamaan Pamor • Pertama, bila si Empu ingin membuat Ron Genduru tetapi gagal dan jadinya Ganggeng Kanyut maka namanya harus tetap Ron Genduru, tetapi Ron Genduru yang gagal dan bukan Ganggeng Kanyut. • Kedua, dilihat dari bentuk jadinya, sehingga pamor tersebut dinamakan Ganggeng Kanyut. Mana dari kedua pendapat tadi yang benar terserah pada penilaian kita masing-masing. Penamaan secara Umum Banyak tosan aji mempunyai gabungan atau kombinasi dari beberapa pamor, ada pamor dibagian pangkalnya lain dengan bagian ujungnya dan ada yang sisi bilah satu lain dengan sisi bilah lainnya. Ada lagi dalam satu pamor terselip pamor lainnya, lalu bagaiman cara penamaannya ?. Jika pamor itu merupakan kombinasi satu sama lainnya terpisah menjadi dua atau tiga kesatuan pamor, maka umumnya dinamakan sederhana pamor Dwi Warna atau Tri Warna. Kalau pamor yang satu menyelip kedalam pamor yang lain maka pamor yang satu dianggap pamor titipan dan nama pamor tetap menggunakan nama pamor yang lebih dominan. 4. PAMOR YANG MENYATU ANTARA BILAH DAN GANJA. Ada lagi bentuk pamor yang merupakan kesatuan antara bilah dan ganjanya, jadi pamornya sebagian ada pada bilah dan sebagian lainnya pada ganja. • Pamor Asihan Bentuknya sama dengan Ngulit Semangka hanya pamornya menyambung antara bilah dan ganjanya, karena tuahnya memperlancar pergaulan termasuk antar jenis, maka pamor ini disebut Asihan. Secara lengkap disebut Pamor Ngulit Semangka Asihan. Ada juga Wos Wutah Asihan tetapi jarang sekali. Kedua pamor Ngulit Semangka dan Wos Wutah ini tidak pemilih tetapi pada pamor Asihan keris itu menjadi pemilih dan tidak setiap orang cocok. • Pancuran Mas Pamor ini juga ornamennya dari bilah menyebrang ke Ganja. Pada bilahnya pamor ini sama betul dengan Sada Sakler tetapi pada bagian ganja berbentuk cabang seperti lidah ular. Tuahnya dianggap sama dengan Udan Mas dan tergolong tidak pemilih, cocok untuk semua orang. • Adeg Iras Pamor Adeg yang menyeberang langsung ke Ganja, tetap bukan ditambahi Asihan melainkan dengan tambahan Iras menjadi Adeg Iras dan tuahnya sama dengan pamor Adeg lainnya. 5. PAMOR-PAMOR YANG HAMPIR SAMA Ada beberapa jenis pamor yang bentuknya hampir sama dan sering dikacaukan orang penamaannya. Yang paling sering dikacaukan adalah pamor Wos Wutah, Pulo Tirto dan Pendaringan Kebak. Pamor Pulo Tirto memang mirip sekali dengan Wos Wutah, bedanya pada Pulo Tirto motif gumpalannya terpisah satu sama lainnya dalam jarak cukup jauh sekitar 2 samai 3 cm. Sedangkan pamor Wos Wutah, gumpalannya cukup rapat, seandainya terpisah pun jaraknya cukup dekat sekitar 1 cm saja. Pamor Pendaringan Kebak juga mirip Wos Wutah, tetapi Pendaringan Kebak lebih penuh dan rapat serta nyaris memenuhi seluruh permukaan bilah. Dari bawah sampai ujung bilah dan dari tepi satu ke tepi yang lainnya. Kemudian pamor Adeg, Mrambut dan Ilining Warih. Adeg berupa garis-garis yang tidak terputus dari bagian sor-soran sampai ujung. Sedang Mrambut serupa benar dengan Adeg, tetapi garisnya terputus-putus. Pamor Ilining Warih sama dengan pamor Adeg hanya saja garisnya bercabang di beberapa tempat. Jadi bedanya kalau garis itu tidak terputus disebut pamor Adeg, kalau terputus disebut Mrambut dan kalau bercabang namanya Ilining Warih. Dengan demikian bila ada yang mengatakan pamor Adeg Mrambut sebetulnya tidak tepat, karena pamor Adeg ada sendiri dan Mrambut ada sendiri. Jenis lain yang hampir sama adalah Ujung Gunung, Junjung Drajat, Raja Abala Raja dan Pandito Bolo Pandito. Secara umum keempat pamor itu berupa garis yang menyudut. Bedanya kalau Ujung Gunung, kaki garis sudut itu menerjang bilah. Pada pamor Raja Abala Raja, mirip Ujung Gunung, tetapi garis yang membentuk sudut menyebar diberbagai tempat, dibagian sor-soran, bilah dan ujungnya. Kalau pamor Junjung Drajat, serupa dengan Rojo Abolo Rojo, hanya keseluruhan gambar itu berhenti dibagian tengah bilah dan diatasnya ada pamor lain. Keempat pamor ini sering sekali dikacaukan orang. Selain itu, pamor Udan Mas, Segara Wedhi, Sisik Sewu dan Tetesing Warih juga banyak dikacaukan orang, karena pamor Udan Mas lebih popular maka sering pamor Segara Wedi, Sisik Sewu atau Tetesing Warih dinamakan juga Udan Mas. Pamor Udan Mas Segara Wedi Agar lebih jelas, perincian Pamor Udan Mas seharusnya : Jumlah lingkaran pusarannya minimal tiga lingkaran, tetapi umumnya ada lima lingkaran, bahkan yang baik (bila dilihat kaca pembesar) ada 8 lingkaran dengan diameter sekitar 5 milimeter, penempatan pamornya bisa teratur seperti kartu domino dan bisa juga tersebar tak beraturan disela sela pamor Wos Wutah. Pamor Segara Wedhi penampang lingkarannya lebih kecil lagi, sekitar tiga milimeter saja letaknya cenderung mengumpul ditepi bilah dan ditengah bilah umumnya ada pamor Wos Wutah, Pulo Tirto atau Ngulit Semangka atau pamor lainnya. Sisik Sewu Tetesing Warih Kalau Sisik Sewu sedikit lebih kecil dari Segara Wedhi, banyak jumlahnya dan rapat satu sama lainnya diseluruh permukaan bilah. Begitu rapatnya sehingga sering tumpang tindih satu sama lainnya. Pamor Tetesing Warih, mirip Udan Mas, tetapi jumlah lingkarannya atau pusarnya hanya tiga atau kurang dan kadang bercampur disela pamor Wos Wutah atau Pendaringan Kebak. 6. SALAH KAPRAH DALAM PENAMAAN PAMOR. Kesalahan dalam penamaan pamor sering dijumpai diantara pecinta keris, celakanya kesalahan ini sering keterusan dan dianggap sesuatu yang betul sehingga nama asli dari pamor tersebut malah kurang dikenal. Yang paling sering dikelirukan adalah pamor Adeg, dikenal sebagai pamor Singkir, padahal Singkir seharusnya nama Empu, hanya kebetulan saja Empu ini banyak membuat pamor Adeg. Salah kaprah seperti ini banyak terjadi di Jawa Tengah. Kesalahan yang mirip dengan itu adalah penamaan pamor dengan sebutan “Bulu Ayam”. Pamor seperti Ron Genduru, Ron Pakis, Mayang Mekar, Sekar Tebu, Pari Sawuli dan yang mirip itu, semuanya dianggap sama dan disebut pamor “Bulu Ayam”. Salah kaprah seperti ini banyak terjadi di Jawa Timur. Salah kaprah lainnya pamor Sedayu, ini salah, karena Sedayu adalah daerah yang banyak membuat keris pada jaman Majapahit dengan empunya yang terkenal Empu Pangeran Sendang Sedayu. Buatannya hanya berpamor sedikit saja dan terkadang tanpa pamor, akibatnya semua yang tanpa pamor atau sedkit sekali pamornya disebut pamor Sedayu. Keris yang tanpa pamor ini, yang besinya hitam mulus, disebut “tanpa pamor” saja atau “Kelengan”. Bungkalan Ini bukan nama pamor tetapi bentuk pamor pada ujung bilah keris atau tombak, pamor apapun apabila pada dekat ujung bilah bercabang dua dan kedua cabang itu menerjang tepi bilah dinamakan pamor Bungkalan. Sepintas seperti lidah ular. 7. ISTILAH YANG BERKAITAN DENGAN PAMOR DAN BENTUK KERIS a. Pamengkang Jagad Ada celah memanjang ditengah bilah yang disebabkan retak, paling banyak terjadi dikeris dengan pamor miring. Ini terjadi saat membuat saton sewaktu penempaan suhunya kurang tinggi sehingga ada bagian tertentu yang penempelan besi dan bahan pamornya atau dengan lapisan besi lainnya kurang sempurna. Tetapi ini baru diketahui setelah keris jadi, terutama waktu nyepuhi tiba tiba keris itu retak. Jadi dari segi teknik pembuatan keris ini tergolong mis-product. Karena itu pulalah maka keris yang Pamengkang Jagad umumnya bukan keris yang mempunyai garap baik. Kalangan Keraton juga menganggap keris ini tergolong tidak baik. Yang mengherankan kalangan luar keraton banyak yang menganggap ini keris baik, malah amat baik, ini juga disukai di Malaysia, Serawak, Brunei. Diduga ini dikarenakan keris dengan teknik lapis itu dibuat oleh empu keraton sehingga biasanya selalu baik dan mis-product juga tetap dianggap baik mutunya. Dari segi esoteri keris Pamengkang Jagad termasuk pemilih, tidak semua orang bisa cocok, tuahnya bisa dirasakan juga oleh orang sekelilingnya, dianggap cocok untuk orang yang mempunyai kekuasaan diwilayah tertentu seperti Bupati, Komandan Kodim dsb. b. Pegat Waja Keris ini juga keris retak, Cuma retaknya bukan antara besi dengan besi atau besi dengan pamor melainkan antara saton dan lapisan bajanya. Oleh karena itu keris Pegat Waja hanya akan terjadi pada keris-keris yang dilapisi baja saja. Keretakan ini terjadinya bukan vertikal permukaan bilah, melainkan horizontal. Mirip dengan keretakan pada kayu Plywood yang tertimpa hujan (nglokop), keris ini sebaiknya dibuang atau dilarung saja karena kurang baik. c. Rejang Landep Ini bukan nama salah satu pamor tetapi alur pamor tidak mengarah kealur ditengah melainkan ada bagian (ujungnya) keluar dari bilah (lihat gambar). Apapun pamornya, keris ini tuahnya buruk dan biasanya membawa suasana sengketa serta salah pengertian. Tetapi ada juga yang menyimpan dengan maksud tuah keris ini bisa membantu bila yang punya melakukan suatu kesalahan dan bisa terhindar dari hukuman. Keris yang telah auspun pamornya bisa berubah menjadi Rejang Landep. 8. JENIS PAMOR dan KEKUATAN SIMBOLIK-nya Nama untuk pamor keris berlaku juga untuk tosan aji lainnya seperti Tombak, Wedung, Pedang dsb. Khusus pamor yang pemilih yang biasanya diperuntukan untuk kedudukan tertentu atau karakter tertentu, sebaiknya di “tayuh” dahulu apakah cocok atau tidak sedangkan yang tidak pemilih bisa dimiliki oleh siapa saja. Beberapa jenis PAMOR dengan keterangan kekuatan simbolik-nya atau daya Tuah yang dipercaya oleh para pecinta Tosan Aji akan dijelaskan dibawah ini. WOS WUTAH Pamor yang paling banyak dijumpai, bentuknya tidak teratur tetapi tetap indah dan umumnya tersebar dipermukaan bilah. Ada yang berpendapat pamor ini pamor gagal, saat si empu ingin membuat sesuatu pamor tetapi gagal maka jadilah Wos Wutah. Tetapi ini dibantah dan beberapa empu dan pamor ini memang sengaja dibuat serta termasuk pamor tiban. Pamor ini berkhasiat baik untuk ketentraman dan keselamatan pemiliknya, bisa digunakan untuk mencari rejeki, cukup wibawa dan disayang orang sekelilingnya, pamor ini tidak pemilih. NGULIT SEMANGKA Sepintas seperti kulit semangka, tuahnya seperti Sumsum Buron, memudahkan mencari jalan rejeki dan mudah bergaul pada siapa saja dan dari golongan manapun. Pamor ini tidak memilih dan cocok bagi siapa saja. TAMBAL Mirip goresan kuas besar pada sebuah bidang lukisan. Tuahnya biasanya menambah kewibawaan dan menunjang karier seseorang. Menurut istilah Jawa bisa menjunjung derajat. Pamor ini termasuk pemilih dan tidak setiap orang cocok. PULO TIRTO Seperti Wos Wutah hanya gumpalan gambarnya terpisah agak berjauhan, seperti bentuk pulau pada peta. Tuahnya sama dengan pamor Wos Wutah. SUMSUM BURON Pamor ini juga mirip Wos Wutah, gumpalan juga terpisah agak berjauhan seperti Pulo Tirto hanya agak lebih besar dan lebih menyatu. Tuahnya baik, tahan godaan dan murah rejeki serta tidak pemilih. MELATI RINONCE Bentuknya mirip pamor Rante tetapi umumnya bulatannya lebih kecil dan tidak berlubang. Bulatan itu berupa pusaran pusaran mirip dengan pamor Udan Mas tetapi agak lebih besar sedikit. Tuahnya mencari jalan rejeki dan menumpuk kekayaan. Untuk pergaulan juga baik, pamor ini tidak memilih dan bisa digunakan siapa saja. RANTE Tuah utama pamor ini adalah untuk menampung dan mengembangkan rejeki yang didapat. Bisa mengurangi sifat boros, tetapi bukan pelit. Cocok untuk semua orang baik digunakan berdagang atau berusaha. Bentuknya agak mirip pamor Melati Rinonce, hanya bedanya pada bulatannya ada semacam gambar “lubang”. ADEG Pamor Adeg banyak dijumpai, tergolong pamor pemilih tetapi lebih banyak yang cocok daripada tidak. Tuahnya terutama sebagai penolak, ada yang menolak gunaguna, ada yang menolak wabah, angin ribut, banjir dan lainnya. Ada yang hanya menolak satu sifat ada yang beberapa sifat penolakan. MRAMBUT Sepintas seperti Adeg, bahkan ada yang menyamaratakan dengan membuat istilah baru Adeg-Mrambut. Padahal sebenarnya lain. Pamor Mrambut alurnya terputus-putus. Tuahnya hampir sama dengan pamor Adeg. Tergolong pemilih, tidak semua orang cocok. ILINING WARIH Rejeki yang lumintu, walaupun sedikit demi sedikit tetapi selalu ada saja. Itulah yang utama tuah dari Ilining Warih. Selain soal rejaki, pamor ini juga baik untuk pergaulan. Tidak memilih dan umumnya cocok untuk siapapun. SEKAR LAMPES Tuah dari pamor ini mirip dengan pamor Tumpal Keli. Hanya pada pamor Sekar Lampes umumnya juga mengandung tuah yang menambah kewibawaan pemakainya dan tergolong pamor yang tidak pemilih. BLARAK NGIRID Disebut juga kadang dengan “Blarak Sinered”, tapi ada juga yang menyebut Blarak Ngirid lain dengan Blarak Sinered. Tuah utamanya menambah kewibawaan dan juga baik untuk pergaulan karena disayang orang sekelilingnya, baik pihak atasan atau bawahan. Pamor ini tergolong pemilih. RON PAKIS Mirip sekali dengan Blarak Ngirid, hanya pada bagian tepinya seolah ada sobekan. Tergolong pemilih dan tuahnya untuk kewibawaan serta keberanian (tatag - bhs jawa). Baik dimiliki oleh orang yang berkecimpung dibidang Militer dan Keprajuritan. KOROWELANG Juga hampir sama dengan Blarak Ngirid atau Ron Pakis, tetapi “daun” nya lebih besar dan lebih menyatu. Tuahnya juga hampir sama dengan Blarak Ngirid, tetapi fungsi pergaulannya lebih besar dari fungsi wibawanya. Beberapa keris dengan pamor ini (tidak semua) baik juga untuk mencari jalan rejeki. Tergolong pamor pemilih. RON GENDURU Ada yang menyingkat menjadi RONGENDURU atau menyebut RON KENDURU. Agak mirip Ganggeng Kanyut tetapi relatif susunannya lebih teratur dan rapi. Tuahnya berkisar pada kewibawaan dan rejeki. Baik digunakan untuk pengusaha yang punya banyak anak buah. Tergolong pamor pemilh. MAYANG MEKAR Bentuknya indah sekali seperti daun Seledri, tuahnya memperlancar pergaulan dan dikasihani orang sekeliling. Beberapa diantaranya malah bertuah memikat lawan jenis. Tergolong pamor pemilih. WIJI TIMUN Menyerupai biji ketimun. Hampir sama dengan pamor Uler Lulut tetapi lebih kecil dan lonjong. Tuahnya juga untuk mencari jalan rejeki. Ada sedikit unsur kewibawaan. Baik untuk pedagang maupun untuk pengusaha. Pamor ini agak pemilih. KENONGO GINUBAH. Tuahnya menarik perhatian orang. Pergaulannya baik dan diterima digolongan manapun. Tetapi pamor ini termasuk pemilih. WALANG SINUDUK Bentuknya mirip dengan sate belalang. Posisi belalang-belalangnya bisa miring kekiri, bisa kekanan. Tuah utamanya mempengaruhi orang lain. Wibawanya besar sehingga baik dimiliki oleh pemuka masyarakat, guru, pemimpin politik. Tergolong pamor pemilih. TUMPAL KELI Tuahnya baik untuk pergaulan. Bisa menunjang karier karena pemiliknya akan disayang atasan. Termasuk pamor tidak pemilih. BENDOSEGODO Bentuknya menyerupai bulatan menggumpal dari bawah ke atas. Tuahnya untuk jalan rejeki dan pergaulan serta ketentraman rumah tangga. Tergolong tidak pemilih. MELATI SINEBAR Mirip pamor Tetesing Warih, merupakan bulatan bersusun rangkap tiga atau lebih tetapi bulatannya tidak sempurna betul dengan garis tengah sekitar 1 cm. Tempatnya ditengah bilah dan jarak satu bulatan dengan lainnya sekitar 1 cm atau lebih. Pamor ini tergolong tidak pemilih dan tuahnya untuk mencari rejeki. MANIKEM Tergolong pamor langka dan hanya dijumpai dikeris muda terutama tangguh Madura. Bentuknya mirip Melati Rinonce atau Melati Sato’or tetapi garis penghubung antar bulatan-bulatannya lebih gemuk, lebih lebar. Sedangkan bulatannya juga lebih lebar dibandingkan Melati Rinonce, bahkan ada yang hampir menyentuh tepi bilah. Tergolong tidak pemilih dan bertuah memudahkan mencari rejeki. SEKAR KOPI Ditengah bilah ada pamor yang menyerupai garis tebal dari sor-soran sampai dekat ujung bilah. Dikiri kanan garis tebal ini terdapat lingkaran-lingkaran bergerombol atau berkelompok. Satu kelompok terdiri dari dua atau tiga lingkaran menempel pada garis tebal seolah-olah biji kopi menempel pada tangkai bijinya. Tuahnya memperlancar rejeki tergolong tidak pemilih tetapi termasuk pamor langka. BONANG RINENTENG Ada yang menyebutnya Bonang Sarenteng, agak mirip dengan pamor Sekar Kopi tetapi bulatannya hanya satu. Boleh di kiri-kanan secara simetris atau selang seling. Baik Bonang Rinenteng ataupun Sekar Kopi, bulatannya seperti pusaran di pamor Udan Mas. Tergolong tidak pemilih dan memudahkan mencari rejeki. JUNG ISI DUNYA Bentuknya mirip Putri Kinurung. Bedanya bulatan-bulatan kecil yang terdapat pada “kurungan” bulatan relatif lebih besar. Ada juga yang bentuknya sepintas mirip pamor Bendo Segodo. Tuahnya untuk “menumpuk” kekayaan dan tidak pemilih. WULAN-WULAN Di Jawa Timur disebut Bulan-Bulan. Mirip Melati Sinebar atau mirip Bendo Segodo. Bedanya pada pamor Wulan-Wulan, bagian tengahnya berlubang jelas. Tuahnya memudahkan mencari jalan rejeki dan mengikat langganan. Sering disimpan di toko atau warung. TUNGGAK SEMI Pamor ini terletak ditengah Sor-soran, bentuk seperti tampak digambar samping. Berkombinasi dengan pamor Wos Wutah. Tuahnya untuk mendapatkan rejeki walau bagaimanapun kecilnya. Tidak termasuk pamor pemilih. BAWANG SEBUNGKUL Bentuknya memang mirip bungkul bawang, berlapis-lapis. Paling sedikit ada lima lapisan dan terletak di sor-soran. Tuahnya dibidang rejeki, untuk pengembangan modal. Cocok untuk orang yang bekerja di Bank dan pengembangan modal. Tidak pemilih. UDAN MAS Pamor ini banyak dicari orang, terutama pedagang dan pengusaha. Bentuknya merupakan pusaran atau gelang-gelang berlapis, paling sedikit ada tiga lapisan. Letaknya ada yang beraturan dan ada yang berserakan. Pamor ini sering pula berkombinasi dengan Wos Wutah atau Tunggak Semi. Manfaatnya untuk mencari rejeki dan tidak pemilih. SISIK SEWU Seperti gambar sisik ikan, tetapi bila diperhatikan seperti pamor Udan Mas menggumpal menjadi satu, namun pamor ini kurang begitu dikenal, mungkin karena memang jarang. Selain untuk rejeki juga untuk meningkatkan wibawa. Cocok bagi pengusaha dengan banyak karyawan. PUTRI KINURUNG Bentuknya menyerupai gambaran danau dengan tiga atau lebih “pulau” ditengahnya. Letaknya ditengah sor-soran. Tuahnya untuk memudahkan mencari rejeki dan mencegah sifat boros. Bisa diterima dikalangan manapun. Tidak pemilih. GUMBOLO GENI Sering juga disebut “Gumbolo Agni” atau “Gumbolo Gromo”. Letaknya ditengah sor-soran dan gambarnya seperti “binatang Kala” dengan posisi ekor seperti menyengat. Tuahnya baik, wibawanya besar dan bisa untuk “Singkir Baya”, baik dimiliki oleh pimpinan sipil ataupun militer. Termasuk pamor pemilih. TANGKIS Panamaan dari pamor yang hanya terdapat pada satu sisi saja dan sisi lain tanpa pamor alias Kelengan, kadang kalau pamor atau bentuk bilah berlainan kiri-kanan sering juga disebut pamor Tangkis. Tuahnya menolak wabah penyakit. Namun ini harus diperhatikan juga apakah memang tidak ada pamornya ataukah sudah hilang karena terkikis atau aus. Kalau karena aus maka ini bukan pamor Tangkis. PENGAWAK WAJA Ini istilah untuk keris TANPA PAMOR sama sekali. Pada keris muda, Pengawak Waja memang tidak diselipi bahan pamor, tetapi pada keris tua masih mengandung bahan pamor walau tidak kelihatan karena penempaan dibuat ratusan kali bahkan ribuan kali lipatan sehingga sudah menyatu dan luluh bilahnya. Hanya tampak seperti urat halus atau serat saja. Tuahnya susah dibaca, hanya mereka yang mengetahui ilmu esoteri saja yang bisa membaca. TRIMAN Ada yang menyebut Pamor TARIMO, mirip sekali dengan WOS WUTAH, tetapi agak rapat dan pamor ini tiba-tiba berhenti ditengah bilah, kadang hanya ada di sor-soran saja. Pamor ini sesuai untuk yang berusia lanjut, pensiunan dan tidak lagi memikirkan soal duniawi. Baik juga dipunyai oleh yang bersifat berangasan, suka marah tetapi kurang baik dipunyai oleh mereka yang masih aktif bekerja. ANDHA AGUNG Mirip pamor Rojo Abolo Rojo tetapi ukurannya relatif lebih kecil. Terletak ditengah bilah biasanya dikelilingi pamor Wos Wutah dan panjang hanya sepertiga atau setengah bilah. Tuahnya menyangkut kederajatan dan kewibawaan. Tergolong pamor tidak pemilih. KUL BUNTET Mirip pamor Batu Lapak, bedanya pusarannya hanya satu dan alurnya melingkar dan secara keseluruhan lebih bulat dibandingkan pamor Batu Lapak. Tuahnya hampir sama dengan Batu Lapak tetapi Kul Buntet punya nilai rejeki. Selain menghidarkan bahaya juga menghalangi usaha penipuan. Umumnya pamor ini baik untuk semua orang. KUTO MESIR Ada yang menyebut “Kutu Mesir” atau “Kutu Masir”. Bentuknya terdiri dari tumpukan gelang gelang tidak begitu bulat tetapi cenderung agak persegi. Letaknya dibagian sor-soran dan tuahnya hampir sama dengan Kul Buntet tetapi fungsi rejeki nya lebih kuat. Biasanya dicari pedagang, pengusaha dan pejabat tinggi. Pamor ini sering dikombinasi dengan pamor lain seperti Wos Wutah dan Tunggak Semi. DAN RIRIS Ada yang menyebut Udan Riris, ada yang penuh dari sorsoran sampai ujung bilah, ada yang “mengisi” sebagian bilah saja. Walau bentuknya tidak seindah pamor Nogorangsang namun umumnya tuahnya lebih kuat. Selain kewibawaan dan kepemimpinan ada fungsi untuk menolak guna-guna. Pamor ini pemilih. REGED BANYU Pamor ini ada yang menghias seluruh bilah, ada yang sebagian saja, tidak dari sor-soran keujung bilah. Tuahnya untuk melindungi si pemilik dari musibah mendadak. Bahasa Jawanya “Singkir Baya” atau “Tulak Bilahi”. Pamor ini tidak pemilih. ROJO SULEMAN Ada yang menyebut pamor Nabi Sulaiman. Banyak pula yang mengatakan ini adalah rajanya pamor. Letaknya ditengah sor-soran. Tuahnya memang merupakan kumpulan dari hal-hal yang baik, positip. Menghindari bahaya dan mencari jalan rejeki, wibawanya kuat, disayang dan disegani orang disekelilingnya. Namun pamor ini punya sifat “memilih”. BATU LAPAK Bentuknya menyerupai pusaran yang melingkar-lingkar, biasanya lebih dari lima. Letaknya di sor-soran tengah. Tuahnya “Singkir Baya”. Baik untuk anggota Militer ataupun orang biasa. Berkhasiat bagi yang mempelajari kekebalan, bela diri. Pamor tidak memilih. SIRAT Kadang disebut “Teja Bungkus” atau “Bima Bungkus”, baik dipegang oleh mereka yang punya posisi pimpinan karena faktor wibawa, kepemimpinan dan disayang anak buah. TUNGGUL WULUNG Yang baik kalau pamor Tunggul Wulung ini merupakan pamor tiban. Bentuknya mirip gambar anak yang sangat sederhana, hanya kepala, tangan dan kaki dan menempati daerah blumbangan. Tuahnya menolak berbagai macam penyakit dan tidak memilih tetapi pemiliknya harus berperilaku baik, tak boleh menyeleweng. Tergolong pamor langka. LINTANG KEMUKUS Disebut juga “Kukus Tunggal”, bentuknya seperti Sodo Sakler, hanya dibagian sor-soran pamor ini menggumpal. Gumpalan ini boleh berupa Benang Setukel atau Tunggak Semi atau Wos Wutah atau juga Bawang Sebungkul. Selain dipercaya membawa rejeki juga untuk ketenaran dan menambah wibawa. Tidak pemilih. PANCURAN MAS Banyak dicari pedagang dan pengusaha karena dipercaya membawa keberuntungan bagi pemiliknya, lagi pula tidak pemilih. Bentuknya mirip Sada Saler tetapi dibagian ganjanya tepat di ujung Sada Sakler pamornya seperti bercabang dua. SADA SAKLER Arti harfiahnya Lidi Sebatang, bentuknya sesuai dengan namanya. Berupa garis lurus membujur sepanjang bilah. Tuahnya ada yang untuk menambah kewibawaan, ketenaran (popularitas) atau keteguhan iman dan pamor ini cocok untuk semua orang. Pendapat lain mengatakan, tuahnya untuk kewibawaan dan keprajuritan serta meneguhkan dalam mencapai cita-cita, baik untuk militer atau yang berambisi mencapai suatu cita-cita dan beberapa keris pamor ini tergolong pemilih. WENGKON Ada yang menamakan pamor Tepen, ada yang menyebut Lis-lisan. Bentuknya mirip bingkai (wengkon artinya bingkai). Bentuknya merupakan alur pamor yang merata sepanjang pinggiran bilah keris. Tuahnya untuk perlindungan, ada yang untuk menghindari dari godaan, ada yang memperbesar rasa hemat dan ada yang untuk menghindari dari guna-guna. Pamor ini tidak pemilih. KUDHUNG Pamor ini selalu terletak diujung bilah dan tuahnya seperti namanya untuk melindungi pemiliknya dari serangan guna-guna dan perlindungan dalam situasi darurat. Pamor ini sering digunakan untuk “penunggu rumah”. SATRIYA PINAYUNGAN Ada dua macam pamor Satriya Pinayungan. Yang pertama pamor pada bagian sor-soran, apa saja bentuknya, bisa Wos Wutah, lalu di atas pamor itu (dekat ujung bilah) terdapat pamor Kudhung. Yang kedua, motif pada sor-soran menyerupai Udan Mas tapi bentuknya teratur. Tiga bulatan mendatar diteruskan beberapa bulatan ke atas. Tuahnya sama, memberi perlindungan bagi pemiliknya dari perbuatan sirik orang lain. Walau keduanya tidak pemilih tetapi pamor yang pertama lebih cocok untuk mereka yang bekerja di pemerintahan sedangkan yang kedua untuk wiraswasta. Untuk yang pertama dianut oleh penggemar keris dari Solo ke timur, sedang kedua oleh penggemar dari Yogya ke barat, mana yang benar tetapi pendapat keduanya diterima oleh sebagian besar penggemar keris. BADAELA Pamor ini tuahnya buruk, ada yang menyebut pamor Bebala. Sebaiknya dilarung saja sebab pemiliknya akan kena pindah, dicurigai serta menerima akibat buruk pekerjaan orang lain TUNDUNG Tergolong pamor yang buruk tuahnya. Si pemilik akan sering pindah rumah atau diusir oleh sesuatu sebab. Rumah tangga tidak tenteram dan dijauhi rejeki. Sebaiknya dibuang saja. ENDAS BAYA Tuahnya buruk, si pemilik sering dapat musibah karena tingkah lakunya sendiri. Sebaiknya dibuang saja karena siapapun pemakainya akan selalu sial. SEGARA WEDHI Terjemahan dalam Bahasa Indonesia, Gurun Pasir. Namun sifat tuahnya bukan berarti “kering kerontang” atau “gersang” melainkan justru baik. Menurut banyak orang tuahnya mudah mendapatkan rejeki. Mirip Udan Mas tetapi bulatannya lebih kecil dan lebih banyak serta tersebar diseluruh permukaan bilah. Pamor ini tergolong tidak pemilih. UNTU WALANG Arti harafiahnya “Gigi Belalang”, tuahnya menambah kewibawaan seseorang. Dituruti kata katanya dan pamor ini tergolong pemilih, hanya orang yang punya kedudukan cukup tinggi bisa cocok. Untuk guru dan pendidik biasanya juga cocok. DHADHUNG MUNTIR Mirip Sada Sakler tetapi “garis” ditengah bilah mempunyai motif seperti pilinan tambang atau dhadhung. Tuahnya sama dengan Sada Sakler, menyangkut kewibawaan, keteguhan hati. Pamor ini banyak terdapat pada keris buatan Madura dan tergolong pamor pemilih. RAHTAMA Terletak dibagian sor-soran merupakan pamor tiban di antara pamor dominan seperti Wos Wutah dan Ngulit Semangka. Baik sekali jika diberikan pada suami-istri yang baru menikah dengan harapan agar memperoleh anak yang soleh dan berbudi luhur. PUSAR BUMI Disebut juga Puser Bumi. Bentuknya mirip Udan Mas tetapi dengan skala yang jauh lebih besar, minimal sebesar koin lima puluh rupiah dan kadang sampai 8 cm, terutama pada bilah tombak. Pamor ini tergolong pamor miring, merupakan lingkaran yang berlapis dan bukan melingkar seperti obat nyamuk, tuahnya baik tetapi pemilih dan tidak semua orang “kuat” memilikinya. Umumnya dipercaya sebagai pamor yang baik untuk menjaga rumah. LINTAS MAS Letaknya dibagian tengah sor-soran, paling sedikit jumlah pusaran-pusarannya ada lima buah. Baik untuk berdagang terutama perhiasan. Pamor ini pemilih dan tuahnya hanya bisa dirasakan oleh yang cocok saja. NUR Letaknya ditengah sor-soran, mirip huruf S. tuahnya baik terutama untuk guru, pemimpin atau orang yang dituakan serta wibawanya besar, punya sifat pelindung dan tempat bertanya orang lain. Sifatnya pemilih, untuk yang masih “muda” umumnya kurang kuat. SEKAR SUSUN Hampir seperti Melati Rinonce tetapi ukuran bunganya lebih besar. Bentuk bunga seperti bulatan pada pamor Bendo Segodo. Memudahkan dalam mencari rejeki dan tidak pemilih. Hanya ditemukan pada keris keris yang relatif muda. SEKAR TEBU Hampir seperti Blarak Ngirid atau Sinered, tetapi ujungnya tidak sampai ke bilah keris, malainkan agak mengumpul di tengah saja dan guratannya lebih halus. Tidak pemilih dan tuahnya untuk kewibawaan dan kepemimpinan. KLABANG SAYUTO Seperti paduan pamor Blarak Ngirid dan Naga Rangsang. Sepintas seperti seekor klabang dengan kaki seribunya. Dipercaya bisa menambah kewibawaan dan kekuasaan. Pamor ini tergolong pemilih dan hanya cocok bagi yang memegang posisi pimpinan. MANGGAR Mirip untaian Bunga Kelapa. Merupakan kumpulan dari bentuk pamor macam pamor Wiji Timun tetapi letaknya sering menyudut, bersusun dari sor-soran keujung bilah. Memudahkan mencari rejeki dan menonjol dalam lingkungan pergaulan. Tidak pemilih. JALA TUNDA Tergolong pamor pemilih. Tuahnya untuk ketenaran, untuk menonjol dalam lingkungandan tergolong pamor langka walau dari teknik pembuatan tidak terlampau sukar. Sepintas mirip pamor Wengkon tetapi lebar dan pada bagian dalam ada lekuk-lekuk yang terkadang simetris berhadapan tetapi pada bagian lain sering tidak simetris. Pamor Jala Tunda yang bagus, garis-garis yang menjadi wengkon biasanya halus dan rangkap banyak sekali. SUMUR BANDUNG Merupakan bulatan hitam besi tanpa pamor sebesar uang logam lima puluh sen-an atau lebih kecil sedikit letaknya di tengah bilah, diantara pamor – biasanya Wos Wutah nggajih atau Pendaringan Kebak nggajih. Banyak terdapat pada keris buatan Madura. Tergolong pamor pemilih dan paling cocok buat keprajuritan, militer atau yang belajar ilmu kekebalan. BUNTEL MAYIT Nama yang menyeramkan, artinya “pembungkus mayat”. Tergolong pamor sangat pemilih. Kalau cocok akan cepat menanjak kariernya atau kekayaannya tetapi kalau tidak cocok bisa mendapatkan malapetaka. Karena itu bila menginginkan pamor ini sebaiknya ditanyakan dulu pada mereka yang tahu agar bisa dilihat cocok atau tidaknya. JAROT ASEM Ini termasuk pamor langka walau tampaknya sangat sederhana tetapi pembuatannya sangat sulit. Sepintas seperti jalinan serabut kasar, saling menyilang arahnya tetapi tidak ada kesan tumpang tindih. Pamor ini dipercaya memberikan pengaruh baik pada pemiliknya, menjadi teguh hatinya dan besar tekatnya. Amat cocok bagi yang punya cita cita besar baik dalam pendidikan atau pun dalam pekerjaan. KENDHIT GUMANTUNG Ini termasuk pamor tiban. Letaknya dibagian sor-soran dan biasanya bercampur pamor yang lebih dominan seperti Wos Wutah atau Ngulit Semangka. Baik untuk setiap orang. Dipercaya dapat menolak segala macam penyakit menular, jadi seperti anti-wabah. Tetapi pemiliknya harus menjaga tingkah lakunya dan jangan sampai menyeleweng dari jalan yang lurus. KUPU TARUNG Sepintas seperti gambar kupu-kupu sedang berlaga. Namun esoteris-nya tidak ada sangkut paut dengan bidang laga, bahkan baik untuk pergaulan. Pamor ini tidak pemilih dan terletak sepanjang bilah dari sor-soran hingga ujung bilah. MRUTU SEWU Mirip Udan Mas dan Sisik Sewu. Pamornya berupa bulatan besar dan kecil, rapat satu sama lainnya dan disela pamor yang berbentuk pusaran-pusaran itu ada semacam titik-titik pamor kecil. Pamor ini memudahkan mencari rejaki juga dipercaya orang memudahkan anak gadis atau janda dalam mencari jodoh dan pamor ini tidak pemilih. RATU PINAYUNGAN Tergolong pamor tiban yang letaknya di sor-soran dan biasanya bercampur pamor dominan lainnya. Pengaruhnya baik pada pemiliknya, melindungi marabahaya, berwibawa dan punya pengaruh luas. Baik bagi seorang pimpinan tetapi tergolong keris pemilih. LAWE SETUKEL Biasa disebut “benang setukel” atau “saukel”. Sepintas memang mirip benang yang diurai dari gulungannya. Keris ini cocok untuk polisi, militer atau pekerja lapangan. Banyak yang menganggap keris ini bisa menolak gunaguna dan keris ini tergolong pemilih. YOGAPATI Hati-hatilah bila berjumpa dengan keris ini. Pamor ini punya pengaruh buruk sekali, terutama buat yang bekeluarga. Sering anak-anak sang pemilik sakit-sakitan atau bahkan meninggal. Sebaiknya dilarung saja. KINASIHAN Ini pamor baik dan tidak pemilih, tuahnya disayang dan dihormati orang sekeliling. Factor rejeki juga baik, bisa lumintu (selalu ada saja) KALACAKRA Tergolong pamor langka. Untuk penguasaan wilayah, kekuasaan dan kewibawaan serta kepemimpinan. Baik dipakai oleh pemimpin masyarakat. Ada faktor penolak bala dan guna-guna. BUNGKUS Bentuknya sederhana, Cuma gambaran seperti tonjolan berlekuk-lekuk bagai kepompong ulat dan letaknya di sorsoran. Tuahnya memudahkan mencari rejeki, hemat serta merupakan pamor yang tidak pemilih. Paling cocok untuk pedagang atau pengusaha. SLAMET Bentuknya mirip bayi berjambul sedang tidur. Letaknya di sor-soran dan juga terdapat pada tombak atau pedang. Tuahnya adalah untuk keselamatan dan tergolong “singkir baya”, termasuk berguna untuk menolak guna-guna. Kelebihan dibanding pamor lain, pamor Slamet ini juga mencegah fitnah serta omongan negatif. Tidak pemilih dan cocok untuk semua orang. MAKRIB Kadang disebut pamor Makarib. Tuahnya baik sekali, menyangkut kepemimpinan, rejeki dan keselamatan dalam perjalanan dan pamor ini tidak pemilih. TELAGA MEMBLENG Bentuknya menyerupai gelang-gelang yang tidak begitu bulat dan paling sedikit ada tiga gelang-gelang. Letaknya pada bagian pejetan (blumbangan) dibelakang gandhik. Tuahnya untuk penumpukan harta dan rejeki, yang sudah kita terima sukar keluar lagi kecuali untuk hal yang bermanfaat. Baik buat orang yang pemboros agar bisa lebih hemat dan pamor ini tidak pemilih. PANGURIPAN Disebut juga pamor Ngurip-urip, mirip pamor Tamsul Kinurung tetapi bentuk utamanya bukan jajaran genjang melainkan lingkaran-lingkaran yang pada satu sisinya seperti meleleh. Letaknya ditengah sor-soran, tuahnya seperti namanya untuk memudahkan mencari sandang pangan, rejeki. Pamor ini istimewa dan kadang bisa digunakan untuk mengusir mahluk halus. Perbawanya dijauhi binatang buas. Termasuk pamor tidak pemilih. DIKILING Ada yang menyebut pamor Dingkiling atau Cengkiling, tuahnya buruk bagi yang sudah berumah tangga. Sering ruwet, cekcok dan tidak tentram bahkan bisa jadi rumah tangganya akan bubar. GANGGENG KANYUT Tuahnya seperti Sekar Lampes, tetapi yang menonjol justru kewibawaannya, tergolong juga pamor pemilih. UNTHUK BANYU Mirip dengan air berbuih, tuahnya untuk rejeki dan pergaulan serta mengurangi sifat boros. Tergolong tidak pemilih. TEJO KINURUNG Seperti perpaduan pamor Sada Sakler dan Wengkon, tuahnya cenderung seperti Sada Saler yaitu berkaitan dengan kepemimpinan dan derajat. Tergolong pemilih. WIJI SEMEN Tergolong pamor rekan dan juga pemilih. Tuahnya melindungi dari guna-guna atau makhluk halus. Tergolong pamor miring yang menempati bagian bilah dari sor-soran sampai ke ujung bilah. TUMPUK Terletak dibagian sor-soran, bentuknya menyerupai garis melintang antara tiga sampai lima lapis, manfaatnya seperti Udan Mas, memudahkan “menumpuk” rejeki. Pada umumnya kerisnya lurus dengan dhapur kalau tidak Tilam Upih atau Brojol. ALIP Termasuk jenis pamor Rekan dan pamor Titipan. Terletak ditengah sor-soran. Panjang garis tebal tersebut 4-6cm, ujung atas seringkali agak bengkok sedikit. Dan kadang dominan diantara pamor yang lain. Tuahnya dapat membantu memperkuat keyakinan dan memperteguh tekad yang dimilikinya. Bukan Pamor pemilih. ROJOGUNDOLO (A) Sebagian orang menyebut Gundolorojo. Umumnya terletak ditengah sor-soran, namun adakalanya terletak agak ketengah bilah keris. Bentuknya mirip gambar mahluk yang menakutkan, kadang seperti perempuan kadang seperti laki-laki atau juga hewan. Rojogundolo yang bertuah biasanya yang dari pamor tiban dan bukan rekan. ROJOGUNDOLO (B) Umumnya bersifat perlindungan terhadap pemiliknya, bisa digunakan menolak guna-guna, memindahkan mahluk halus, membersihkan rumah “angker” bahkan jika kerisnya istimewa bisa digunakan menyembuhkan orang yang kesurupan. Tergolong pamor tidak pemilih dan bisa juga terdapat di tombak atau pedang. Masih banyak lagi pamor yang belum terdata disini, pamor buatan pun sering tidak terdata dengan baik dan kadang penamaan pamor juga hanya berdasarkan gambar yang terjadi belum ada padanannya atau juga karena timbul kreasi baru dari si pemesan keris kepada Sang Empu agar dibuatkan pamor seperti rancangannya. TULAK Bentuknya seperti pamor kudung yang terbalik. Tuahnya sebagai sarana tolak balak atau menolak perbuatan jahat yang diarahkan kepada pemilik pusaka. Bukan pamor pemilih. 9. PAMOR KERIS PEMILIH Sering kita mendengar cerita di masyarakat tentang orang yang tidak cocok pada keris pusakanya, baik keris dari warisan, pemberian orang, mas kawin atau yang mendapatkan dengan cara-cara lainnya. Ada banyak sekali jenis dari keris yang berpamor pemilih dan berpamor yang kurang baik, hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor diantaranya : 1. Saat Empu membabar/membuat pusaka konsentrasinya terganggu oleh sesuatu hal sehingga mantra yang seharusnya baik menjadi salah ucap atau tidak sesuai maka mengakibatkan keris tersebut mempunyai tuah yang kurang baik. Contohnya : Pusaka Empu Gandring, sebelum keris selesai dibuat sang Empu dibunuh oleh Ken Arok dan mengucapkan kata-kata kutukan yang masuk ke keris tersebut, dan terbukti keris tersebut mempunyai tuah seperti maksud dari kutukan empu Gandring. 2. Pamor Adalah sebuah bentuk ilustrasi atau gambar yang muncul dipermukaan bilah keris, nama-nama pamor sangat banyak dan beragam sesuai bentuk dan kemiripannya dengan alam, sebagai contoh; Pamor Beras Wutah, Pamor Sasa Sakler, Pamor Blarak Ngirid, Pamor Udan Mas dan lain sebagainya. Terdapat beberapa jenis pamor yang memang mempunyai tuah yang kurang baik antara lain : a. Pamor Dingkiling atau Cengkiling, tuahnya buruk bagi yang sudah berumah tangga. Sering ruwet, cekcok dan tidak tentram bahkan bisa jadi rumah tangganya akan bubar. b. Pamor Yoga Pati : angsarnya anak pemilik pusaka sering sakit sakitan, bahkan meninggal dunia. c. Pamor Tundung : tergolong pamor yang buruk tuahnya. Si pemilik akan sering pindah rumah atau diusir oleh sesuatu sebab. Rumah tangga tidak tenteram dan dijauhi rejeki. d. Pamor Endas Baya : tuahnya buruk, si pemilik sering dapat musibah karena tingkah lakunya sendiri atau siapapun pemakainya akan selalu sial. e. Pamor Badaela : tuahnya buruk, ada yang menyebut pamor Bebala. Sebaiknya dilarung saja sebab pemiliknya akan kena pindah, dicurigai serta menerima akibat buruk pekerjaan orang lain 3. Ada beberapa pusaka yang pemilih, maksudnya pusaka ini HANYA COCOK pada orang-orang tertentu saja, sehingga kalau tidak cocok dengan seseorang yang memilikinya, maka akan menjadikan pemiliknya tidak nyaman atau tidak tenteram dalam berbagai kehidupan. Pusaka ini biasa tersirat pada pamor atau juga dhapur pusakanya. Sebagai contoh sebuah keris dhapur Kebo Lajer adalah keris untuk para petani dan peternak maka tidak akan cocok atau tidak sesuai jika dimiliki oleh seorang pejabat. Demikian sebaliknya Keris Dhapur Sangkelat adalah keris untuk para petinggi tidak akan cocok untuk petani. 4. Pusaka yang sudah cacat atau tidak WUTUH juga mempunyai pengaruh kurang baik pada pemiliknya, seperti pegat waja, pugut / putus , Nyangkem kodok, Randa beser dan sudah terlalu aus sehingga sudah tidak terbentuk lagi sebagai pusaka. Hal ini dapat digambarkan seperti mobil jika remnya sudah tidak ada maka mobil tersebut akan sangat membahayakan bagi yang mengendarainya. Muncul pertanyaan “Keris yang tidak cocok tersebut harus dikemanakan ?“, Bila keris tersebut cacat maka bisa dibetulkan oleh seorang empu dimasa sekarang masih ada empu yang dapat memperbaiki keris yang cacat atau rusak tepatnya di kota Solo atau Jogyakarta, tapi ada juga yang rela keris-keris tersebut dilarung ke sungai tapi ini adalah suatu tindakan yang keliru, karena keris tersebut adalah juga suatu karya yang adiluhung maka sebaiknya diserahkan ke Museum. Jika sampai hilang dari Nusantara, maka untuk studi penelaahan keris akan menemui hambatan sebab banyak keris yang hilang karena dilarung. Walau keris itu kurang cocok alangkah baiknya jika diserahkan ke museum, biar negara yang menampung dan merawatnya agar budaya adiluhung kita tidak hilang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, semua hasil karya manusia yang gagal atau salah dalam perhitungan, pengerjaan atau perencanaan akibatnya akan dapat membahayakan manusia, jadi tidak hanya keris. Jembatan, rumah, toko, gedung juga memiliki pengaruh yang tidak baik bagi yang menempati atau memiliki jika terdapat kegagalan dalam proses pembuatannya. intinya jika sesuatu hal itu dirancang dan dikerjakan dengan perencanaan yang matang, hati yang baik dan iklas maka hasilnya juga akan baik. Diposkan oleh Griya Keris Prasena di 22.09 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest KEKUATAN SIMBOLIK DHAPUR 1. Mengenal Ricikan KERIS. Nama-nama keris yang benar sesuai yang tercantum dalam arsip keraton dalam Buku yang bernama SERAT CENTINI BAB II yang ditulis oleh salah seorang pujangga yang bernama R. Ngabehi Ronggowarsito pada tahun 1675. Keris yang ada di nusantara ini sangat banyak dan beragam, masing-masing memiliki nama yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, bahkan satu daerah dengan daerah lain memiliki nama yang berlainan untuk satu keris yang sama. Nama - nama keris tersebut memiliki beberapa tingkatan antara lain keris yang dibuat pada sebelum abad ke 10 diberi gelar Sang, keris yang dipakai sebagai pusaka keraton diberi gelar Kanjeng Kyai, keris yang dipakai oleh masyarakat umum diberi gelar Kyai dan keris yang dibuat oleh seorang Empu dan bukan dari idenya sendiri tapi dari ide Empu sebelumnya diberi gelar DHAPUR. Jenis keris pun ada bermacam-macam ada yang Lurus dan ada yang berlekuk. Untuk yang Luk (Istilah keris berlekuk) mulai dari luk 3 sampai luk 29, bisa dibayangkan nama-nama keris yang ada pasti ada ribuan. Untuk bisa mengetahui berbagai nama keris kita harus mengetahui dahulu ricikan-ricikan atau ornamen yang terdapat pada sebuah keris. Sebuah keris pastilah memiliki ricikan sebagai dasar untuk menentukan nama dhapur keris tersebut. Berikut ini adalah contoh beberapa nama dhapur keris dengan ricikannya : 1. Dhapur Tilam Upih dengan ricikan keris Lurus, terdapat pijetan dan tikel alis. 2. Dhapur Pudak Jangkung dengan ricikan keris Luk tiga, terdapat pijetan dan tikel alis, pudak sategal dan sraweyan. 3. Dhapur Pendawa Cinarita dengan riicikan Luk 5, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua, sogokan dua, sraweyan dan greneng. 4. Dhapur Sempana dengan ricikan Luk 7, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dan greneng. 5. Dhapur Carang Soka dengan ricikan Luk 9, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua, sogokan dua, sraweyan dan greneng. 6. Dhapur Sabukinten dengan ricikan Luk 11, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah , sogokan dua, sraweyan dan greneng. 7. Dhapur Sengkelat dengan ricikan Luk 13, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua, sogokan dua, sraweyan, ripandan, dan greneng. Contoh dhapur diatas memberikan tanda bahwa detail sebuah dhapur keris itu berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Dhapur untuk keris lurus ada 440 buah, luk 3, luk 5, luk 7, luk 9, luk 11, luk 13, luk 15, luk 17, luk 19, luk 21, luk 23, luk 25, luk 27, dan luk 29, jika semua dijumlahkan mungkin ribuan keris. Jadi jika kita memiliki sebuah keris haruslah sangat berhati-hati dalam menentukan nama dhapurnya, tidak perlu bingung dan tergesa-gesa karena nama-nama dhapur banyak terdapat pada buku-buku keris. Dengan mengetahui nama dhapur sebuah keris kita dapat memprediksi apa sebenarnya maksud dan tujuan keris itu dipesan dan dibuat. 2. Berbagai macam DHAPUR Keris. Bentuk bilah keris terdiri atas ratusan dhapur (lihat Istilah Keris) Dari yang ratusan itu bisa dibagi menjadi dua golongan besar, yakni bilah keris yang lurus, dan yang memakai luk. Dhapur Keris Lurus : 1. Betok 2. Brojol 3. Tilam Upih atau Tilam Petak 4. Jalak 5. Panji Nom 6. Jaka Upa atau Jaga Upa 7. Semar Betak 8. Regol 9. Karna Tinanding 10. Kebo Teki 11. Kebo Lajer 12. Jalak Nguwuh atau Jalak Ruwuh 13. Sempaner atau Sempana Bener 14. Jamang Murub 15. Tumenggung 16. Patrem 17. Sinom Worawari 18. Condong Campur 19. Kalamisani 20. Pasopati 21. Jalak Dinding 22. Jalak Sumelang Gandring 23. Jalak Ngucup Madu 24. Jalak Sangu Tumpeng 25. Jalak Ngore 26. Mundarang atau Mendarang 27. Yuyurumpung 28. Mesem 29. Semar Tinandu 30. Ron Teki atau Roning Teki 31. Dungkul 32. Kelap Lintah 33. Sujen Ampel 34. Lar Ngatap atau Lar Ngantap 35. Mayat atau Mayat Miri (ng) 36. Kanda Basuki 37. Putut dan Putut Kembar 38. Mangkurat 39. Sinom 40. Kala Muyeng atau Kala Munyeng 41. Pinarak 42. Tilam Sari 43. Jalak Tilam Sari 44. Wora-wari 45. Marak 46. Damar Murub atau Urubing Dilah 47. Jaka Lola 48. Sepang 49. Cundrik 50. Cengkrong 51. Nagapasa atau Naga Tapa 52. Jalak Ngoceh 53. Kala Nadah 54. Balebang 55. Pedak Sategal 56. Kala Dite 57. Pandan Sarawa 58. Jalak Barong atau Jalak Makara 59. Bango Dolog Leres 60. Singa Barong Leres 61. Kikik 62. Mahesa Kantong 63. Maraseba. Dhapur Keris Luk Tiga : 1. Jangkung Pacar 2. Jangkung Mangkurat 3. Mahesa Nempuh 4. Mahesa Soka 5. Segara Winotan atau Jaladri Winotan 6. Jangkung 7. Campur Bawur 8. Tebu Sauyun 9. Bango Dolog 10. Lar Monga atau Manglar Monga 11. Pudak Sategal Luk 3 12. Singa Barong Luk 3 13. Kikik luk 3 14. Mayat 15. Jangkung 16. Wuwung 17. Mahesa Nabrang 18. Anggrek Sumelang Gandring Dhapur Keris Luk Lima : 1. Pandawa 2. Pandawa Cinarita 3. Pulanggeni 4. Anoman 5. Kebo Dengen atau Mahesa Dengen 6. Pandawa Lare 7. Pundak Sategal Luk 5 8. Urap-urap 9. Nagasalira atau Naga Sarira 10. Naga Siluman 11. Bakung 12. Rara Siduwa atau Lara Siduwa atau Rara Sidupa 13. Kikik Luk 5 14. Kebo Dengen 15. Kala Nadah Luk 5 16. Singa Barong Luk 5 17. Pandawa Ulap 18. Sinarasah 19. Pandawa Pudak Sategal Dhapur Keris Luk Tujuh : 1. Crubuk atau Carubuk 2. Sempana Bungkem 3. Balebang Luk 7 4. Murna Malela 5. Naga Keras 6. Sempana Panjul atau Sempana Manyul 7. Jaran Guyang 8. Singa Barong Luk 7 9. Megantara 10. Carita Kasapta 11. Naga Kikik luk 7 Dhapur Keris Luk Sembilan : 1. Sempana 2. Kidang Soka 3. Carang Soka 4. Kidang Mas 5. Panji Sekar 6. Jurudeh 7. Paniwen 8. Panimbal 9. Sempana Kalentang 10. Jaruman 11. Sabuk Tampar 12. Singa Barong Luk 9 13. Buta Ijo 14. Carita Kanawa Luk 9 15. Kidang Milar 16. Klika Benda Dhapur Keris Luk Sebelas : 1. Carita 2. Carita Daleman 3. Carita Keprabon 4. Carita Bungkem 5. Carita Gandu 6. Carita Prasaja 7. Carita Genengan 8. Sabuk Tali 9. Jaka Wuru 10. Balebang Luk 11 12. Sempana Luk 11 13. Santan 14. Singa Barong Luk 11 15. Naga Siluman Luk 11 16. Sabuk Inten 17. Jaka Rumeksa atau Jaga Rumeksa Dhapur Keris Luk Tigabelas : 1. Sengkelat 2. Parung Sari 3. Caluring 4. Johan Mangan Kala 5. Kantar 6. Sepokal 7. Lo Gandu atau Lung Gandu 8. Naga sasra 9. Singa Barong Luk 13 10. Carita Luk 13 11. Naga Siluman Luk 13 12. Mangkunegoro 13. Bima Kurda Luk 13 14. Karawelang Luk 13 atau Kala Welang 15. Bima Kurda Luk 13 16. Naga Siluman Luk 13 Dhapur Keris Luk Limabelas : 1. Carang Buntala 2. Sedet 3. Ragawilah 4. Raga Pasung 5. Mahesa Nabrang atau Kebo Nabrang 6. Carita Buntala Luk 15 Dhapur Keris Luk Tujuhbelas : 1. Carita Kalentang 2. Sepokal Luk 17 3. Lancingan atau Kancingan atau Cancingan 4. Ngamper Buta Dhapur Keris Luk Sembilanbelas : 1. Trimurda 2. Karacan 3. Bima Kurda Luk 19 Dhapur Keris Luk Duapuluh Satu : 1. Kala Tinanding 2. Trisirah 3. Drajid Dhapur Keris Luk Duapuluh Lima : 1. Bima Kurda Luk 25 Dhapur Keris Luk Duapuluh Tujuh : 1. Tagawirun Dhapur Keris Luk Dupuluh Sembilan : 1. Kala Bendu Luk 29 Di Pulau Jawa, keris yang luknya limabelas atau lebih, digolongkan sebagai keris Kalawijan atau Palawijan. Dulu, keris kalawijan ini diberikan pada orang-orang yang berbeda dengan orang yang normal, yakni orang yang eksentrik, yang terlalu pintar, yang punya kelebihan, atau yang punya kekurangan. Untuk bisa membedakan dhapur keris yang satu dengan lainnya, orang perlu lebih dahulu memahami berbagai komponen atau ricikan keris. Tanpa tahu dan faham benar mengenai ricikan keris, mustahil orang bisa mengetahui atau menentukan nama dhapur keris. 3. DHAPUR Keris dan Kekuatan Simboliknya Orang Jawa menafsirkan bentuk dari bilah keris itu bukan sekedar untuk memberikan sajian tentang kekuatan (fisik) dan keindahan (artistik) belaka. Pada kehadiran simboliknya juga mengandung makna-makna yang mendalam, dengan pesan-pesan moral dan etika tertentu. Sebagian masyarakat memiliki keyakinan, justru dengan kandungan yang maknawiyah tersebut maka keris memiliki nilai-nilai pedagogis, dan secara terus menerus dianggap akan memiliki relevansi untuk diwariskan kepada generasi yang, lebih muda, meski keris tidak lagi menjadi senjata utama yang diperlukan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Makna yang mendalam dan pesan-pesan moral serta etika. tersebut, dianggap sebagai suatu bagian dari pemikiran orang Jawa terhadap kebudayaannya, yang dahulunya merupakan bagian dari wacana kebudayaan yang dikembangkan oleh para waliyullah di tanah Jawa, terutama Sunan Kalijaga di Kadilangu. Mengenai bentuk keris beserta tafsir kultural terhadap makna simboliknya, pada masa-masa yang lebih kemudian menjadi bagian dari pengajaran tentang dunia keris, yang sejak jaman Mataram selalu diajarkan kepada masyarakat oleh para pujangga atau lurahing empu. Termasuk di antaranya tokoh semacam Ki Nom Mataram, Pangeran Wijil (II) di Kartasura, dan oleh tim keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, Hamengkunagara (III) (Susuhunan Pakoe Boewana V) sebagaimana dituliskan sebagai salah satu bahan pembahasan di dalam Suluk Tambangraras atau Serat Centhini. Di dalam pada itu, unsur-unsur yang melekat dan bagan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keris, dicandra dan ditafsirkan melalui kandungan pesan-pesannya yang bernuansa Moral dan Etik yang kuat, terutama di dalam kaitan dengan kesinambungan wilayah kehidupan mikrokosmos (jagad kecil) dan makrokosmos (jagad besar). BEBERAPA PHILOSOFI DHAPUR a. Philosofi Dhapur BROJOL Dhapur Brojol, sebagaimana dhapur keris lainnya merupakan suatu karya yang mempunyai muatan spiritual berupa ajaran-ajaran hidup. Secara terminology, brojol memang identik dan terkait dengan masalah kelahiran. Brojol merupakan ungkapan peristiwa kelahiran jabang bayi ke dunia.. Keris berdhapur brojol, sebagai simbol kelahiran bayi sebenarnya bukan pada proses kelahiran itu sendiri (mbrojol-lahir) yang akan disampaikan, akan tetapi ditujukan pada kesucian jabang bayi yang baru dilahirkan, yaitu fitrah manusia. Bayi yang dilahirkan tentunya sangatlah polos dan bersih. Pesan yang ingin disampaikan oleh empu melalui keris dhapur brojol adalah agar manusia dapat dilahirkan kembali secara spiritual, disucikan, atau kembali ke fitrah atau “Born Again”. Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang diajarkan agama. Pijetan menunjukkan kelapangan hati, Gandik polos menunjukkan ketabahan Dhapur Brojol mempunyai ricikan Pijetan yang merupakan symbol dari kelapangan hati. Gandik polos merupakan simbol ketabahan dalam menjalani hidup. Kelapangan hati terhadap sesuatu yang diperoleh, khususnya terhadap keadaan yang tidak menyenangkan hati. Fitrah manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan percaya pada kekuasaan dan takdir Tuhan. Namun demikian, orang harus wajib berikhtiar, harus berusaha semampunya (wiradat). Namun usaha tersebut perlu dijalani sewajarnya, ora ngoyo atau memaksakan diri diluar batas kemampuannya, melanggar ajaran agama dan merugikan orang lain. Orang yang hidup ngoyo dan neko-neko (bertingkah), cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, yang justru menjauhkan dirinya dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia. b. Philosofi Dhapur TILAM UPIH TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur. Diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dhapur tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. c. Philosofi Dhapur SABUK INTEN SABUK INTEN, merupakan salah satu dhapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau kemewahan. Dari aspek philosofi, dhapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha atau pedagang pada jaman dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada tahun 1970-an. d. Philosofi Dhapur SENGKELAT SENGKELAT, adalah salah satu dhapur keris yang sangat popular di masyarakat. Hal ini tidak lepas dari cerita di balik pembuatan keris Sengkelat, dimana bahan besinya terbuat dari cis (besi penggiring onta) milik Rasululloh SAW, pemberian Sunan AMPEL (versi lain mengatakan Sunan Kalijogo) kepada Empu Supo Mandrangi yang pada akhirnya dibuat menjadi Pusaka Keraton Majapahit dan diberi nama Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat. Keris dhapur Sengkelat merupakan keris Luk 13 yang banyak dipakai dan dimiliki oleh para pimpinan, petinggi dan pegawai pemerintahan guna menjaga stabilitas. Lambang dari keris Luk 13 adalah kestabilan dalam berbagai bidang. Kestabilan dapat diraih jika ketulusan dan kebijaksanaan ada pada hati pemiliknya. e. Philosofi Dhapur NAGASASRA NAGA SASRA, adalah salah satu nama Dhapur Keris Luk 13 dengan Gandik berbentuk kepala Naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Umumnya keris dhapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan lebih berwibawa. Keris Dhapur Naga Sasra berarti Ular yang jumlah sisiknya seribu (beribu-ribu) dan juga dikenal sebagai keris dhapur Sisik Sewu. Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai Penjaga. Oleh karena itu banyak kita temui pada pintu sebuah Candi ataupun hiasan lainnya yang dibuat pada jaman dahulu. Selain Penjaga, Naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. f. Philosofi Dhapur PULANG GENI PULANG GENI , merupakan salah satu dhapur keris yang populer dan banyak dikenal karena memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktifitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Dengan berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walaupun orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, Keris dhapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang. g. Philosofi Dhapur PANDAWA PANDAWA adalah Dhapur keris yang banyak terdapat dan dimiliki masyarakat. philosofi dari Dhapur Pandawa ini adalah tentang kehidupan bermasyarakat, maksudnya agar kita dapat mencontoh para tokoh Pandawa dalam pewayangan, antara lain : 1. Yudhistira : Tekun beribadah dan Jujur 2. Bima : Setia dan Perkasa 3. Arjuna : Lemah Lembut dan Sakti 4. Nakula : Pandai berdagang / berwirausaha 5. Sadewa : Pandai beternak / berolah pertanian. Selanjutnya tinggal kita ingin di posisi mana, yang sesuai dengan bidang kita. h. Philosofi Dhapur PUTHUT KEMBAR PUTHUT KEMBAR, oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umpyang. Padahal sesungguhnya Umpyang adalah nama seorang mPu, bukan nama dhapur keris. PUTHUT, dalam terminologi Jawa bermakna Cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari seorang Pandhita / mPu pada jaman dahulu. Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandhita. Juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan Gelungan di atas kepala, menunjukkan adat menyanggul rambut pada jaman dahulu. Bentuk wajah, walau samar tetapi masih terlihat jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dhapur Puthut mulanya dibuat oleh mPu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi inipun masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. i. Philosofi Dhapur SUMELANG Keris Lurus SUMELANG, dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain : gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dhapur Sumelang Gandring termasuk keris dhapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai Sumelang Gandring. j. Philosofi Dhapur JALAK NGORE Jalak adalah burung yang pandai dan rajin mencari makan, berkelakuan baik, mudah diberi pelajaran dan setia. Sedangkan Ngore berarti bersolek. Dhapur ini membawa pesan bahwa seseorang harus pandai memperindah kata-kata saat menguraikan kalimat untuk mencapai cita-cita. Tentunya agar dapat menguraikan kata-kata perlu belajar dan pengalaman yang memadai serta tidak menyakiti orang lain.. k. Philosofi Dhapur JALAK SANGUTUMPENG Jalak adalah burung yang pandai dan rajin mencari makan, berkelakuan baik, mudah diberi pelajaran dan setia. Sedangkan Sangutumpeng adalah suatu istilah tentang suatu pesan “bekal Selamat”. Tumpeng dalam tradisi masyarakat Jawa sebagai sarana mengucap syukur kepada Tuhan YME dalam acara selamatan. Dhapur ini membawa pesan bahwa seseorang harus pandai bersyukur dan menyikapi apa yang terjadi dengan penuh kearifan sehingga nantinya “bekal selamat” akan diperoleh di masa kini dan masa yang akan datang. l. Philosofi Dhapur KIDANG SOKA KIDANG SOKA, memiliki makna Kijang yang berduka. Bahwa hidup manusia akan selalu ada Duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. m. Philosofi Dhapur RAGA PASUNG RAGA PASUNG, atau Rangga Pasung memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai Upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME. n. Philosofi Dhapur BETHOK BROJOL BETHOK BROJOL, adalah keris dari tangguh Tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh Tua seperti Kediri/Singosari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan seperti keris dhapur Brojol. o. Philosofi Dhapur MEGANTORO Megantoro merupakan salah satu nama dhapur yang cukup terkenal dari sekian banyak dhapur dalam dunia perkerisan. Bentuk keris ini cukup unik karena keris ini dikategorikan sebagai keris berluk yaitu luk 7. Keunikan keris ini adalah luk hanya ada di bagian bawah dan luk yang ke 7 terlihat lurus sehingga terkesan keris ini terdiri dari dua bagian yaitu berluk dan lurus. Dalam khasanah bahasa Jawa Megantoro berasal dari dua kata yaitu Mego (Mega) yang berarti awan / angkasa raya dan Antoro bermakna luas tidak terbatas. Nilai falsafah dari Megantoro adalah agar si pemilik keris Megantoro dapat memiliki hati yang lapang selapang / seluas angkasa raya. Disisi lain masyarakat Jawa juga mengenal falsafah numerologi yaitu angka 7 dalam bahasa Jawa disebut PITU, yang kemudian dalam khasanah otak-atik gatok, sarwo dosok, dikenal pitu sebagai kependekan daripada kata Pitulungan yang berarti pertolongan bermaksud empu mengharapkan agar si pemilik keris selalu mendapatkan pertolongan daripada Yang Maha Kuasa dari sesama dan selalu selamat sentosa. VERSI LAIN MAKNA DHAPUR KERIS Berikut ini adalah pendapat lain mengenai beberapa pesan-pesan penilaian terhadap 30 macam bentuk dhapur keris yang dianggap memiliki pasemon-pasemon tertentu yakni : 1. Dhapur Tilamupih mengandung makna pasemon dunia pakerisan, jika seseorang telah mencintai keris sikapnya bagaikan orang yang mencintai seorang perempuan yang menjadi isterinya, dimana ingatan pikirnya selalu tertuju kepadanya. 2. Dhapur Brojol mengandung nasehat agar orang hanya menyampaikan suatu persoalan yang dapat dilaksanakan, tidak ngambra-ambra, dipertimbangan dengan bijak, serta tidak gampang obral janji; 3. Dhapur Jalak Tilamsari dimaksudkan sebagai penutup, maknanya agar orang selalu berada dalam sadar meski sedang tidur sekalipun, sehingga selalu dalam keadaan waspada; 4. Dhapur Jalak Dhindhing mengandung makna tentang hijab/kijab atau sekat, maksud tiga perkara itu, rahasianya dianggitlah, manusia itu yang pasti harus menyebut, Allah dengan Muhammad, ketiganya para rasul Allah; 5. Dhapur Jalak Sangu Tumpeng mengandung makna tempat keyakinan bahwa rejeki memang dari Allah, sehingga manusia itu jangan wancak kalbu, menjadi khawatir tidak memperolehnya karena Allah itu Maha Pemurah dan Pengasih; 6. Dhapur Jalak Ngore maknanya pikiran yang berjalan, sedang manusia tidak boleh terburu-nafsu dan sesuatu yang akan dilakukan harus terlebih dahulu dipikirkan secara sungguh-¬sungguh; 7. Dhapur Sangkelat mengandung maknanya nyala (kehidupan) hati, maksudnya adalah perilaku yang luhur, dimana pada setiap siang dan malam dalam keadaan apapun hendaknya kewaspadaan jangan sampai ditinggalkan; 8. Dhapur Carita mengandung pesan tentang pengetahuan yang benar, dimana kemampuan keilmuan membutuhan dukungan jaringan dari mereka yang lebih senior dan berpengalaman; 9. Dhapur Sabuktampar mengandung makna kuat tetapi tidak kentara, yakni bahwa rahasia kekuatan ditentukan oleh hati dan diri pribadi; 10. Dhapur Sabukinten mengandung makna suatu yang lebih berharga adalah hati dimana kemuliaan manusia akan ditentukan oleh dasar syariat dan etika yang baik; 11. Dhapur Sempana mengandung makna tentang cita-cita bahwa kejelasan dari suatu pengetahuan harus mampu melakukan prediksi dan perkiraan-perkiraan keadaan secara cerdas; 12. Dhapur Carangsoka mengandung makna tentang kecenderungan kerja, bahwa orang hendaknya dalam hidupnya diniatkan untuk menebar benih kebajikan; 13. Dhapur Pandhawa mengandung makna tentang jalan lima yang benar, bahwa rahasia kematian dari manusia terletak, dari hari pasarannya (Pon-Wage-Kliwon-Legi-Pahing); 14. Dhapur Pandhawa Cinarita mengandung makna tentang lima bentuk ajaran untuk dituakan, yakni menguasai pengetahuan, inderanya wening, bersikap sabar, narima, tidak bersikap murka; 15. Dhapur Kyai Semar Bethok mengandung makna sesuatu yang masih gelap harus dijelaskan, yang menuntut kewajiban manusia mencari kehidupan yang menghasilkan, namun tidak rucah dan melakukan pekerjaan yang tidak terhormat; 16. Dhapur Semar Tinandhu mengandung menghilangkan kegelapan dengan amalan, bahwa perasaan manusia dalam hidup jangan kosong, dan harus memiliki simpanan ilmu agar selamat; 17. Dhapur Semar Angujiwat mengandung maknanya tentang sikap optimis dengan selalu mengingat kebenaran, sehingga dalam segala kehendaknya, manusia tidak tergesa-gesa dengan hati yang terang dan sikap yang sareh sehingga langkahnya tepat; 18. Dhapur Pandhawa Rarya mengandung makna lima persoalan hati (merah, hitam, putih, kuning, hijau), dimana hidup manusia jangan hanyut ke dalam sikap yang melanggar kelima persoalan itu; 19. Dhapur Sempana Blandhong mengandung makna pandangan yang jernih sehingga maneges manekung, manusia dalam berkehendak harus didasarkan pandangan yang tajam (bersikap) meneb tanpa hati yang tergesa, sehingga cita--citanya tercapai; 20. Dhapur Sempana Kinjeng mengandung makna hidup itu bagaikan mimpi, yang pada akhirnya manusia itu akan mengalami kematian; 21. Dhapur Condhong Campur mengandung makna ketajaman hati, dimana manusia harus mampu menyatu dengan segala masalah, tidak kaku dan mengedepankan sikap terlihat baik; 22. Dhapur Campur Bawur mengandung makna kehendak yang pasti, bahwa manusia harus jumblah, kecederungan mengawinkan pikirannya dengan Gusti, bagaikan bercampurnya tembaga emas menjadi suwasa yang murni; 23. Dhapur Pudhak Sategal mengandung makna adalah bentuk yang jadi bahwa, pikiran manusia akan muncul secara spontan karena tidak banyak artinya kalau terlambat; 24. Dhapur Carubuk mengandung makna momot bakuh pengkuh, dimana manusia hendaknya jangan menghindari tantangan dengan memilih yang baik-baik dan menolak yang jelek; 25. Dhapur Sadak mengandung makna kenceng kumandel, agar manusia tidak selalu mengubah-ubah sikapnya hanya karena dorongan nafsu karena akan mengikis kepercayaan dari sesamanya; 26. Dhapur Rara Siduwa mengandung makna tentang manusia yang sering khilaf, agar dirinya selalu menjaga agar tidak selingkuh; 27. Dhapur Kebo Dhengdheng mengandung makna tentang sesuatu yang enak karena meresap, agar manusia mampu komunikasi dengan enak, mudah dan diterima oleh sesamanya; 28. Dhapur Putri Sinaroja mengandung makna untuk saling melengkapi, dimana manusia itu bermacam-macam, tidak ada yang persis sama dan selalu ada saja bedanya; 29. Dhapur Karno Tinandhing mengandung makna sebanding, dimana manusia dituntut untuk selalu mencari pengetahuan tanpa akhir; 30. Dhapur Tebu Sauyun mengandung makna tentang tindakan terpuji, dimana manusia hendaknya bersikap jujur dengan cita-rasa yang sama dan tidak selalu ingin menang sendiri. 4. Dhapur KERIS dan kesesuaiannya dengan WUKU Dalam dunia modern kita mengenal adanya ilmu Astrologi (Horoscope) yang membagi kelahiran seseorang berdasarkan Rasi Bintang, seperti Gemini, Cancer, Aries dan sebagainya. Demikian halnya dengan masyarakat Jawa yang mengenal WUKU kelahiran seseorang yang terbagi menjadi 30 Wuku yang diambil dari Epos Prabu Watugunung dengan 2 orang isteri dan 27 orang anaknya. Pembagian Wuku tersebut selain untuk mengetahui watak dan karakter dasar seseorang berdasarkan kelahirannya, juga dipercaya untuk melihat kesesuaian Dhapur Keris yang cocok untuk setiap wuku yang ada. Selengkapnya pembahasan masalah Wuku dan Dhapur Keris adalah sebagai berikut : 1. Wuku Sinta. Dewanya Sanghyang Batara Yamadipati = wataknya seperti raja dan pendita, banyak kemauan, keras, cepat bahagia, bakat kaya harta benda. Memanggul tunggul = mudah mendapatkan kesenangan hidup. Kaki belakang direndam dalam air = perintahnya panas didepan dingin belakang. Pohonnya : Kendayakan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burungnya : Gagak = mengerti petunjuk gaib. Gedungnya di depan = memperlihatkan simbol kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 2. Wuku Landep. Dewanya Sanghyang Batara Mahadewa = bagus rupanya, terang hatinya, gemar bersemadi. Kakinya direndam dalam air = perintahnya keras didepan dingin dibelakang, kasih sayang. Pohonnya : Kendayakan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burungnya : Atat kembang (kakatua) = jadi kesukaan para agung, jika menghambakan diri jadi kesayangan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 3. Wuku Wukir. Dewanya Sanghyang Batara Mahayekti = besar hatinya, menghendaki lebih dari sesama. Tunggulnya : didepan = selalu beruntung, kariernya lancar, akhirnya hidup senang. Menghadapi air di bokor besar = baik budi pekertinya, menghormati orang lain. Pohonnya : Nagasari = bagus rupaya, sopan-santun, jika bekerja dicintai oleh pimpinan. Burungnya : Manyar = tak mau kalah dengan sesama, dapat mengerjakan segala pekerjaan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 4. Wuku Kurantil. Dewanya Sanghyang Batara Langsur = pemarah. Memanggul tunggul = akhirnya mendapat kesenangan hidup. Air dalam bokor besar disebelah kiri = serong hatinya, sering iri hati. Pohonnya : Ingas = tak dapat untuk berlindung, karena panas. Burungnya : Salindita = lincah / tangkas. Gedungnya terbalik di depan = boros. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 5. Wuku Tolu. Dewanya Sanghyang Batara Bayu = dapat menyenangkan hati orang lain, kalau marah berbahaya, tak dapat dicegah, Tunggulnya : dibelakang = kebahagiannya terdapat dibelakang hari. Pohonnya : Wijayamulya (Gaharu) = sangat indah rupanya, tajam roman mukanya, tinggi adat-istiadatnya, teliti, suka pada kesunyian, selamat hatinya. Burungnya : Branjangan = ringan tangan, cepat bekerjanya. Gedungnya di depan = suka memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 6. Wuku Gumbreg. Dewanya Sanghyang Batara Cakra = keras budinya, segala yang dikehendakinya segera tercapai, tak mau dicegah, pengasih. Kaki sebelah yang di depan direndam dalam air = perintahnya dingin didepan, panas di belakang. Pohonnya : Beringin = jadi pelindung keluarganya, budinya tinggi. Burungnya : Ayam hutan = liar, dicintai oleh para agung, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya di kiri = penyayang, tapi kalau sedang jengkel tidak.Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 7. Wuku Warigalit, Dewanya Sanghyang Batara Asmara = bagus rupanya,senang asmara, cemburuan, hatinya mudah tersentuh, Pohonnya : Sulastri = bagus rupanya, banyak yang cinta. Burungnya : Kepodang – gampang marah, cemburuan, tak suka berkumpul dengan orang banyak. Menghadapi Candi = Senang berprihatin, menyepi. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 8. Wuku Warigagung, Dewanya sanghyang Mahayekti = berat tanggungannya, berkeinginan. Tunggulnya : di belakang = rejekinya dibelakang hari. Pohonnya : cemara = ramah bicaranya, lemah lembut perintahnya dan dihormati. Burungnya : Betet = keras kemauannya, pandai mencari kehidupan. Gedungnya dua buah di muka dan di belakang = ikhlasnya hanya setengah, jiwanya labil. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 9. Wuku Julungwangi, Dewanya sanghyang Sambu = tinggi perasaannya, tidak boleh disamai. Tunggulnya : di depan = selalu beruntung, kariernya lancar, akhirnya hidup senang. Menghadap air di bokor = dermawan tetapi harus diperlihatkan, Pohonnya Cempaka = dicintai oleh orang banyak. Burungnya Kutilang = banyak bicara dan perkataannya dipercayai orang, dicintai para pembesar. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 10 Wuku Sungsang, Dewanya sanghyang Gana = pemarah, gelap hati. Pohonnya : Kayutangan = tak suka menganggur, keras budinya, suka kepada kepunyaan orang lain. Burungnya : Nuri = pemboros, jauh kebahagiaannya. Gedungnya terbalik di belakang = ikhlasan dengan tidak pakai perhitungan. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 11. Wuku Galungan, Dewanya Sanghyang Batara Kamajaya = teguh hatinya, dapat melegakan hati orang susah, cinta pada perbuatan baik, jauh kepada perbuatan jahat. Memangku air dalam bokor = suka bersedekah, pengasih, namun sedikit rejekinya. Pohonnya : Kayutangan = ringan tangan, keras budinya, gampang suka pada kepunyaan orang lain. Burungnya : Elang = gesit tingkahnya, pandai mencari nafkah. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 12. Wuku Kuningan, Dewanya Sanghyang Batara Indra = melebihi sesama, tinggi derajatnya. Pohonnya : Wijayakusuma = menghindari keramaian, punya kharisma tinggi, orang senang bergaul dengannya. Burungnya : Urang-urangan = lincah, cepat bekerjanya, lekas marah, mudah ngambek. Gedungnya di belakang, jendelanya tertutup = hemat, banyak perhitungan. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 13. Wuku Langkir, Dewanya Sanghyang Batara Kala menggigit bahunya sendiri = besar nafsunya, tidak sayang kepada badannya sendiri, yang melihat takut, buruk adat-istiadatnya, tidak mau menurut, murka, banyak larangan. Pohonnya : Ingas dan cemara tumbang = panas hati, tak boleh didekati orang. Burungnya Gagak = tanggap bisikan gaib. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 14. Wuku Mandasiyo, Dewanya Sanghyang Batara Brama, kuat budinya, pemarah, tak mau memberi ampun, jika marah tak dapat dicegah, tegaan. Pohonnya : Asam = kuat dan dicintai orang banyak, jadi pelindung sengsara. Burungnya : Platukbawang = rajin bekerja. Gedungnya tertutup di depan = hemat dan banyak rejekinya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 15. Wuku Julungpujud, Dewanya Sanghyang Batara Guritno, = suka kepada keramaian, suka berdandan, tersiar baik, mempunyai kedudukan yang lumayan, tidak pernah kekurangan uang. Menghadap bukit/gunung = besar kemauannya, tak suka diatasi, menghendaki memerintah. Pohonnya : Remuyuk = indah warnanya, tidak berbau, disukai orang. Burung : Emprit Jowan = besar kemauannya tetapi pikirannya sukar diduga orang, halus budinya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 16. Wuku Pahang, Dewanya Sanghyang Batara Tantra = perkataannya melebihi sesama, tidak sabaran menepati janji. Bokornya di sebelah kiri di belakangnya = suka jalan serong. Memanggul keris = kasar perkataannya, panas hati, suka bertikai. Pohonnya : Kendayaan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burung : Cucakrowo = banyak bicaranya. Gedung di depan = boros. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 17. Wuku Kuruwelut, Dewanya Sanghyang Batara Wisnu : tajam ciptanya, tinggi dan selamat budinya, melebihi sesama dewa. Memanggul : cakra = tajam hatinya, berhati-hati. Pohonnya : parijata = jadi pelindung dan besar kebahagiaannya. Burungnya : puter = jika berbicara mula-mula kalah, akhirnya menang, tidak pernah bohong, tidak suka terhadap perkataan yang remeh. Gedungnya di depan = memperlihatkan kekayaannya, angkuh dan tidak mau disepelekan. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 18. Wuku Mrakeh, Dewanya Sanghyang Batara Surenggana = tawakal hatinya, ingatannya kuat, berkesanggupan/optimis, berani kepada kesulitan. Tunggulnya membalik = cepat naik karier, lekas hidup senang. Pohonnya : Trengguli = buahnya tidak berguna. Tak mempunyai burung = tak boleh disuruh jauh, tentu mendapat bahaya. Gedungnya dipanggul = memperlihatkan pemberian. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 19. Wuku Tambir, Dewanya Sanghyang Batara Syiwa = lahir dan batinnya terkadang berlainan, egois dan senang pamer. Pohonnya : Upas = bukan tempat perlindungan, tajam perkataannya. Burungnya : prenjak = suka membuat isu, Gedungnya tiga tertutup semua = tidak dapat kaya hanya setengah-setengah saja. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 20. Wuku Madangkungan, Dewanya Sanghyang Batara Basuki : mengutamakan keberadaan, senang melihat orang lain sengsara, keinginannya aneh-aneh dan sukar menemukan jati diri. Pohonnya : plasa = terhormat didaerah sendiri, sedang di kota tidak berarti apa-apa. Burungnya : pelung = suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya di atas = mendewa-dewakan kekayaannya, hemat. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 21. Wuku Maktal, Dewanya Sanghyang Batara Sakti = berbudi teguh, lurus hatinya, optimis, gesit berkarya, baik pekerjaannya, kata-katanya enak didengar. Pohonnya : nagasari = bagus rupanya, lemah lembut tutur katanya, dicintai oleh pembesar. Burungnya : ayam hutan = suka tinggal ditempat sunyi, sukses dalam karier, banyak tanda-tandanya akan mendapat bahagia,. Gedungnya ditumpangi tunggul = kaya benda dan dihormati/berwibawa. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 22. Wuku Wuyu, Dewanya Sanghyang Batara Kuwera = mudah tersinggung, mudah ngambek, senang menyendiri, senang beramal, kata-katanya tegas dan tidak dapat menabung. Memasang keris terhunus disebelah kaki = waspada dan tajam hatinya. Pohonnya : Tal = panjang umurnya, besar tanda kebahagiannya, pemberani, kuat dan tetap hatinya. Burungnya : Gagak = tak suka kepada keramaian, tanggap gaib. Gedungnya terlentang di depan = pengasih tapi pemboros. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 23. Wuku Manahil, Dewanya Sanghyang Batara Citragatra = menjunjung diri sendiri, dapat berkumpul ditempat ramai, bakat angkuh, selalu bersedia-sedia untuk membela diri. Air di bokor di belakangnya = halus perintahnya, tetapi tidak menghargai bawahan. Memangku tombak terhunus = waspada dan tajam hatinya. Pohonnya : Tegaron = liat hatinya, semangat perjuangan hidupnya tinggi. Burungnya : Sepahan = liar budinya, tajam pikirannya / perasa. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 24. Wuku Prangbakat, Dewanya Sanghyang Batara Bisma = pemarah, tangkas, pemalu, memperlihatkan watak prajurit, menghendaki jadi pemimpin orang, lurus pembicaraannya, segala yang dikehendaki tak ada sukarnya. Kakinya kanan direndam dalam air bokor = perintahnya dingin di depan panas di belakang. Pohonnya : Tirisan = panjang umurnya, cukup rejekinya, agak angkuh. Burungnya : urang-urangan = cepat kerjanya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 25. Wuku Bala, Dewanya Sanghyang Batari Durga = suka berbuat huru-hara,membuat berita, jahil, suka bercampur dengan kejahatan, tak ada yang ditakuti, pandai sekali bertindak jahat. Pohonnya : cemara = ramai bicaranya, lemah lembut perintahnya dan dihormati. Burungnya : Ayam hutan = liar budinya, dicintai oleh pembesar, tinggi budinya, banyak tanda-tanda akan mendapat bahagia, suka tinggal ditempat yang sunyi. Gedungnya di depan = senang memperlihatkan kekayaannya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 26. Wuku Wugu, Dewanya Sanghyang Batara Singajalma = banyak akal, lekas mengerti, cerdas, baik budinya, tetapi tidak senang diingkari janji. Pohonnya : Wuni sedang berbuah = siapa yang melihat bagaikan mengidam, akan tetapi setelah dimakan sering dicela. Banyak rejekinya. Burungnya : Kepodang = pamer, cemburuan, tidak suka berkumpul. Gedungnya tertutup di belakang = hemat dan hati-hati membelanjakan uangnya. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 27. Wuku Wayang, Dewanya Sanghyang Batari Sri = banyak rejekinya, bakti, teliti, dingin perintahnya dicintai oleh orang banyak. Bokor berisi air di depan dan duduk di atasnya = sejuk hatinya, sabar, rela hati, akan tetapi harus diperlihatkan pemberiannya. Pasang keris terhunus = perintahnya mudah didepan, sukar dibelakang. Pohonnya = Cempaka = dicintai oleh orang banyak. Burungnya = Ayam hutan = dicintai oleh pembesar, liar budinya, berbakat angkuh, senang tinggal ditempat yang sunyi. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 28. Wuku Kulawu, Dewanya Sanghyang Batara Sadana = kuat budinya, besar harapannya, menarik dalam pergaulan, pemboros senang nraktir, bagi laki-laki suka berpoligami. Duduk di bokor berisi air ditepi kolam = sejuk hatinya, dingin perintahnya. Membelakangi senjata tajam = pikirannya terdapat dibelakang, kurang pandai. Pohonnya: Tal = panjang umurnya, besar harapannya, kuat budinya. Burungnya : Nuri, boros, murka. Gedungnya di depan = senang memperlihatkan kekayaannya. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 29. Wuku Dukut, Dewanya Sanghyang Batara Sakri = keras hatinya, selalu was-was, rajin, tajam pikirannya, segala yang dilihatnya berhasrat dipunyainya. Pohonnya : Pandanwangi = tidak menonjol. Burungnya : Ayam hutan = dicintai oleh para pembesar, liar dan tinggi budinya, besar harapannya, suka tinggal ditempat sunyi. Membelakangi gedungnya = sangat hemat. Berhadapan dengan dua bilah keris terhunus = selalu siaga dan waspada, serta serba ingin tahu. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 30. Wuku Watugunung, Dewanya Sanghyang Batara Antaboga dan Batari Nagagini. Antaboga = senang tinggal alam untuk bertapa. Nagagini = gemar kepada asmara. Keduanya sangat gemar kebudayaan dan ilmu kebatinan. Menghadap Candi = suka bertapa ditempat yang sunyi, gemar bersemedi dan mempelajari ilmu kebatinan. Pohonnya : Wijayakusuma = rupawan, tinggi budinya, tidak suka pada keramaian, terlihat angkuh, teliti. Burungnya : Gogik = cemburuan, mudah tersinggung dan tidak senang di tempat yang ramai. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. Demikian tadi beberapa ulasan tentang Dhapur Keris dan berbagai pesan simboliknya, sekarang berpulang kembali kepada para pembaca, Dhapur apa yang paling cocok untuk disimpan (dikoleksi). Diposkan oleh Griya Keris Prasena

SEJARAH KERAJAAN BANGKALAN Bangkalan berasal dari kata “bangkah” dan ”la’an” yang artinya “mati sudah”. Istilah ini diambil dari cerita legenda tewasnya pemberontak sakti Ki Lesap yang tewas di Madura Barat. Menurut beberapa sumber, disebutkan bahwa Raja Majapahit yaitu Brawijaya ke V telah masuk Islam (data kekunoan di Makam Putri Cempa di Trowulan, Mojokerto). Namun demikian siapa sebenarnya yang dianggap Brawijaya ke V. Didalam buku “Madura en Zijin Vorstenhuis” dimuat antara lain Stamboon van het Geslacht Tjakradiningrat. Dari Stamboon tersebut tercatat bahwa Prabu Brawijaya ke V memerintah tahun 1468–1478. Dengan demikian, maka yang disebut dengan gelar Brawijaya ke V (Madura en Zijin Vorstenhuis hal 79) adalah Bhre Kertabhumi dan mempunyai 2 (dua) orang anak dari dua istri selir. Dari yang bernama Endang Sasmito Wati melahirkan Ario Damar dan dari istri yang bernama Ratu Dworo Wati atau dikenal dengan sebutan Putri Cina melahirkan Lembu Peteng. Selanjutnya Ario Damar (Adipati Palembang) mempunyai anak bernama Menak Senojo. Menak Senojo tiba di Proppo Pamekasan dengan menaiki bulus putih dari Palembang kemudian meneruskan perjalannya ke Barat (Bangkalan). Saat dalam perjalanan di taman mandi Sara Sido di Sampang pada tengah malam Menak Senojo mendapati banyak bidadari mandi di taman itu, oleh Menak Senojo pakaian salah satu bidadari itu diambil yang mana bidadari itu tidak bisa kembali ke kayangan dan akhirnya jadi istri Menak Senojo. Bidadari tersebut bernama Nyai Peri Tunjung Biru Bulan atau disebut juga Putri Tunjung Biru Sari. Menak Senojo dan Nyai Peri Tunjung Biru Bulan mempunyai anak Ario Timbul. Ario Timbul mempunyai anak Ario Kudut. Ario Kudut mempunyai anak Ario Pojok. Sedangkan di pihak Lembu Peteng yang bermula tinggal di Madegan Sampang kemudian pindah ke Ampel (Surabaya) sampai meninggal dan dimakamkan di Ampel, Lembu Peteng mempunyai anak bernama Ario Manger yang menggantikan ayahnya di Madegan Sampang. Ario Manger mempunyai anak Ario Pratikel yang semasa hidupnya tinggal di Gili Mandangin (Pulau Kambing). Dan Ario Pratikel mempunyai anak Nyai Ageng Budo. Nyai Ageng Budo inilah yang kemudian kawin dengan Ario Pojok. Dengan demikian keturunan Lembu Peteng menjadi satu dengan keturunan Ario Damar. Dari perkawinan tersebut lahirlah Kiai Demang yang selanjutnya merupakan cikal bakal Kota Baru dan kemudian disebut Plakaran. Jadi Kiai Demang bertahta di Plakaran Arosbaya dan ibukotanya Kota Baru (Kota Anyar) yang terletak disebelah Timurdaya Arosbaya. Dari perkawinannya dengan Nyai Sumekar mempunyai 5 (lima) orang anak yaitu : 1. Kiai Adipati Pramono di Madegan Sampang. 2. Kiai Pratolo disebut juga Pangeran Parambusan. 3. Kiai Pratali atau disebut juga Pangeran Pesapen . 4. Pangeran Paningkan disebut juga dengan nama Pangeran Suka Sudo . 5. Kiai Pragalbo yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Plakaran karena bertahta di Plakaran, setelah meninggal dikenal sebagai Pangeran Islam Onggu'. Namun perkembangan Bangkalan bukan berasal dari legenda ini, melainkan diawali dari sejarah perkembangan Islam di daerah itu pada masa pemerintahan Panembahan Pratanu yang bergelar Lemah Dhuwur. Beliau adalah anak Raja Pragalba, pendiri kerajaan kecil yang berpusat di Arosbaya, sekitar 20 km dari kota Bangkalan ke arah utara. Panembahan Pratanu diangkat sebagai raja pada 24 Oktober 1531 setelah ayahnya, Raja Pragalba wafat. Jauh sebelum pengangkatan itu, ketika Pratanu masih dipersiapkan sebagai pangeran, dia bermimpi didatangi orang yang menganjurkan dia memeluk agama Islam. Mimpi ini diceritakan kepada ayahnya yang kemudian memerintahkan patih Empu Bageno untuk mempelajari Islam di Kudus. Perintah ini dilaksanakan sebaik-baiknya, bahkan Bageno bersedia masuk Islam sesuai saran Sunan Kudus sebelum menjadi santrinya selama beberapa waktu lamanya. Ia kembali ke Arosbaya dengan ilmu keislamannya dan memperkenalkannya kepada Pangeran Pratanu. Pangeran ini sempat marah setelah tahu Bageno masuk Islam mendahuluinya. Tapi setelah dijelaskan bahwa Sunan Kudus mewajibkannya masuk Islam sebelum mempelajari agama itu, Pangeran Pratanu menjadi maklum. Setelah ia sendiri masuk Islam dan mempelajari agama itu dari Empu Bageno, ia kemudian menyebarkan agama itu ke seluruh warga Arosbaya. Namun ayahnya, Raja Pragalba, belum tertarik untuk masuk Islam sampai ia wafat dan digantikan oleh Pangeran Pratanu. Perkembangan Islam itulah yang dianut oleh pimpinan di Kabupaten Bangkalan ketika akan menentukan hari jadi kota Bangkalan, bukan perkembangan kekuasan kerajaan di daerah itu. Jauh sebelum Pangeran Pratanu dan Empu Bageno menyebarkan Islam, sejumlah kerajaan kecil di Bangkalan. Diawali dari Kerajaan Plakaran yang didirikan oleh Kyai Demang dari Sampang. Yang diperkirakan merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit yang sangat berpengaruh pada saat itu. Kyai Demang menikah dengan Nyi Sumekar, yang diantaranya melahirkan Raden Pragalba. Pragalba menikahi tiga wanita. Pratanu adalah anak Pragalba dari istri ketiga yang dipersiapkan sebagai putera mahkota dan kemudian dikenal sebagai raja Islam pertama di Madura. Pratanu menikah dengan putri dari Pajang yang memperoleh keturunan lima orang : Pangeran Sidhing Gili yang memerintah di Sampang. Raden Koro yang bergelar Pangeran Tengah di Arosbaya, Raden Koro menggantikan ayahnya ketika Pratanu wafat. Pangeran Blega yang diberi kekuasaan di Blega. Ratu Mas di Pasuruan dan Ratu Ayu. Kerajaan Arosbaya runtuh diserang oleh Mataram pada masa pemerintahan Pangeran Mas pada tahun 1624. Pada pertempuran ini Mataram kehilangan panglima perangnya, Tumenggung Demak, beberapa pejabat tinggi kerajaan dan sebanyak 6.000 prajurit gugur. Korban yang besar ini terjadi pada pertempuran mendadak pada hari Minggu, 15 September 1624, yang merupakan perang besar. Laki-laki dan perempuan ke medan laga. Beberapa pejuang laki-laki sebenarnya masih bisa tertolong jiwanya. Namun ketika para wanita akan menolong mereka melihat luka laki-laki itu berada pada punggung, mereka justru malah membunuhnya. Luka di punggung itu menandakan bahwa mereka melarikan diri, yang dianggap menyalahi jiwa ksatria. Saat keruntuhan kerajaan itu, Pangeran Mas melarikan diri ke Giri. Sedangkan Raden Prasena (putera ketiga Pangeran Tengah) dibawa oleh Juru Kitting ke Mataram, yang kemudian diakui sebagai anak angkat oleh Sultan Agung dan dilantik menjadi penguasa seluruh Madura yang berkedudukan di Sampang dan bergelar Tjakraningrat I. Keturunan Tjakraningrat inilah yang kemudian mengembangkan pemerintahan kerajaan baru di Madura, termasuk Bangkalan. Tjakraningrat I menikah dengan adik Sultan Agung. Selama pemerintahannya ia tidak banyak berada di Sampang, sebab ia diwajibkan melapor ke Mataram sekali setahun ditambah beberapa tugas lainnya. Sementara kekuasaan di Madura diserahkan kepada Sontomerto. Dari perkawinannya dengan adik Sultan Agung, Tjakraningrat tidak mempunyai keturunan sampai istrinya wafat. Baru dari pernikahannya dengan Ratu Ibu ( Syarifah Ambani, keturunan Sunan Giri ), ia memperoleh tiga orang anak dan beberapa orang anak lainnya diperoleh dari selirnya (Tertera pada Silsilah yang ada di Asta Aer Mata Ibu. Bangkalan berkembang mulai tahun 1891 sebagai pusat kerajaan dari seluruh kekuasaan di Madura, pada masa pemerintahan Pangeran Tjakraningrat II yang bergelar Sultan Bangkalan II. Raja ini banyak berjasa kepada Belanda dengan membantu mengembalikan kekuasaan Belanda di beberapa daerah di Nusantara bersama tentara Inggris. Karena jasa-jasa Tjakraningrat II itu, Belanda memberikan izin kepadanya untuk mendirikan militer yang disebut ‘Corps Barisan’ dengan berbagai persenjataan resmi modern saat itu. Bisa dikatakan Bangkalan pada waktu itu merupakan gudang senjata, termasuk gudang bahan peledak. Namun perkembangan kerajaan di Bangkalan justru mengkhawatirkan Belanda setelah kerajaan itu semakin kuat, meskipun kekuatan itu merupakan hasil pemberian Belanda atas jasa-jasa Tjakraningrat II membantu memadamkan pemberontakan di beberapa daerah. Belanda ingin menghapus kerajaan itu. Ketika Tjakraningrat II wafat, kemudian digantikan oleh Pangeran Adipati Setjoadiningrat IV yang bergelar Panembahan Tjokroningrat VIII, Belanda belum berhasil menghapus kerajaan itu. Baru setelah Panembahan Tjokroadiningrat wafat, sementara tidak ada putera mahkota yang menggantikannya, Belanda memiliki kesempatan menghapus kerajaan yang kekuasaannya meliputi wilayah Madura itu. Raja Bangkalan Dari Tahun 1531 - 1882 : Tahun 1531 - 1592 : Kiai Pratanu (Panembahan Lemah Duwur) Tahun 1592 - 1620 : Raden Koro (Pangeran Tengah) Tahun 1621 - 1624 : Pangeran Mas Tahun 1624 - 1648 : Raden Prasmo / Raden Prasena (Pangeran Cakraningrat I) Tahun 1648 - 1707 : Raden Undagan (Pangeran Cakraningrat II) Tahun 1707 - 1718 : Raden Tumenggung Suroadiningrat (Pangeran Cakraningrat III) Tahun 1718 - 1745 : Pangeran Sidingkap (Pangeran Cakraningrat IV) Tahun 1745 - 1770 : Pangeran Sidomukti (Pangeran Cakraningrat V) Tahun 1770 - 1780 : Raden Tumenggung Mangkudiningrat (Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VI) Tahun 1780 - 1815 : Sultan Abdu/Sultan Bangkalan I (Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VII) Tahun 1815 - 1847 : Sultan Abdul Kadirun (Sultan Bangkalan II) Tahun 1847 - 1862 : Raden Yusuf (Panembahan Cakraadiningrat VII) Tahun 1862 - 1882 : Raden Ismael (Panembahan Cakraadiningrat VIII) Note : Dari perkawinannya dengan adik Sultan Agung, Tjakraningrat I tidak mempunyai keturunan sampai istrinya wafat. Baru dari pernikahannya dengan Ratu Ibu (Syarifah Ambani, keturunan ke-5 dari Sunan Giri), beliau memperoleh tiga orang anak dan beberapa orang anak lainnya diperoleh dari selirnya (tertera pada Silsilah yang ada di Asta Aer Mata Ibu). Dari perkawinannya dengan Ratu Ibu, beliau mempunyai tiga orang anak, yaitu : 1. RA Atmojonegoro 2. R Undagan 3. Ratu Mertoparti. Sementara dari para selirnya dia mendapatkan sembilan orang anak, salah satu di antaranya adalah Demang Melaya. Sepeninggal Sultan Agung tahun 1645 yang kemudian diganti oleh Amangkurat I, Cakraningrat harus menghadapi pemberontakan Pangeran Alit, adik Sultan Agung. Tusukan keris Setan Kober milik Pangeran Alit menyebabkan Cakraningrat I tewas seketika. Demikian pula dengan puteranya RA Atmojonegoro, begitu melihat ayahnya tewas dia segera menyerang Pangeran Alit, tapi dia bernasib sama seperti ayahnya. Cakraningrat I diganti oleh Raden Undagan. Seperti halnya Cakraningrat I, Raden Undagan yang bergelar Cakraningrat II ini juga lebih banyak menghabiskan waktunya di Mataram. Di masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan putra Demang Melaya yang bernama Trunojoyo terhadap Mataram. Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II dan kemudian mengasingkannya ke Lodaya Kediri. Pemberontakan Trunojoyuo ini mendapat dukungan dari rakyat Madura. Karena Cakraningrat II dinilai rakyat Madura telah mengabaikan pemerintahan Madura. Kekuatan yang dimiliki kubu Trunojoyo cukup besar dan kuat, karena dia berhasil bekerja sama dengan Pangeran Kejoran dan Kraeng Galesong dari Mataram. Bahkan, Trunojoyo mengawinkan putrinya dengan putra Kraeng Galesong, unutk mempererat hubungan. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai Raja Merdeka Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Berbagai kemenangan terus diraihnya, misalnya, kemenangannya atas pasukan Makassar (Mei 1676 ) dan Oktober 1676 Trunojoyo menang atas pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Anom. Selanjutnya Trunojoyo memakai gelar baru yaitu Panembahan Maduretna. Tekanan-tekanan terhadap Trunojoyo dan pasukannya semakin berat sejak Mataram menandatangani perjanjian kerjasama dengan VOC, tanggal 20 maret 1677. Namun tanpa diduga Trunojoyo berhasil menyerbu ibukota Mataram, Plered. Sehingga Amangkurat harus menyingkir ke ke barat, dan meninggal sebelum dia sampai di Batavia. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember 1679. Dengan padamnya pemberontakan Trunojoyo. VOC kembali mengangkat Cakraningrat II sebagai penguasa di Madura, karena VOC merasa Cakraningrat II telah berjasa membantu pangeran Puger saat melawan Amangkurat III, sehingga Pangeran Puger berhasil naik tahta bergelar Paku Buwono I. Kekuasaan Cakraningrat II di Madura hanya terbatas pada Bangkalan, Blega dan Sampang. Pemerintahan Madura yang mulanya ada di Sampang, oleh Cakraningrat II dipindahkan ke Tonjung Bangkalan. Dan terkenal dengan nama Panembahan Sidhing Kamal, yaitu ketika dia meninggal di Kamal tahun 1707, saat dia pulang dari Mataram ke Madura dalam usia 80 tahun. Raden Tumenggung Sosrodiningrat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Bupati Madura barat dengan gelar Cakraningrat III. Suatau saat terjadi perselisihan antara Cakraningrat III dengan menantunya, Bupati Pamekasan yang bernama Arya Adikara. Untuk menghadapi pasukan dari Pamekasan, Cakraningrat III meminta bantuan dari pasukan Bali. Dimasa Cakraningrat III inilah Madura betul-betul bergolak, terjadi banyak peperangan dan pemberontakan di Madura. Tumenggung Surahadiningrat yang diutus Cakraningrat III untuk menghadapi pasukan Pamekasan ternyata menyerang pasukan Cakraningrat III sendiri dengan bantuan pasukan Sumenep. Sekalipun Cakraningrat III meninggal, pergolakan di Madura masih terus terjadi. Cakraningrat III digantikan oleh Tumenggung Surahadiningrat dengan gelar Cakraningrat IV. Awal pemerintahan Cakraningrat IV diwarnai banyak kekacauan. Pasukan Bali dibawah kepemimpinan Dewa Ketut yang sebelumnya diminta datang oleh Cakaraningrat III, datang dengan membawa 1000 prajurit. Tahu yang meminta bantuan sudah meninggal dan situasi telah berubah, pasukan Bali menyerang Tonjung. Cakraningrat IV yang sedang berada di Surabaya memerintahkan adiknya Arya Cakranegara untuk mengusir pasukan Bali. Tetapi Dewa Ketut berhasil membujuk Cakranegara untuk berbalik menyerang Cakraningrat IV. Tetapi dengan bantuan VOC, Cakranoingrat IV berhasil mengusir pasukan Arya Cakranegara dan Bali. Kemudian dia memindahkan pusat pemerintahannya ke Sambilangan. Suatu peristiwa yang terkenal dengan Geger Pacinan (pemberontakan masyarakat Cina) juga menjalar ke Mataram. Cakraningrat IV bekerjasama dengan VOC memerangi koalisi Mataram dan Cina ini. Namun hubungan erat antar Madura denga VOC tidak langgeng. Cakraningrat IV menyatakan perang dengan VOC karena VOC telah berkali-kali melanggar janji yang disepakati. Dengan bekerja sama dengan pasukan Bali, Cakraningrat IV berhasil mengalahkan VOC dan menduduki Sedayu, Lamongan, Jipang dan Tuban. Cakraningrat IV juga berhasil mengajak Bupati Surabaya, Pamekasan dan Sumenep untuk bersekutu melawan VOC. Tapi Cakraningrat IV tampaknya harus menerima kekalahan, setelah VOC mengerahkan pasukan dalam jumlah besar. Cakraningrat IV dan dua orang putrinya berhasil melarikan diri ke Banjarmasin, namun oleh Raja Bajarmasin dia ditangkap dan diserahkan pada VOC. Cakraningrat IV diasingkan ke Kaap De Goede Hoop (Tanjung Penghargaan). dan meninggal di tempat pembuangannya, sehingga dia juga dikenal dengan nama Panembahan Sidengkap. Sumber: Dinas Pariwisata Kab.Bangkalan Diposkan oleh Griya Keris Prasena KEKUATAN SIMBOLIK KAYU Dalam dunia perkerisan pembicaraan yang berkembang meliputi masalah dapur keris, pamor keris, teknik pembuatannya, sejarah asal usulnya termasuk juga warangka (sarung) keris dan ukiran (handle) keris. Di kalangan masyarakat Nusantara, terutama yang ada di Pulau Jawa, berkembang pula keyakinan bahwa untuk beberapa jenis kayu tertentu memiliki daya gaib dan khasiat tertentu yang sangat cocok bila dijadikan bahan warangka dan ukiran (handle) Keris. Asal kayu tersebut bisa saja karena berasal dari pohon atau kayu bekas tempat keramat atau yang dikeramatkan seperti makam leluhur, para Wali atau karena langka, susah mendapatkannya atau bisa juga karena memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki kayu lain. Derajat tuah kayu tergantung dari tempat tumbuh, lingkungan dan tata cara pengambilannya yang kadangkala memerlukan perlakuan tertentu (khusus). Selain itu gambar (motif) yang ada pada kayu karena proses alam atau pembusukan atau penyakit pohon kadangkala diyakini memiliki pengaruh gaib juga, contohnya Pelet Kendhit pada warangka keris dari kayu Timaha dipercaya memiliki daya mengikat tamu hingga mereka tidak meninggalkan tempat hajatan sebelum acara selesai. Ternyata kepercayaan ini terdapat juga dibeberapa suku bangsa lain, bukan hanya bangsa Indonesia saja. Dengan mengacu beberapa sumber, a.l. Drs. Budihardono, Ir. Bambang W.B., R. Oesodo, Ir. Wibatsu HS dan sumber lainnya diuraikan dibawah beberapa jenis kayu yang secara tradisional dianggap memiliki Tuah (Daya Ghaib). Penyertaan nama latin untuk menambah informasi mengenai jenis kayu tersebut. 1. Beberapa jenis kayu yang akan dibahas antara lain sebagai berikut : a. Timaha (Kleinhovia hospita L) b. Asam Jawa, celagi, tangkal acem (Tamarindus Indicus Linn) c. Awar-awar, dausalo, bar-abar, sirih popar (Ficus septica Burm) d. Cendana, (Santalum album L.) e. Dewadaru f. Kayu Itam (Ebony) g. Pamrih dan Ringin Sepuh (Ficus spp) h. Nagasari, Penaga Putih, Nagakusuma (Mesua ferrea Linn) i. Setigi, kastigi, sentigi, kayu Sulaiman j. Walikukun (Schoutenia ovata Korth) k. Wonglen, onglen, wungle (pterocarpus spp.) l. Dewadaru G. Kawi a. TIMAHA (Kleinhovia hospita L) Kayu Timaha adalah jenis kayu yang amat sangat popular di kalangan masyarakat perkerisan. Karena kayu ini diyakini memiliki kekuatan dan tuah yang bagus khususnya yang memiliki gambar atau motif yang istimewa. Kayu Timaha yang diyakini berkhasiat dan sangat cocok untuk warangka maupun Ukiran (handle) keris adalah kayu Timaha yang mengandung pelet. Diantara jenis pelet kayu Timaha yang terkenal adalah sebagai berikut : 1. PELET KENDHIT, pelet yang melingkar pada kayu dengan warna yang lebih gelap dari kayu asalnya dan kelihatan mengkilap seperti bara api. Pelet jenis ini berkhasiat membawa kebahagiaan, kemudahan, kekayaan dan melindungi diri dari bahaya dan penyakit bagi pemiliknya. 2. PELET TULAK, membentuk garis tebal dari atas kebawah dengan warna yang menkilap hitam/coklat tua dan gambar yang ditengah lebih menyala dari gambar yang lain, khasiatnya melindungi pemilik dari senjata tajam. 3. PELET PUDHAK SINUMPET, menyerupai pelet tulak hanya tidak mempunyai gambaran hitam, khasiatnya seperti pelet tulak. 4. PELET PULAS KEMBANG, pelet yang menyerupai awan ber-arak dan berkhasiat menolak bahaya dilaut dan sebagai penolak binatang buas disungai (buaya, ular dll). 5. PELET DHORENG, gambarnya seperti loreng harimau, berkhasiat pemiliknya menjadi angker/tegar dan disegani. Banyak dicari dengan harga cukup tinggi. 6. PELET NGAMAL, pelet dengan bentuk bintik-bintik besar (ceplok) dengan jarak sedikit jarang satu sama lain. Khasiatnya memberikan kepuasan hidup dan selalu gembira. Pelet ini sedikit memilih dan hanya pejabat yang memakainya. 7. PELET PULAS GROBOH, gambarnya bintik-bintik besar dan kecil. Khasiatnya hampir sama dengan pelet ngamal hanya tidak pemilih. 8. PELET BERAS WUTAH, bergambar titik-titik kecil merata pada seluruh kayu, khasiatnya untuk pengasihan (dicintai manusia dan binatang), banyak dicari dan mahal. 9. PELET NGIRIM (NGINGRIM) KEMBANG, gambarnya berbentuk besar dan panjang, khasiatnya dihormati orang, dicintai lawan jenis dan biasanya dipakai oleh yang belum berkeluarga (bisa jejaka, duda). 10. PELET GANDRUNG, bentuknya bulat bulat dan tidak teratur dengan warna lebih mengkilat dan terang, pemiliknya hidup hemat dan cermat. 11. PELET CEPLOK KELOR, gambarannya bulat telur dan besar seperti daun kelor, khasiatnya memberi keselamatan pada pemilik. 12. PELET CEPLOK BANTHENG, pelet yang hampir menutup seluruh kayu tetapi masih terlihat disana-sini kayu aslinya. Pemiliknya akan selalu dalam keadaan sehat wal afiat. 13. PELET SEGARA WINOTAN, pelet yang terdiri dari satu, dua, tiga bintik-bintik yang teratur. Khasiatnya dihormati setiap orang dan pelet ini pemilih, hanya pejabat tinggi yang pantas memakainya. 14. PELET GANA, pelet yang bergambar seperti batu arca, khasiatnya memberi kesejahteraan dan menghimpun semua kebaikan dan kebahagiaan. Dulu hanya dipakai raja atau pejabat tertinggi. 15. PELET SEMBUR, pelet dengan gambar titik-titik kecil tersebar diseluruh permukaan kayu, khasiatnya dapat menundukan manusia atau binatang, menghindarkan kemarahan orang lain dan umumnya pelet ini mempunyai kekuatan gaib. 16. PELET NYERAT, jenis ini bergambar garis-garis tipis seperti gambar pada marmer, kadang seperti hurup/tulisan. Khasiatnya pemiliknya dapat hidup mandiri, percaya diri dan selalu beruntung serta jaya, dalam berusaha selalu berhasil. 17. PELET DEWADARU, seperti pelet nyerat, hanya garisnya lebih tebal dan tajam sehingga kadang-kadang sulit membedakan dengan pelet nyerat. Khasiatnya melindungi keluarganya dari mara bahaya, melindungi harta benda dan biasanya pusaka yang memakai pelet ini ditaruh dalam tempat penyimpanan harta. Pelet ini terdapat pada pohon beringin dan mempunyai nilai cukup tinggi dan sangat dihormati. b. ASAM JAWA, celagi, tangkal acem (Tamarindus Indicus Linn). Pohon Asam sangat popular di Indonesia dengan tinggi mencapai 30 m dan diameter mencapai 60 – 70 cm. Daun dan buahnya banyak digunakan untuk obat. Asam Kawak adalah buah asam yang telah dibersihkan dari biji dan seratnya kemudian dikukus sekitar 10 menit, diberi sedikit garam, dibentuk seperti bola dan dijemur disinar matahari. Asam kawak ini digunakan untuk obat macam macam, diantaranya penyakit tenggorokan. Bijinya disebut Klungsu, diyakini dapat menolak roh jahat, khususnya dari Kerajaan Kidul. Biji asam yang hitam legam sebanyak 3-9 biji jika ditaruh dalam lampu mobil/motor dipercaya dapat menghindari kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh mahluk halus. Bagian hitam dari teras asam dinamakan Galih Asam, bertuah untuk keselamatan, menolak Jin jahat dan anti tenung. Jika dipukulkan pada seseorang yang mempunyai daya magic hitam maka biasanya akan punah kesaktiannya. Galih Asam hanya baik dipakai oleh pemimpin berhati “Satriya Pandita”, kayu ini juga bagus untuk Warangka Keris. c. AWAR-AWAR, dausalo, bar-abar, sirih popar (Ficus septica Burm). Perdu yang banyak tumbuh di tempat agak basah ini hampir tumbuh diseluruh Nusantara, dari akar sampai daun mempunyai kegunaan. Akarnya ditumbuk dengan Adas Pulowaras dan airnya diperas dapat digunakan untuk mengobati keracunan ikan, gadung (Dioscorea hispida dennst.) dan kepiting. Jika ditumbuk dengan segenggam akar alang-alang dan airnya diperas merupakan obat muntah yang sangat manjur. Daun awar-awar sering digunakan untuk menolak setan. Jaman dulu daunnya banyak dimanfaatkan untuk membuat tikee, yaitu daun awar-awar diiris halus kemudian dicampur candu. Dalam bentuk bulatan kecil ini tikee dibakar didalam alat penghisap madat khusus yang dinamakan “bedhutan”. Seringkali pohon awar-awar yang sudah tua bagian terasnya memperlihatkan gambar seperti pelet timaha, bagian ini banyak dicari pecinta keris untuk warangka karena diyakini kayu ini dapat meredam keris/tombak yang panas serta menjauhkan dari gangguan jin jahat dan black magic. Yang perlu diingat kayu ini sangat lunak. d. CENDANA (Santalum album L.) Aslinya berwarna kuning agak kemerahan, berbau wangi, kayu ini diyakini bertuah didekati arwah leluhur, jangan membawa pusaka yang berwarangka Cendana bilamana menengok orang sakit karena dipercaya dapat mempercepat ajalnya. Tosan aji yang diberi warangka Cendana akan berbau harum dan lebih awet. Kayu Cendana yang dikenal sebagai kayu warangka dan ukiran (handle) Keris diantaranya adalah Cendana Timor Timur, Cendana Kalimantan dan Cendana Jawa. e. DEWADARU Kayu amat langka ini dulu banyak ditemukan di pulau Karimunjawa sebelah utara Jepara, diyakini bertuah menolak hewan buas dan ular, menyembuhkan gigitan ular berbisa dan menjaga keselamatan. Kayu ini kurang baik dibawa dalam perjalanan berperahu karena sifatnya mendatangkan angin taufan. Ada 2 macam kayu Dewandaru, yang dipercaya asli tumbuh didesa Nyamplung, konon jelmaan dari tongkat yang ditinggalkan Sunan Kudus, seorang wali Kerajaan Demak. Sedangkan Kayu Dewandaru dari Gunung Kawi, walau jenisnya lain dengan yang ada di Karimunjawa tetapi dipercaya berkhasiat sama. f. KAYU ITAM, KAYU ARANG, KAYU EBONY (Diospyros spp) Kayu berwarna hitam atau kelabu berserat serat hitam. Kayu ini, khususnya yang hitam seluruhnya, bertuah menangkal roh jahat dan menciptakan suasana ketentraman. Ruang tamu yang diberi hiasan kayu ebony akan terasa teduh dan damai sehingga kerasan tinggal diruang tersebut. g. PAMRIH dan RINGIN SEPUH (Ficus spp) Kayu Pamrih berasal dari pohon Pamrih yang tumbuh dibekas pertapaan Sri Sultan Hamengku Buwono I di Beton Kampung Sewu ditepi Bengawan Solo, Surakarta. Menurut legenda dibawah pohon itulah baliau berteduh setiap hari sampai ada bisikan gaib untuk melawan Kompeni Balanda. Kayu Pamrih dipercaya bertuah kepangkatan, kewibawaan dan keberanian, cocok bagi mereka yang berkecimpung di pemerintahan. Ringin sepuh disini adalah pohon yang tumbuh dihalaman makam raja-raja Mataram di Kota Gede, Yogyakarta. Dinamakan juga “Waringin Tuwo” atau Ringin Sepuh, sejak jaman dulu dipercaya memiliki kekuatan gaib. Daunnya yang jatuh “mlumah kurep” artinya satu jatuh terlentang pada satu sisi sedang satunya pada sisi lain ditambah akar dan sedikit kulit pohon, semuanya dimasukan kedalam kantong kain putih kecil banyak digunakan sebagai zimat keselamatan. Bagi yang mujur, kadang kejatuhan sebuah cabang pohon ini. Kayunya dipercaya memiliki tuah keselamatan, kewibawaan dan derajat kepangkatan. Dijaman dahulu, hampir semua warga Yogya yang akan merantau keluar daerah dibekali bungkusan daun ini. Kalau maju perang atau pergi kedaerah lain, akan kembali dalam keadaan selamat. h. NAGASARI, Penaga Putih, Nagakusuma (Mesua ferrea Linn) Pohon ini asalnya dari India, banyak ditanam dihalaman atau kebun dibawah 1300 m dpl didaerah Jawa dan Bali, bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 50 cm. Yang dianggap bertuah umumnya terdapat di makam-makam tokoh sejarah, misal Raja, Ulama seperti di Imogiri, Kotagede, Kudus dan Gunung Muria. Daun yang muda berwarna merah, duduk berhadapan, bunga besar dengan 4 helai daun mahkota yang berwarna putih, berbau wangi. Sedang buahnya berkulit keras disebut Gandhek berisi 1 – 4 biji. Mulai akar, daun, bunga sampai kulit dan kayu dimanfaatkan untuk obat dan azimat penangkal bahaya. Kuncup bunga yang masih tertutup disebut sari kurung atau cangkok kurung. Sedang kuncup bunga yang telah terbuka disebut sari mekar atau cangkok mekar. Benang sarinya harum, dinamakan podhisari atau sari naga / sari cangkok. Bunga yang telah diambil benang sarinya ditumbuk halus menjadi obat-obatan disebut sari cangkok. Semua ini menjadi bahan campuran pelbagai obat racikan. Biji Nagasari juga banyak dimanfaatkan untuk obat luar, caranya biji ditumbuk halus setelah dihilangkan kulit kerasnya, kemudian ditaruh dalam minyak kelapa atau wijen (sesam oil) dan dipanasi. Minyak ini sangat baik untuk luka infeksi, eksim menahun, bengkak bahkan bisul dan segala macam penyakit kulit. Untuk pengobatan sebaiknya dalam keadaan hangat larutan nogosari dalam minyak itu dioleskan pada bagian yang sakit. Biji Nagasari juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi dalam. Caranya, ambil 3 –5 nogosari, pecah dan tumbuk lalu taruh dalam gelas berikut kulitnya lalu seduh dengan air setengah panas (air termos), diamkan sekitar 5 menit dan setelah dingin diminumkan pada si sakit. Isinya jangan dibuang tetapi isi dengan air panas lagi dan lima jam kemudian diminumkan lagi kemudian ditambah air panas lagi dan minumkan 5 jam kemudian. Air nogosari ini sangat baik untuk mengobati haid yang selalu sakit, pendarahan lambung dan keputihan. Menurut pengalaman banyak orang, segala penyakit yang mempunyai efek panas badan dapat disembuhkan dengan nogosari, baik dengan seduhan dalam air mulai dari biji, serpihan kayu, daun, bunga atau kulit kayunya. Kulit kayu Nogosari berwarna coklat, jika sudah tua menjadi coklat kehitaman atau coklat dengan serat serat hitam. Kayu yang dianggap mempunyai daya gaib istimewa terutama yang dari makam leluhur. Untuk mendapatkannya dianjurkan puasa mutih (hanya makan nasi dan minum air putih) selama beberapa hari. Sebelum memotong kayu, seyogyanya melakukan sesaji selamatan menurut petunjuk penjaga makam. Kayu Nogosari termasuk keras dan ulet, sebaiknya setelah dipotong jangan dijemur, tetapi setelah agak kering buatlah barang yang diinginkan, misal tongkat, pipa, stick dan sebagainya. Kayu ini sangat berbahaya jika untuk memukul. Secara spiritual kayu ini bersipat mengembalikan daya yang dilontarkan kepada pemakai. Diyakini kayu ini merupakan kayu yang paling unggul diantara kayu bertuah lainnya. Tuahnya : keselamatan, kewibawaan, pengobatan, perlindungan terhadap orang jahat / jin jahat, binatang berbisa, anti tenung dan black magic. Pemakai kayu ini diharapkan berlaku jujur dan suci, jika tidak maka tindakan negatif nya akan berbalik memukul diri sendiri. Kayu Nagasari mudah dikenal karena jika ujungnya dibakar tidak menyala dan jika direndam air sekitar 10 menit maka permukaannya akan keluar bulu-bulu halus. Pantangannya : Kayu ini jangan sekali-kali dilangkahi wanita atau pria dan seyogyanya kayu ini jangan dilekati benda logam(emas, kuningan, perak) atau gading. Biarkan seperti adanya. Kayu yang tua sangat bagus untuk dibuat mata cincin, khasiatnya sama dengan membawa kayu Nagasari dalam ukuran besar. i. SETIGI, kastigi, sentigi, kayu Sulaiman Banyak ditemukan didaerah berdekatan dengan pantai laut dan biasanya tumbuh ditanah berkapur. Pohon ini daunnya menyerupai daun sawo beludru atau duren yaitu hijau dengan bagian bawah berwarna merah tembaga. Kayu ini bersifat perempuan, sebaiknya jangan dipakai oleh wanita terlebih yang belum menikah. Kayu ini yang masih segar berwarna putih kemerahan namun lama kelamaan berubah coklat tua dan jika memukul orang hanya menyebabkan pingsan, tidak mati. Tuah kayu antara lain anti gigitan binatang berbisa, caranya ditempelkan potongan kayu setigi ke bekas gigitan atau sengatan beberapa lama. Juga menolak hama tumbuhan, penyakit menular dan tanah sangar karena pengaruh jin jahat/black magic. Kayu ini bisa juga untuk mengobati penyakit kanker. Ambil serpihan (tatal) kayu setigi, rebus bersama rumput lidah ular-ularan, segenggam daun tapak dara dan adas pulowaras, penderita diminta minum 3 x sehari masing masing 1 gelas. Kayu Setigi relatif ringan namun tenggelam dalam air. Pemakai kayu setigi atau tesek atau pembawa kayu setigi jangan sekali kali masuk air karena bisa tenggelam. Kayu ini banyak terdapat dipantai-pantai khususnya pegunungan kapur yang setiap hari mendapat angin laut. j. WALIKUKUN (Schoutenia ovata Korth) Banyak ditemukan dihutan berhawa panas, digunakan sebagai gagang tombak atau alat pertukangan karena sifatnya ulet dan keras. Sejak lama juga digunakan untuk menawarkan pekarangan angker dengan menanam Walikukun disemua sudut pekarangan. k. WONGLEN, onglen, wungle (pterocarpus spp.) Yang dianggap bertuah yang berasal dari bekas kerangka makam Sultan Agung Anyokrokusumo dan makam Pakubuwanan. Diyakini memiliki tuah memacu keberanian, kewibawaan dan keselamatan bahkan pengobatan. Rendaman kayu ini bisa untuk obat perut. Kayu wonglen yang beredar sekarang sama sekali tidak mirip dengan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T&B) yang banyak didatangkan dari Kalimantan. Menurut keterangan KRT Reksowinoto, kepala juru kunci reh Kraton Jogja, tahun 1986 rumah makam utama (Prabayaksa) Pakubuwanan direstorasi, kayu usuk sebanyak 30 batang yang sudah melengkung atau rusak diganti dan diberikan kepada abdi dalem dan juru kunci, kayu ini disebut wunglen (mungkin dari nama ulin). Menurut penelitian mirip Sono Kembang (pterocarpus indicus Willd) atau yang sejenis seperti Padauk yang diimpor dari Myanmar dan Cendana Jenggi dari Afrika. Dua kayu terakhir memang kayu unggul dan berharga mahal pada sat rumah makam tersebut dibangun pada sekitar akhir abad 17. Semua kayu tersebut mempunyai sifat mengeluarkan zat merah bila direndam. Kayu wonglen dipercaya mempunyai khasiat yang diperlukan bila seseorang memegang jabatan, namun tidak ada halangan dimiliki orang biasa, hanya saja diharapkan bisa menahan emosinya. Pantangannya : Jangan dilangkahi atau ditaruh ditempat bawah/rendah, jika sedang buang hajat lepaskan dulu cincin dengan kayu ini dan jangan sekali kali digunakan memukul orang, bisa berakibat fatal. l. DEWADARU G. KAWI (Eugenia uniflora Linn.) Pohon yang tumbuh disebelah barat cungkup makam mBah Jugo di Gunung Kawi, Kepanjen, Malang sering disebut pohon Klepu Dewadaru. Buah yang sudah masak akan jatuh sendiri dan sangat dicari penziarah karena membawa keberuntungan bagi yang memakannya. Dewandaru G. Kawi ini juga ditanam didaerah lain. Pohonnya dipercaya mempunyai tuah keberuntungan, demikian juga kayunya, daunnya berbau agak harum biasanya digunakan untuk campuran pengobatan penyakit hati. Diposkan oleh Griya Keris Prasena KEKUATAN SIMBOLIK PAMOR 1. Sekilas tentang PAMOR. SALAH satu aspek penting dalam eksoteri keris selain Dhapur, Tangguh, Perabot, adalah PAMOR keris. Mengenai sebilah keris pada umumnya orang akan bertanya, apa dhapurnya, apa pamornya, tangguh mana, dan bagaimana perabotnya. Sebagian orang bahkan menganggap pamor paling penting dari semua aspek keris yang ada. Pamor merupakan hiasan atau motif atau ornamen yang terdapat pada bilah Tosan Aji (Keris, Tombak, Pedang atau Wedung dan lain lainnya). Hiasan ini dibentuk bukan karena diukir atau diserasah (Inlay) atau dilapis, tetapi karena teknik tempaan yang menyatukan beberapa unsur logam yang berlainan. Teknik tempa ini sampai saat ini hanya dikuasai oleh para Empu dari wilayah Nusantara dan sekitarnya saja (Malaysia, Brunei, Philipina dan Thailand) walau ada yang berpendapat asal teknik ini dari Tibet atau Nepal, tetapi pendapat tersebut tidak beralasan sama sekali. Diluar wilayah Nusantara dan sekitarnya biasanya hanya dikenal teknik Inlay saja seperti pedang dari Iran atau negara Eropa lainnya sehingga walau secara seni (art) tampak indah tetapi kesan “Wingit” nya tidak ada sama sekali. Ada kalanya pedang buatan Empu diluar wilayah Nusantara terdapat juga Pamor, tetapi biasanya karena tanpa sengaja sewaktu dibuat pedang tersebut tercampur beberapa logam lainnya yang mengakibatkan timbulnya pamor tersebut, kadangkala munculnya pamor tersebut setelah pedang tersebut berumur ratusan tahun. Ini pula yang mungkin menjadi dasar Empu di wilayah Nusantara (khususnya Jawa) yang mengolah cara pencampuran berbagai logam sehingga terbentu pamor yang indah dan bernilai seni tinggi. Gambaran pamor ini diperjelas dan diperindah dengan cara mewarangi keris, tombak, atau tosan aji itu. Setelah terkena larutan warangan, bagian keris yang terbuat dari baja akan menampilkan warna hitam keabu-abuan, yang dari besi menjadi berwarna hitam legam, sedangkan yang dari bahan pamor akan menampilkan warna putih atau abu-abu keperakan. Kata pamor mengandung dua pengertian. Yang pertama, menunjuk gambaran tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik, atau belang-belang yang tampak pada permukaan bilah keris, tombak, dan tosan aji lainnya. Sedangkan yang kedua, dimaksudkan sebagai jenis bahan pembuat pamor itu. Motif atau pola gambaran pamor terbentuk pada permukaan bilah keris karena adanya perbedaan warna dan berbedaan nuansa dari bahan-bahan logam yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keris, tombak, dan tosan aji lainnya. Dengan teknik tempa tertentu, logam bahan baku keris akan menyatu dalam bentuk lapisan-lapisan tipis, tetapi bukan bersenyawa atau lebur satu dengan lainnya. Karena adanya penyayatan pada permukaan bilah keris itu, gambaran pamor pun akan terbentuk. Tidak ada data tertulis yang pasti mengenai kapan orang Indonesia (Jawa) menemukan teknik tempa senjata berpamor. Namun jika dilihat bahwa sebagian bilah keris Jalak Buda sudah menampilkan gambaran pamor, bisa diperkirakan pamor dikenal bangsa Indonesia setidaknya pada abad ke-7. Pamor yang mereka kenal itu terjadi karena ketidaksengajaan, dengan mencampur beberapa macam bahan besi dari daerah galian yang berbeda. Perbedaan komposisi unsur logam pada senyawa besi yang mereka pakai sebagai bahan baku pembuatan keris itulah yang menimbulkan nuansa warna yang berbeda pada permukaan bilahnya, sehingga menampilkan gambaran pamor. Keris dan tombak tangguh Jenggala sudah menampilkan rekayasa pamor yang amat indah dan mengagumkan. Jelas pamor itu bukan berasal dari ketidaksengajaan, melainkan karena teknik tempa dan rekayasa si empu. Inilah yang menimbulkan tanda tanya, apakah Jenggala dalam perkerisan sama dengan Jenggala dalam ilmu sejarah? Mengapa budaya masyarakat di kerajaan yang berdiri pada abad ke-11 itu sudah terampil membuat rekayasa seni pamor? Selain menunjuk pada pengertian tentang pola gambarannya, pamor juga dimaksudkan menunjuk pengertian mengenai bahan pembuat pamor itu. Bahan pamor ini oleh kebanyakan penulis dari barat dikatakan dari bahan Nikel, padahal ini salah sama sekali karena berdasarkan penelitian oleh Bapak. Haryono Aroembinang MSc (alm) dan beberapa ahli di BATAN Yogyakarta didapat bukti bahwa bahan itu adalah Titanium, suatu bahan yang baru pada abad 20 digunakan sebagai bahan pelapis kendaraan angkasa luar, padahal empu kita sudah menggunakannya dari dulu. Ini diterangkan sebagai berikut, ketika meteor masuk ke atmosfir bumi maka sebagian besar bahan tembaga, besi, nikel, timbel, kuningan terbakar hancur dan hanya Titanium yang bertahan sampai bumi. Bahan baku pamor dahulu dibuat dari meteor yang terdapat dibumi sehingga keris jaman dulu banyak mengandung Titanium dan beratnya juga ringan. Terkenal dulu bahan pamor dari Luwu, Sulawesi Selatan yang dibawa oleh pedagang dari Bugis. Bahan Pamor yang paling terkenal adalah Pamor Prambanan, saat ini ada di Kraton Surakarta diberi nama Kanjeng Kyai Pamor dan ukurannya sekarang tinggal sekitar 60x60x80 cm, sebesar meja kecil, karena sudah banyak digunakan empu membuat karis pesanan dari Kraton. Setelah bahan meteorit susah didapat, barulah bahan Nikel digunakan, sehingga keris saat ini bobotnya biasanya lebih berat dari keris kuno. a. Pamor Mlumah, Pamor Miring Dilihat dari cara pembuatannya sebetulnya hanya dua cara pembuatan Pamor yang baik yaitu Mlumah dan Miring. Pamor mlumah adalah lapisan-lapisan pamornya mendatar sejajar dengan permukaan tosan aji sedangkan pamor miring lapisan pamornya tegak lurus permukaan bilah. Ada juga Tosan Aji yang dibuat dengan kombinasi pamor mlumah dan miring hanya saja pembuatannya sangat sulit, lebih sulit dari pembuatan pamor miring. Pamor Mlumah biasanya bermotif Beras Wutah, Ngulit Semangka, Satria Pinayungan, Udan Mas, Wulan-wulan dan sebagainya, sedangkan Pamor Miring umumnya motif Adeg, Batu Lapak, Sodo Saeler, Tumpuk dll. Kesan Pamor Miring agak kasar bila diraba bilahnya dan nyekrak dibanding pamor mlumah. Apabila lipatannya banyak, baik di pamor Mlumah atau Miring, maka hasilnya kemungkinan akan menjadi pamor luluhan, praktis pamor dan besi sudah “menyatu” walau tidak terlalu homogen, ini akan terlihat dengan menggunakan kaca pembesar. Pamor luluhan yang gampang terlihat antara lain di keris buatan Empu Pitrang di zaman Blambangan, diantara pamor Adeg pada beberapa bagian bilah tampak pamor luluan yang sepintas seperti pamor Nggajih. Kalau lipatannya lebih banyak lagi seperti buatan Empu Pangeran Sedayu, maka pamor luluhan ini tidak tampak dengan mata telanjang dan sangat kecil atau tidak mungkin kena karat karena menyatunya bahan pamor dengan bahan besinya. b. Cara Lainnya Ada cara lain membuat pamor selain Mlumah dan Miring yaitu dengan cara mengoleskan bahan pamor ke bilah, biasanya bukan dari batu meteorit tetapi logam yang titik leburnya lebih rendah dari besi, caranya dengan menuangkan bahan tersebut yang cair kebilah besi yang membara kemudian dioleskan dengan ujung mancung (kelopak bunga) kelapa sebelum bahan cair tersebut mengeras dan dibuat pamor yang dikehendaki si Empu. Hasilnya umumnya kasar bila diraba dan pamor ini disebut Ngintip (dari kata intip / kerak nasi). Cara ini hanya digunakan Empu luar keraton, Empu Desa atau disebut juga Empu Njawi (luar - bhs.jawa). Ada lagi cara membuat pamor dengan menyiramkan bahan pamor cair ke bilah membara dari pangkal keris ke ujungnya, pamornya dinamakan Nggajih karena menyerupai lemak. c. Pamor Rekan dan Pamor Tiban Sewaktu membuat keris, Sang Empu berpasrah diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan saja bagaimana bentuk pamor yang terjadi, maka biasanya pamor yang timbul disebut pamor Tiban, sedangkan bila selama pembuatan direka oleh Sang Empu maka pamor yang terjadi disebut pamor Rekan. Pamor rekan sering juga gagal dalam pembuatannya, misal sang empu ingin membuat pamor Ron Genduru tetapi jadinya malah Ganggeng Kanyut. Sebenarnya agak sulit membedakan mana pamor rekan atau tiban karena bisa dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. d. Pamor Munggul Banyak yang menganggap pamor ini pamor titipan, selain itu banyak yang menganggap ini sebagai pamor tiban karena tidak bisa dibuat secara sengaja. Pamor ini seperti bisul menonjol sekitar 1 mm diatas permukaan bilah umumnya berbentuk lingkaran, baik bulat atau lonjong tetapi ada yang berbentuk gambar membujur lancip panjang. Letaknya bisa dibagian sor-soran, tengah ataupun pucuk. Bisa ditepi atau tengah bilah dan termasuk pamor yang baik serta dicari banyak orang. Bagaimana pamor ini timbul tidak bisa diterangkan secara pasti, tetapi diduga saat “masuh” atau membersihkan bahan keris dari kotoran, ada unsur logam lain yang menyelip dan lebih keras dari unsur logam besi, tetapi ini baru dugaan saja. e. Pamor Akhodiyat Namanya kadang Akordiyat, Kodiyat atau Akadiyat. Wujudnya menyerupai lelehan dari tepi bentuk pamor dengan warna putih cemerlang keperakan dan lebih cemerlang dibanding keputihan pamor pada umumnya. Ada yang menganggap sebagai pamor titipan atau “sifat” dari pamor tersebut, ternyata semua salah. Sebetulnya ini terjadi karena penempaan pamor tersebut dilakukan pada suhu yang tepat yang berbeda setiap bahannya, jadi susah diduga berapa suhu yang tepat itu, sehingga banyak yang sepakat bahwa pamor ini dikategorikan ke Pamor Tiban. Di Madura biasa disebut pamor “dheling”, kalau tersebar dipermukaan bilah disebut “dheling setong” dan dianggap mempunyai tuah baik. Pamor dheling yang terbaik terdapat di pucuk bilah dan disebut “dheling pucuk” dan atau dibagian peksi yang disebut “dheling peksi”. f. Pamor Titipan Pamor ini berbentuk rangkaian kecil yang merupakan perlambang atau tuah tertentu dan pamor ini jarang berdiri sendiri, umumnya tergabung dengan pamor lain yang lebih dominan, antara lain Beras Wutah, Pulo Tirto atau Pendaringan Kebak. Pamor ini ada yang merupakan pamor tiban, tidak sengaja dibuat seperti Pamor Rahala, Dikiling, Inkal, Putri Kinurung, Gedong Mingkem, Jung Isi Dunya, Telaga Membleng dll. Pamor Titipan yang merupakan pamor rekan antara lain yang terkenal adalah Kuto Mesir, Kul Buntet, Udan Mas, Watu Lapak dll. Pamor Titipan yang merupakan pamor tiban dibuat bersama dengan pamor lainnya sedangkan yang rekan biasanya dibuat setelah pamor dominan jadi, merupakan pamor yang disusulkan. g. Kinatah, Sinarasah dan Etsa Tidak semua lukisan atau gambar yang ada di bilah keris dikategorikan sebagai pamor, yang digolongkan sebagai pamor adalah gambar atau lukisan yang terjadi karena percampuran antara dua atau lebih bahan logam pembuat keris. Selain pamor juga sering kita temui yang disebut Kinatah, Serasah atau Sinarasah dan Etsa (Kamalan). • Kinatah Gambaran atau lukisan pada logam yang disebabkan oleh kinatah atau ditatah/ diukir logamnya dan menghasilkan gambar atau lukisan yang menonjol, bisa berupa tulisan, rajah, lukisan, motif bunga, daun, binatang dan lainnya. Diatas tonjolan itu biasanya dilapisi perak atau emas atau logam lain. Kinatah pada keris biasanya berupa ukiran Gajah Singa dibagian ganja keris yang menghadap ke ukiran / deder. Kinatah lain bisa juga untuk menghias seperti keris dhapur Naga Sasra, Naga Keras, Singo Barong serta hiasan berupa lung-lungan, pari sawuli, kembang setaman dll. Kinatah yang menggunakan dua logam (misal emas dan perak) biasa disebut “Silih Asih”, misalnya Kembang Setaman pada bagian daun dilapis emas dan bunganya dilapis perak. Sedangkan Kinatah yang menghiasi hampir seluruh permukaan bilah keris disebut “Kamarogan”, contoh : Naga Kamarogan. • Sinarasah Hiasan Sinarasah atau Serasah ialah dengan membuat parit parit dipermukaan bilah berupa tulisan atau yang lain kemudian dituangkan cairan logam seperti emas atau perak baru dihaluskan. Teknik ini biasa disebut “Inlay”. Senjata yang terkenal dalam pembuatan inlay ini berupa pedang dari Iran (Persia). • Etsa (Kamalan) Cara menghias dengan cara kimiawi. Cara tradisional dengan menggunakan bahan pelican sedang cara modern menggunakan kimia. Banyak penipuan yang dilakukan dengan menggunakan cara ini. Pada dasarnya teknik ini dengan meluluhkan sebagian permukaan bilah secara kimia untuk membuat lukisan atau tulisan tertentu dipermukaan bilah, yang paling sering diberi lukisan gambar wayang atau beberapa tulisan arab. Cara etsa ini bagi yang tahu sangat mudah mengerjakannya sehingga bila tertipu maka ibaratnya pisau dhapur pun bisa dibuat hiasan dan terlihat “bertuah”. Dari ketiga cara diatas, yang paling baik adalah : Cara Kinatah. h. Pamor pada bagian Ganja Pamor kadang menghias bagian ganja juga, biasanya mempunyai warna sendiri yang berbeda dengan nama pamor bilah walau variasinya lebih sedikit. Ada yang mengatakan pamor di ganja ini juga mempunyai tuah. • Pamor Winih Mirip pamor Udan Mas tetapi setiap sisinya hanya ada satu atau dua bulatan, kadang hanya satu sisi dan satu bulatan saja. Kata Winih berasal dari “benih”. Seperti namanya, pamor ini dipercaya mempunyai daya untuk “menumbuhkan” suatu harapan. Juga dianggap baik bagi mereka untuk berdagang atau wiraswasta karena baik untuk pengembangan modal. • Pamor Sumber Seperti Pamor Winih, hanya bulatannya paling sedikit ada tiga (gambar diatas), tuahnya sama dengan pamor Udan Mas. • Pamor Mas Kemambang Mirip kue lapis, ada yang hanya dua lapis tetapi ada yang berlapis-lapis. Baik untuk yang banyak berhubungan dengan orang karena memperlancar pergaulan. • Pamor Tundung Mungsuh Ganja dengan pamor seperti ini jarang sekali terdapat dan biasanya hanya pada keris “TOP” saja, dilihat dari susunan besi dan bahan pamornya maka pamor ini mirip dengan pamor Ujung Gunung pada bilah keris dengan posisi yang melintang. Tuahnya menolak mara bahaya dan membuat lawan takut. • Wulung Ganja Wulung yaitu ganja tanpa pamor, hitam kelam saja. Khasiatnya untuk memperkuat dan memperbesar daya tuah keris. Ganja wulung dianggap juga sebagai kamuflase terhadap jenis pamor pada wilahnya. i. Perlambang dan Tuah Kebudayaan perlambang dimiliki oleh bangsa manapun, misalnya bendera kita merah putih yang melambangkan berani dan suci, demikian juga bentuk pamor pada tosan aji mempunyai perlambang tertentu. Bentuk yang cenderung bulatan atau lingkaran melambangkan sesuatu yang sifatnya keduniaan, lambing harapan atas rejaki dari TUHAN YME, ketentraman keluarga dan sebagainya. Bentuk yang mengarah ke persegi empat, siku atau sudut melambangkan harapan agar pemiliknya bisa bertahan terhadap segala sesuatu yang sifatnya tidak baik seperti godaan atau serangan baik phisik atau non-phisik. Bentuk seperti garis-garis baik yang membujur atau melintang bilah melambangkan fungsi menolak sesuatu yang tidak diinginkan, umpamanya menolak maksud jahat, angin ribut, hujan binatang buas dan sebagainya. Selain itu ada juga kombinasi ketiganya karena kebanyakan pamor justru mirip lukisan abstrak dan penuh perlambang. Untuk mengetahui cocok tidaknya suatu tosan aji dengan melihat perlambang pada pamor, diperlukan perasaan yang tajam, seperti orang yang menilai suatu lukisan diperlukan juga orang yang tahu seni lukis dan peka rasa seninya. 2. PENILAIAN PAMOR. Dalam menilai pamor ada beberapa macam dan kadang istilahnya khas Jawa seperti : a. Wujud Semuning Pamor 1. Pamor Mrambut : kesan rabaannya terasa seperti meraba rambut, munculnya pamor dipermukaan bilah bagai serat-serat lembut dan halus dan biasanya terjadi di pamor Adeg terutama yang jenis pamor miring. 2. Pamor Nggajih : kesannya seperti berlemak, bagai lapisan lemak beku menempel di bilah. 3. Pamo Mbugisan : kesan penglihatan gradasi warna pamor tidak kontras. Batas antara tepi pamor dan bilah tidak terlalu nyata. 4. Pamor Sanak/Nyanak : kesan penglihatan dan rabaan tidak terlalu jelas, jadi gambar pamor tidak terlalu jelas dan kalau diraba juga tidak jelas. 5. Pamor Kelem : pamor cukup jelas tetapi perbedaan warna dan kecemerlangan pamor dengan warna besi tak terlalu nyata, rabaannya kurang nyekrak tapi juga bukan lumer. 6. Pamor Ngintip : kesan rabaannya kasar tetapi tidak tajam. Jika dibandingkan dengan lukisan seperti lukisan dengan menggunakan palet bukan cat. b. Tanceping Pamor Artinya kurang lebih kondisi tertancapnya bahan pamor pada besi bilah, ada tiga jenis yaitu : 1. Pamor Pandes, tertanam kuat pada bilah seolah mengakar dan tegas menyembul ke bilah. 2. Pamor Lumer Pandes, tertancap kuat pada bilah tetapi tidak terlalu tegas menyembul di bilah, bila diraba terasa halus, tidak nyekrak. 3. Pamor Kumambang, kesannya mengambang pada bilah dan tidak terlalu kuat menempel pada bilah. Ketiganya sebetulnya hanya merupakan kesan pengelihatan dan rabaan setelah keris jadi dan tidak tersangkut dengan cara serta sistem pembuatannya. 3. PENAMAAN PAMOR Pada umumnya penamaan pamor seperti gambar pamor tersebut, misalnya Pamor Pari Sawuli (Padi Seuntai) mirip dengan padi yang seuntai, begitu juga Bawang Sebungkul, Ron Pakis dan sebagainya. Tetapi ada juga penamaannya bukan dengan membandingkan kemiripan dengan benda tertentu seperti pamor Raja Abala Raja atau Pandita Bala Pandita, apalagi yang termasuk pamor titipan seperti Makrip, Tamsul, Dikiling yang bentuknya menyerupai lambing namun seolah mempunyai maksud tertentu. Ada dua pendapat mengenai penamaan Pamor • Pertama, bila si Empu ingin membuat Ron Genduru tetapi gagal dan jadinya Ganggeng Kanyut maka namanya harus tetap Ron Genduru, tetapi Ron Genduru yang gagal dan bukan Ganggeng Kanyut. • Kedua, dilihat dari bentuk jadinya, sehingga pamor tersebut dinamakan Ganggeng Kanyut. Mana dari kedua pendapat tadi yang benar terserah pada penilaian kita masing-masing. Penamaan secara Umum Banyak tosan aji mempunyai gabungan atau kombinasi dari beberapa pamor, ada pamor dibagian pangkalnya lain dengan bagian ujungnya dan ada yang sisi bilah satu lain dengan sisi bilah lainnya. Ada lagi dalam satu pamor terselip pamor lainnya, lalu bagaiman cara penamaannya ?. Jika pamor itu merupakan kombinasi satu sama lainnya terpisah menjadi dua atau tiga kesatuan pamor, maka umumnya dinamakan sederhana pamor Dwi Warna atau Tri Warna. Kalau pamor yang satu menyelip kedalam pamor yang lain maka pamor yang satu dianggap pamor titipan dan nama pamor tetap menggunakan nama pamor yang lebih dominan. 4. PAMOR YANG MENYATU ANTARA BILAH DAN GANJA. Ada lagi bentuk pamor yang merupakan kesatuan antara bilah dan ganjanya, jadi pamornya sebagian ada pada bilah dan sebagian lainnya pada ganja. • Pamor Asihan Bentuknya sama dengan Ngulit Semangka hanya pamornya menyambung antara bilah dan ganjanya, karena tuahnya memperlancar pergaulan termasuk antar jenis, maka pamor ini disebut Asihan. Secara lengkap disebut Pamor Ngulit Semangka Asihan. Ada juga Wos Wutah Asihan tetapi jarang sekali. Kedua pamor Ngulit Semangka dan Wos Wutah ini tidak pemilih tetapi pada pamor Asihan keris itu menjadi pemilih dan tidak setiap orang cocok. • Pancuran Mas Pamor ini juga ornamennya dari bilah menyebrang ke Ganja. Pada bilahnya pamor ini sama betul dengan Sada Sakler tetapi pada bagian ganja berbentuk cabang seperti lidah ular. Tuahnya dianggap sama dengan Udan Mas dan tergolong tidak pemilih, cocok untuk semua orang. • Adeg Iras Pamor Adeg yang menyeberang langsung ke Ganja, tetap bukan ditambahi Asihan melainkan dengan tambahan Iras menjadi Adeg Iras dan tuahnya sama dengan pamor Adeg lainnya. 5. PAMOR-PAMOR YANG HAMPIR SAMA Ada beberapa jenis pamor yang bentuknya hampir sama dan sering dikacaukan orang penamaannya. Yang paling sering dikacaukan adalah pamor Wos Wutah, Pulo Tirto dan Pendaringan Kebak. Pamor Pulo Tirto memang mirip sekali dengan Wos Wutah, bedanya pada Pulo Tirto motif gumpalannya terpisah satu sama lainnya dalam jarak cukup jauh sekitar 2 samai 3 cm. Sedangkan pamor Wos Wutah, gumpalannya cukup rapat, seandainya terpisah pun jaraknya cukup dekat sekitar 1 cm saja. Pamor Pendaringan Kebak juga mirip Wos Wutah, tetapi Pendaringan Kebak lebih penuh dan rapat serta nyaris memenuhi seluruh permukaan bilah. Dari bawah sampai ujung bilah dan dari tepi satu ke tepi yang lainnya. Kemudian pamor Adeg, Mrambut dan Ilining Warih. Adeg berupa garis-garis yang tidak terputus dari bagian sor-soran sampai ujung. Sedang Mrambut serupa benar dengan Adeg, tetapi garisnya terputus-putus. Pamor Ilining Warih sama dengan pamor Adeg hanya saja garisnya bercabang di beberapa tempat. Jadi bedanya kalau garis itu tidak terputus disebut pamor Adeg, kalau terputus disebut Mrambut dan kalau bercabang namanya Ilining Warih. Dengan demikian bila ada yang mengatakan pamor Adeg Mrambut sebetulnya tidak tepat, karena pamor Adeg ada sendiri dan Mrambut ada sendiri. Jenis lain yang hampir sama adalah Ujung Gunung, Junjung Drajat, Raja Abala Raja dan Pandito Bolo Pandito. Secara umum keempat pamor itu berupa garis yang menyudut. Bedanya kalau Ujung Gunung, kaki garis sudut itu menerjang bilah. Pada pamor Raja Abala Raja, mirip Ujung Gunung, tetapi garis yang membentuk sudut menyebar diberbagai tempat, dibagian sor-soran, bilah dan ujungnya. Kalau pamor Junjung Drajat, serupa dengan Rojo Abolo Rojo, hanya keseluruhan gambar itu berhenti dibagian tengah bilah dan diatasnya ada pamor lain. Keempat pamor ini sering sekali dikacaukan orang. Selain itu, pamor Udan Mas, Segara Wedhi, Sisik Sewu dan Tetesing Warih juga banyak dikacaukan orang, karena pamor Udan Mas lebih popular maka sering pamor Segara Wedi, Sisik Sewu atau Tetesing Warih dinamakan juga Udan Mas. Pamor Udan Mas Segara Wedi Agar lebih jelas, perincian Pamor Udan Mas seharusnya : Jumlah lingkaran pusarannya minimal tiga lingkaran, tetapi umumnya ada lima lingkaran, bahkan yang baik (bila dilihat kaca pembesar) ada 8 lingkaran dengan diameter sekitar 5 milimeter, penempatan pamornya bisa teratur seperti kartu domino dan bisa juga tersebar tak beraturan disela sela pamor Wos Wutah. Pamor Segara Wedhi penampang lingkarannya lebih kecil lagi, sekitar tiga milimeter saja letaknya cenderung mengumpul ditepi bilah dan ditengah bilah umumnya ada pamor Wos Wutah, Pulo Tirto atau Ngulit Semangka atau pamor lainnya. Sisik Sewu Tetesing Warih Kalau Sisik Sewu sedikit lebih kecil dari Segara Wedhi, banyak jumlahnya dan rapat satu sama lainnya diseluruh permukaan bilah. Begitu rapatnya sehingga sering tumpang tindih satu sama lainnya. Pamor Tetesing Warih, mirip Udan Mas, tetapi jumlah lingkarannya atau pusarnya hanya tiga atau kurang dan kadang bercampur disela pamor Wos Wutah atau Pendaringan Kebak. 6. SALAH KAPRAH DALAM PENAMAAN PAMOR. Kesalahan dalam penamaan pamor sering dijumpai diantara pecinta keris, celakanya kesalahan ini sering keterusan dan dianggap sesuatu yang betul sehingga nama asli dari pamor tersebut malah kurang dikenal. Yang paling sering dikelirukan adalah pamor Adeg, dikenal sebagai pamor Singkir, padahal Singkir seharusnya nama Empu, hanya kebetulan saja Empu ini banyak membuat pamor Adeg. Salah kaprah seperti ini banyak terjadi di Jawa Tengah. Kesalahan yang mirip dengan itu adalah penamaan pamor dengan sebutan “Bulu Ayam”. Pamor seperti Ron Genduru, Ron Pakis, Mayang Mekar, Sekar Tebu, Pari Sawuli dan yang mirip itu, semuanya dianggap sama dan disebut pamor “Bulu Ayam”. Salah kaprah seperti ini banyak terjadi di Jawa Timur. Salah kaprah lainnya pamor Sedayu, ini salah, karena Sedayu adalah daerah yang banyak membuat keris pada jaman Majapahit dengan empunya yang terkenal Empu Pangeran Sendang Sedayu. Buatannya hanya berpamor sedikit saja dan terkadang tanpa pamor, akibatnya semua yang tanpa pamor atau sedkit sekali pamornya disebut pamor Sedayu. Keris yang tanpa pamor ini, yang besinya hitam mulus, disebut “tanpa pamor” saja atau “Kelengan”. Bungkalan Ini bukan nama pamor tetapi bentuk pamor pada ujung bilah keris atau tombak, pamor apapun apabila pada dekat ujung bilah bercabang dua dan kedua cabang itu menerjang tepi bilah dinamakan pamor Bungkalan. Sepintas seperti lidah ular. 7. ISTILAH YANG BERKAITAN DENGAN PAMOR DAN BENTUK KERIS a. Pamengkang Jagad Ada celah memanjang ditengah bilah yang disebabkan retak, paling banyak terjadi dikeris dengan pamor miring. Ini terjadi saat membuat saton sewaktu penempaan suhunya kurang tinggi sehingga ada bagian tertentu yang penempelan besi dan bahan pamornya atau dengan lapisan besi lainnya kurang sempurna. Tetapi ini baru diketahui setelah keris jadi, terutama waktu nyepuhi tiba tiba keris itu retak. Jadi dari segi teknik pembuatan keris ini tergolong mis-product. Karena itu pulalah maka keris yang Pamengkang Jagad umumnya bukan keris yang mempunyai garap baik. Kalangan Keraton juga menganggap keris ini tergolong tidak baik. Yang mengherankan kalangan luar keraton banyak yang menganggap ini keris baik, malah amat baik, ini juga disukai di Malaysia, Serawak, Brunei. Diduga ini dikarenakan keris dengan teknik lapis itu dibuat oleh empu keraton sehingga biasanya selalu baik dan mis-product juga tetap dianggap baik mutunya. Dari segi esoteri keris Pamengkang Jagad termasuk pemilih, tidak semua orang bisa cocok, tuahnya bisa dirasakan juga oleh orang sekelilingnya, dianggap cocok untuk orang yang mempunyai kekuasaan diwilayah tertentu seperti Bupati, Komandan Kodim dsb. b. Pegat Waja Keris ini juga keris retak, Cuma retaknya bukan antara besi dengan besi atau besi dengan pamor melainkan antara saton dan lapisan bajanya. Oleh karena itu keris Pegat Waja hanya akan terjadi pada keris-keris yang dilapisi baja saja. Keretakan ini terjadinya bukan vertikal permukaan bilah, melainkan horizontal. Mirip dengan keretakan pada kayu Plywood yang tertimpa hujan (nglokop), keris ini sebaiknya dibuang atau dilarung saja karena kurang baik. c. Rejang Landep Ini bukan nama salah satu pamor tetapi alur pamor tidak mengarah kealur ditengah melainkan ada bagian (ujungnya) keluar dari bilah (lihat gambar). Apapun pamornya, keris ini tuahnya buruk dan biasanya membawa suasana sengketa serta salah pengertian. Tetapi ada juga yang menyimpan dengan maksud tuah keris ini bisa membantu bila yang punya melakukan suatu kesalahan dan bisa terhindar dari hukuman. Keris yang telah auspun pamornya bisa berubah menjadi Rejang Landep. 8. JENIS PAMOR dan KEKUATAN SIMBOLIK-nya Nama untuk pamor keris berlaku juga untuk tosan aji lainnya seperti Tombak, Wedung, Pedang dsb. Khusus pamor yang pemilih yang biasanya diperuntukan untuk kedudukan tertentu atau karakter tertentu, sebaiknya di “tayuh” dahulu apakah cocok atau tidak sedangkan yang tidak pemilih bisa dimiliki oleh siapa saja. Beberapa jenis PAMOR dengan keterangan kekuatan simbolik-nya atau daya Tuah yang dipercaya oleh para pecinta Tosan Aji akan dijelaskan dibawah ini. WOS WUTAH Pamor yang paling banyak dijumpai, bentuknya tidak teratur tetapi tetap indah dan umumnya tersebar dipermukaan bilah. Ada yang berpendapat pamor ini pamor gagal, saat si empu ingin membuat sesuatu pamor tetapi gagal maka jadilah Wos Wutah. Tetapi ini dibantah dan beberapa empu dan pamor ini memang sengaja dibuat serta termasuk pamor tiban. Pamor ini berkhasiat baik untuk ketentraman dan keselamatan pemiliknya, bisa digunakan untuk mencari rejeki, cukup wibawa dan disayang orang sekelilingnya, pamor ini tidak pemilih. NGULIT SEMANGKA Sepintas seperti kulit semangka, tuahnya seperti Sumsum Buron, memudahkan mencari jalan rejeki dan mudah bergaul pada siapa saja dan dari golongan manapun. Pamor ini tidak memilih dan cocok bagi siapa saja. TAMBAL Mirip goresan kuas besar pada sebuah bidang lukisan. Tuahnya biasanya menambah kewibawaan dan menunjang karier seseorang. Menurut istilah Jawa bisa menjunjung derajat. Pamor ini termasuk pemilih dan tidak setiap orang cocok. PULO TIRTO Seperti Wos Wutah hanya gumpalan gambarnya terpisah agak berjauhan, seperti bentuk pulau pada peta. Tuahnya sama dengan pamor Wos Wutah. SUMSUM BURON Pamor ini juga mirip Wos Wutah, gumpalan juga terpisah agak berjauhan seperti Pulo Tirto hanya agak lebih besar dan lebih menyatu. Tuahnya baik, tahan godaan dan murah rejeki serta tidak pemilih. MELATI RINONCE Bentuknya mirip pamor Rante tetapi umumnya bulatannya lebih kecil dan tidak berlubang. Bulatan itu berupa pusaran pusaran mirip dengan pamor Udan Mas tetapi agak lebih besar sedikit. Tuahnya mencari jalan rejeki dan menumpuk kekayaan. Untuk pergaulan juga baik, pamor ini tidak memilih dan bisa digunakan siapa saja. RANTE Tuah utama pamor ini adalah untuk menampung dan mengembangkan rejeki yang didapat. Bisa mengurangi sifat boros, tetapi bukan pelit. Cocok untuk semua orang baik digunakan berdagang atau berusaha. Bentuknya agak mirip pamor Melati Rinonce, hanya bedanya pada bulatannya ada semacam gambar “lubang”. ADEG Pamor Adeg banyak dijumpai, tergolong pamor pemilih tetapi lebih banyak yang cocok daripada tidak. Tuahnya terutama sebagai penolak, ada yang menolak gunaguna, ada yang menolak wabah, angin ribut, banjir dan lainnya. Ada yang hanya menolak satu sifat ada yang beberapa sifat penolakan. MRAMBUT Sepintas seperti Adeg, bahkan ada yang menyamaratakan dengan membuat istilah baru Adeg-Mrambut. Padahal sebenarnya lain. Pamor Mrambut alurnya terputus-putus. Tuahnya hampir sama dengan pamor Adeg. Tergolong pemilih, tidak semua orang cocok. ILINING WARIH Rejeki yang lumintu, walaupun sedikit demi sedikit tetapi selalu ada saja. Itulah yang utama tuah dari Ilining Warih. Selain soal rejaki, pamor ini juga baik untuk pergaulan. Tidak memilih dan umumnya cocok untuk siapapun. SEKAR LAMPES Tuah dari pamor ini mirip dengan pamor Tumpal Keli. Hanya pada pamor Sekar Lampes umumnya juga mengandung tuah yang menambah kewibawaan pemakainya dan tergolong pamor yang tidak pemilih. BLARAK NGIRID Disebut juga kadang dengan “Blarak Sinered”, tapi ada juga yang menyebut Blarak Ngirid lain dengan Blarak Sinered. Tuah utamanya menambah kewibawaan dan juga baik untuk pergaulan karena disayang orang sekelilingnya, baik pihak atasan atau bawahan. Pamor ini tergolong pemilih. RON PAKIS Mirip sekali dengan Blarak Ngirid, hanya pada bagian tepinya seolah ada sobekan. Tergolong pemilih dan tuahnya untuk kewibawaan serta keberanian (tatag - bhs jawa). Baik dimiliki oleh orang yang berkecimpung dibidang Militer dan Keprajuritan. KOROWELANG Juga hampir sama dengan Blarak Ngirid atau Ron Pakis, tetapi “daun” nya lebih besar dan lebih menyatu. Tuahnya juga hampir sama dengan Blarak Ngirid, tetapi fungsi pergaulannya lebih besar dari fungsi wibawanya. Beberapa keris dengan pamor ini (tidak semua) baik juga untuk mencari jalan rejeki. Tergolong pamor pemilih. RON GENDURU Ada yang menyingkat menjadi RONGENDURU atau menyebut RON KENDURU. Agak mirip Ganggeng Kanyut tetapi relatif susunannya lebih teratur dan rapi. Tuahnya berkisar pada kewibawaan dan rejeki. Baik digunakan untuk pengusaha yang punya banyak anak buah. Tergolong pamor pemilh. MAYANG MEKAR Bentuknya indah sekali seperti daun Seledri, tuahnya memperlancar pergaulan dan dikasihani orang sekeliling. Beberapa diantaranya malah bertuah memikat lawan jenis. Tergolong pamor pemilih. WIJI TIMUN Menyerupai biji ketimun. Hampir sama dengan pamor Uler Lulut tetapi lebih kecil dan lonjong. Tuahnya juga untuk mencari jalan rejeki. Ada sedikit unsur kewibawaan. Baik untuk pedagang maupun untuk pengusaha. Pamor ini agak pemilih. KENONGO GINUBAH. Tuahnya menarik perhatian orang. Pergaulannya baik dan diterima digolongan manapun. Tetapi pamor ini termasuk pemilih. WALANG SINUDUK Bentuknya mirip dengan sate belalang. Posisi belalang-belalangnya bisa miring kekiri, bisa kekanan. Tuah utamanya mempengaruhi orang lain. Wibawanya besar sehingga baik dimiliki oleh pemuka masyarakat, guru, pemimpin politik. Tergolong pamor pemilih. TUMPAL KELI Tuahnya baik untuk pergaulan. Bisa menunjang karier karena pemiliknya akan disayang atasan. Termasuk pamor tidak pemilih. BENDOSEGODO Bentuknya menyerupai bulatan menggumpal dari bawah ke atas. Tuahnya untuk jalan rejeki dan pergaulan serta ketentraman rumah tangga. Tergolong tidak pemilih. MELATI SINEBAR Mirip pamor Tetesing Warih, merupakan bulatan bersusun rangkap tiga atau lebih tetapi bulatannya tidak sempurna betul dengan garis tengah sekitar 1 cm. Tempatnya ditengah bilah dan jarak satu bulatan dengan lainnya sekitar 1 cm atau lebih. Pamor ini tergolong tidak pemilih dan tuahnya untuk mencari rejeki. MANIKEM Tergolong pamor langka dan hanya dijumpai dikeris muda terutama tangguh Madura. Bentuknya mirip Melati Rinonce atau Melati Sato’or tetapi garis penghubung antar bulatan-bulatannya lebih gemuk, lebih lebar. Sedangkan bulatannya juga lebih lebar dibandingkan Melati Rinonce, bahkan ada yang hampir menyentuh tepi bilah. Tergolong tidak pemilih dan bertuah memudahkan mencari rejeki. SEKAR KOPI Ditengah bilah ada pamor yang menyerupai garis tebal dari sor-soran sampai dekat ujung bilah. Dikiri kanan garis tebal ini terdapat lingkaran-lingkaran bergerombol atau berkelompok. Satu kelompok terdiri dari dua atau tiga lingkaran menempel pada garis tebal seolah-olah biji kopi menempel pada tangkai bijinya. Tuahnya memperlancar rejeki tergolong tidak pemilih tetapi termasuk pamor langka. BONANG RINENTENG Ada yang menyebutnya Bonang Sarenteng, agak mirip dengan pamor Sekar Kopi tetapi bulatannya hanya satu. Boleh di kiri-kanan secara simetris atau selang seling. Baik Bonang Rinenteng ataupun Sekar Kopi, bulatannya seperti pusaran di pamor Udan Mas. Tergolong tidak pemilih dan memudahkan mencari rejeki. JUNG ISI DUNYA Bentuknya mirip Putri Kinurung. Bedanya bulatan-bulatan kecil yang terdapat pada “kurungan” bulatan relatif lebih besar. Ada juga yang bentuknya sepintas mirip pamor Bendo Segodo. Tuahnya untuk “menumpuk” kekayaan dan tidak pemilih. WULAN-WULAN Di Jawa Timur disebut Bulan-Bulan. Mirip Melati Sinebar atau mirip Bendo Segodo. Bedanya pada pamor Wulan-Wulan, bagian tengahnya berlubang jelas. Tuahnya memudahkan mencari jalan rejeki dan mengikat langganan. Sering disimpan di toko atau warung. TUNGGAK SEMI Pamor ini terletak ditengah Sor-soran, bentuk seperti tampak digambar samping. Berkombinasi dengan pamor Wos Wutah. Tuahnya untuk mendapatkan rejeki walau bagaimanapun kecilnya. Tidak termasuk pamor pemilih. BAWANG SEBUNGKUL Bentuknya memang mirip bungkul bawang, berlapis-lapis. Paling sedikit ada lima lapisan dan terletak di sor-soran. Tuahnya dibidang rejeki, untuk pengembangan modal. Cocok untuk orang yang bekerja di Bank dan pengembangan modal. Tidak pemilih. UDAN MAS Pamor ini banyak dicari orang, terutama pedagang dan pengusaha. Bentuknya merupakan pusaran atau gelang-gelang berlapis, paling sedikit ada tiga lapisan. Letaknya ada yang beraturan dan ada yang berserakan. Pamor ini sering pula berkombinasi dengan Wos Wutah atau Tunggak Semi. Manfaatnya untuk mencari rejeki dan tidak pemilih. SISIK SEWU Seperti gambar sisik ikan, tetapi bila diperhatikan seperti pamor Udan Mas menggumpal menjadi satu, namun pamor ini kurang begitu dikenal, mungkin karena memang jarang. Selain untuk rejeki juga untuk meningkatkan wibawa. Cocok bagi pengusaha dengan banyak karyawan. PUTRI KINURUNG Bentuknya menyerupai gambaran danau dengan tiga atau lebih “pulau” ditengahnya. Letaknya ditengah sor-soran. Tuahnya untuk memudahkan mencari rejeki dan mencegah sifat boros. Bisa diterima dikalangan manapun. Tidak pemilih. GUMBOLO GENI Sering juga disebut “Gumbolo Agni” atau “Gumbolo Gromo”. Letaknya ditengah sor-soran dan gambarnya seperti “binatang Kala” dengan posisi ekor seperti menyengat. Tuahnya baik, wibawanya besar dan bisa untuk “Singkir Baya”, baik dimiliki oleh pimpinan sipil ataupun militer. Termasuk pamor pemilih. TANGKIS Panamaan dari pamor yang hanya terdapat pada satu sisi saja dan sisi lain tanpa pamor alias Kelengan, kadang kalau pamor atau bentuk bilah berlainan kiri-kanan sering juga disebut pamor Tangkis. Tuahnya menolak wabah penyakit. Namun ini harus diperhatikan juga apakah memang tidak ada pamornya ataukah sudah hilang karena terkikis atau aus. Kalau karena aus maka ini bukan pamor Tangkis. PENGAWAK WAJA Ini istilah untuk keris TANPA PAMOR sama sekali. Pada keris muda, Pengawak Waja memang tidak diselipi bahan pamor, tetapi pada keris tua masih mengandung bahan pamor walau tidak kelihatan karena penempaan dibuat ratusan kali bahkan ribuan kali lipatan sehingga sudah menyatu dan luluh bilahnya. Hanya tampak seperti urat halus atau serat saja. Tuahnya susah dibaca, hanya mereka yang mengetahui ilmu esoteri saja yang bisa membaca. TRIMAN Ada yang menyebut Pamor TARIMO, mirip sekali dengan WOS WUTAH, tetapi agak rapat dan pamor ini tiba-tiba berhenti ditengah bilah, kadang hanya ada di sor-soran saja. Pamor ini sesuai untuk yang berusia lanjut, pensiunan dan tidak lagi memikirkan soal duniawi. Baik juga dipunyai oleh yang bersifat berangasan, suka marah tetapi kurang baik dipunyai oleh mereka yang masih aktif bekerja. ANDHA AGUNG Mirip pamor Rojo Abolo Rojo tetapi ukurannya relatif lebih kecil. Terletak ditengah bilah biasanya dikelilingi pamor Wos Wutah dan panjang hanya sepertiga atau setengah bilah. Tuahnya menyangkut kederajatan dan kewibawaan. Tergolong pamor tidak pemilih. KUL BUNTET Mirip pamor Batu Lapak, bedanya pusarannya hanya satu dan alurnya melingkar dan secara keseluruhan lebih bulat dibandingkan pamor Batu Lapak. Tuahnya hampir sama dengan Batu Lapak tetapi Kul Buntet punya nilai rejeki. Selain menghidarkan bahaya juga menghalangi usaha penipuan. Umumnya pamor ini baik untuk semua orang. KUTO MESIR Ada yang menyebut “Kutu Mesir” atau “Kutu Masir”. Bentuknya terdiri dari tumpukan gelang gelang tidak begitu bulat tetapi cenderung agak persegi. Letaknya dibagian sor-soran dan tuahnya hampir sama dengan Kul Buntet tetapi fungsi rejeki nya lebih kuat. Biasanya dicari pedagang, pengusaha dan pejabat tinggi. Pamor ini sering dikombinasi dengan pamor lain seperti Wos Wutah dan Tunggak Semi. DAN RIRIS Ada yang menyebut Udan Riris, ada yang penuh dari sorsoran sampai ujung bilah, ada yang “mengisi” sebagian bilah saja. Walau bentuknya tidak seindah pamor Nogorangsang namun umumnya tuahnya lebih kuat. Selain kewibawaan dan kepemimpinan ada fungsi untuk menolak guna-guna. Pamor ini pemilih. REGED BANYU Pamor ini ada yang menghias seluruh bilah, ada yang sebagian saja, tidak dari sor-soran keujung bilah. Tuahnya untuk melindungi si pemilik dari musibah mendadak. Bahasa Jawanya “Singkir Baya” atau “Tulak Bilahi”. Pamor ini tidak pemilih. ROJO SULEMAN Ada yang menyebut pamor Nabi Sulaiman. Banyak pula yang mengatakan ini adalah rajanya pamor. Letaknya ditengah sor-soran. Tuahnya memang merupakan kumpulan dari hal-hal yang baik, positip. Menghindari bahaya dan mencari jalan rejeki, wibawanya kuat, disayang dan disegani orang disekelilingnya. Namun pamor ini punya sifat “memilih”. BATU LAPAK Bentuknya menyerupai pusaran yang melingkar-lingkar, biasanya lebih dari lima. Letaknya di sor-soran tengah. Tuahnya “Singkir Baya”. Baik untuk anggota Militer ataupun orang biasa. Berkhasiat bagi yang mempelajari kekebalan, bela diri. Pamor tidak memilih. SIRAT Kadang disebut “Teja Bungkus” atau “Bima Bungkus”, baik dipegang oleh mereka yang punya posisi pimpinan karena faktor wibawa, kepemimpinan dan disayang anak buah. TUNGGUL WULUNG Yang baik kalau pamor Tunggul Wulung ini merupakan pamor tiban. Bentuknya mirip gambar anak yang sangat sederhana, hanya kepala, tangan dan kaki dan menempati daerah blumbangan. Tuahnya menolak berbagai macam penyakit dan tidak memilih tetapi pemiliknya harus berperilaku baik, tak boleh menyeleweng. Tergolong pamor langka. LINTANG KEMUKUS Disebut juga “Kukus Tunggal”, bentuknya seperti Sodo Sakler, hanya dibagian sor-soran pamor ini menggumpal. Gumpalan ini boleh berupa Benang Setukel atau Tunggak Semi atau Wos Wutah atau juga Bawang Sebungkul. Selain dipercaya membawa rejeki juga untuk ketenaran dan menambah wibawa. Tidak pemilih. PANCURAN MAS Banyak dicari pedagang dan pengusaha karena dipercaya membawa keberuntungan bagi pemiliknya, lagi pula tidak pemilih. Bentuknya mirip Sada Saler tetapi dibagian ganjanya tepat di ujung Sada Sakler pamornya seperti bercabang dua. SADA SAKLER Arti harfiahnya Lidi Sebatang, bentuknya sesuai dengan namanya. Berupa garis lurus membujur sepanjang bilah. Tuahnya ada yang untuk menambah kewibawaan, ketenaran (popularitas) atau keteguhan iman dan pamor ini cocok untuk semua orang. Pendapat lain mengatakan, tuahnya untuk kewibawaan dan keprajuritan serta meneguhkan dalam mencapai cita-cita, baik untuk militer atau yang berambisi mencapai suatu cita-cita dan beberapa keris pamor ini tergolong pemilih. WENGKON Ada yang menamakan pamor Tepen, ada yang menyebut Lis-lisan. Bentuknya mirip bingkai (wengkon artinya bingkai). Bentuknya merupakan alur pamor yang merata sepanjang pinggiran bilah keris. Tuahnya untuk perlindungan, ada yang untuk menghindari dari godaan, ada yang memperbesar rasa hemat dan ada yang untuk menghindari dari guna-guna. Pamor ini tidak pemilih. KUDHUNG Pamor ini selalu terletak diujung bilah dan tuahnya seperti namanya untuk melindungi pemiliknya dari serangan guna-guna dan perlindungan dalam situasi darurat. Pamor ini sering digunakan untuk “penunggu rumah”. SATRIYA PINAYUNGAN Ada dua macam pamor Satriya Pinayungan. Yang pertama pamor pada bagian sor-soran, apa saja bentuknya, bisa Wos Wutah, lalu di atas pamor itu (dekat ujung bilah) terdapat pamor Kudhung. Yang kedua, motif pada sor-soran menyerupai Udan Mas tapi bentuknya teratur. Tiga bulatan mendatar diteruskan beberapa bulatan ke atas. Tuahnya sama, memberi perlindungan bagi pemiliknya dari perbuatan sirik orang lain. Walau keduanya tidak pemilih tetapi pamor yang pertama lebih cocok untuk mereka yang bekerja di pemerintahan sedangkan yang kedua untuk wiraswasta. Untuk yang pertama dianut oleh penggemar keris dari Solo ke timur, sedang kedua oleh penggemar dari Yogya ke barat, mana yang benar tetapi pendapat keduanya diterima oleh sebagian besar penggemar keris. BADAELA Pamor ini tuahnya buruk, ada yang menyebut pamor Bebala. Sebaiknya dilarung saja sebab pemiliknya akan kena pindah, dicurigai serta menerima akibat buruk pekerjaan orang lain TUNDUNG Tergolong pamor yang buruk tuahnya. Si pemilik akan sering pindah rumah atau diusir oleh sesuatu sebab. Rumah tangga tidak tenteram dan dijauhi rejeki. Sebaiknya dibuang saja. ENDAS BAYA Tuahnya buruk, si pemilik sering dapat musibah karena tingkah lakunya sendiri. Sebaiknya dibuang saja karena siapapun pemakainya akan selalu sial. SEGARA WEDHI Terjemahan dalam Bahasa Indonesia, Gurun Pasir. Namun sifat tuahnya bukan berarti “kering kerontang” atau “gersang” melainkan justru baik. Menurut banyak orang tuahnya mudah mendapatkan rejeki. Mirip Udan Mas tetapi bulatannya lebih kecil dan lebih banyak serta tersebar diseluruh permukaan bilah. Pamor ini tergolong tidak pemilih. UNTU WALANG Arti harafiahnya “Gigi Belalang”, tuahnya menambah kewibawaan seseorang. Dituruti kata katanya dan pamor ini tergolong pemilih, hanya orang yang punya kedudukan cukup tinggi bisa cocok. Untuk guru dan pendidik biasanya juga cocok. DHADHUNG MUNTIR Mirip Sada Sakler tetapi “garis” ditengah bilah mempunyai motif seperti pilinan tambang atau dhadhung. Tuahnya sama dengan Sada Sakler, menyangkut kewibawaan, keteguhan hati. Pamor ini banyak terdapat pada keris buatan Madura dan tergolong pamor pemilih. RAHTAMA Terletak dibagian sor-soran merupakan pamor tiban di antara pamor dominan seperti Wos Wutah dan Ngulit Semangka. Baik sekali jika diberikan pada suami-istri yang baru menikah dengan harapan agar memperoleh anak yang soleh dan berbudi luhur. PUSAR BUMI Disebut juga Puser Bumi. Bentuknya mirip Udan Mas tetapi dengan skala yang jauh lebih besar, minimal sebesar koin lima puluh rupiah dan kadang sampai 8 cm, terutama pada bilah tombak. Pamor ini tergolong pamor miring, merupakan lingkaran yang berlapis dan bukan melingkar seperti obat nyamuk, tuahnya baik tetapi pemilih dan tidak semua orang “kuat” memilikinya. Umumnya dipercaya sebagai pamor yang baik untuk menjaga rumah. LINTAS MAS Letaknya dibagian tengah sor-soran, paling sedikit jumlah pusaran-pusarannya ada lima buah. Baik untuk berdagang terutama perhiasan. Pamor ini pemilih dan tuahnya hanya bisa dirasakan oleh yang cocok saja. NUR Letaknya ditengah sor-soran, mirip huruf S. tuahnya baik terutama untuk guru, pemimpin atau orang yang dituakan serta wibawanya besar, punya sifat pelindung dan tempat bertanya orang lain. Sifatnya pemilih, untuk yang masih “muda” umumnya kurang kuat. SEKAR SUSUN Hampir seperti Melati Rinonce tetapi ukuran bunganya lebih besar. Bentuk bunga seperti bulatan pada pamor Bendo Segodo. Memudahkan dalam mencari rejeki dan tidak pemilih. Hanya ditemukan pada keris keris yang relatif muda. SEKAR TEBU Hampir seperti Blarak Ngirid atau Sinered, tetapi ujungnya tidak sampai ke bilah keris, malainkan agak mengumpul di tengah saja dan guratannya lebih halus. Tidak pemilih dan tuahnya untuk kewibawaan dan kepemimpinan. KLABANG SAYUTO Seperti paduan pamor Blarak Ngirid dan Naga Rangsang. Sepintas seperti seekor klabang dengan kaki seribunya. Dipercaya bisa menambah kewibawaan dan kekuasaan. Pamor ini tergolong pemilih dan hanya cocok bagi yang memegang posisi pimpinan. MANGGAR Mirip untaian Bunga Kelapa. Merupakan kumpulan dari bentuk pamor macam pamor Wiji Timun tetapi letaknya sering menyudut, bersusun dari sor-soran keujung bilah. Memudahkan mencari rejeki dan menonjol dalam lingkungan pergaulan. Tidak pemilih. JALA TUNDA Tergolong pamor pemilih. Tuahnya untuk ketenaran, untuk menonjol dalam lingkungandan tergolong pamor langka walau dari teknik pembuatan tidak terlampau sukar. Sepintas mirip pamor Wengkon tetapi lebar dan pada bagian dalam ada lekuk-lekuk yang terkadang simetris berhadapan tetapi pada bagian lain sering tidak simetris. Pamor Jala Tunda yang bagus, garis-garis yang menjadi wengkon biasanya halus dan rangkap banyak sekali. SUMUR BANDUNG Merupakan bulatan hitam besi tanpa pamor sebesar uang logam lima puluh sen-an atau lebih kecil sedikit letaknya di tengah bilah, diantara pamor – biasanya Wos Wutah nggajih atau Pendaringan Kebak nggajih. Banyak terdapat pada keris buatan Madura. Tergolong pamor pemilih dan paling cocok buat keprajuritan, militer atau yang belajar ilmu kekebalan. BUNTEL MAYIT Nama yang menyeramkan, artinya “pembungkus mayat”. Tergolong pamor sangat pemilih. Kalau cocok akan cepat menanjak kariernya atau kekayaannya tetapi kalau tidak cocok bisa mendapatkan malapetaka. Karena itu bila menginginkan pamor ini sebaiknya ditanyakan dulu pada mereka yang tahu agar bisa dilihat cocok atau tidaknya. JAROT ASEM Ini termasuk pamor langka walau tampaknya sangat sederhana tetapi pembuatannya sangat sulit. Sepintas seperti jalinan serabut kasar, saling menyilang arahnya tetapi tidak ada kesan tumpang tindih. Pamor ini dipercaya memberikan pengaruh baik pada pemiliknya, menjadi teguh hatinya dan besar tekatnya. Amat cocok bagi yang punya cita cita besar baik dalam pendidikan atau pun dalam pekerjaan. KENDHIT GUMANTUNG Ini termasuk pamor tiban. Letaknya dibagian sor-soran dan biasanya bercampur pamor yang lebih dominan seperti Wos Wutah atau Ngulit Semangka. Baik untuk setiap orang. Dipercaya dapat menolak segala macam penyakit menular, jadi seperti anti-wabah. Tetapi pemiliknya harus menjaga tingkah lakunya dan jangan sampai menyeleweng dari jalan yang lurus. KUPU TARUNG Sepintas seperti gambar kupu-kupu sedang berlaga. Namun esoteris-nya tidak ada sangkut paut dengan bidang laga, bahkan baik untuk pergaulan. Pamor ini tidak pemilih dan terletak sepanjang bilah dari sor-soran hingga ujung bilah. MRUTU SEWU Mirip Udan Mas dan Sisik Sewu. Pamornya berupa bulatan besar dan kecil, rapat satu sama lainnya dan disela pamor yang berbentuk pusaran-pusaran itu ada semacam titik-titik pamor kecil. Pamor ini memudahkan mencari rejaki juga dipercaya orang memudahkan anak gadis atau janda dalam mencari jodoh dan pamor ini tidak pemilih. RATU PINAYUNGAN Tergolong pamor tiban yang letaknya di sor-soran dan biasanya bercampur pamor dominan lainnya. Pengaruhnya baik pada pemiliknya, melindungi marabahaya, berwibawa dan punya pengaruh luas. Baik bagi seorang pimpinan tetapi tergolong keris pemilih. LAWE SETUKEL Biasa disebut “benang setukel” atau “saukel”. Sepintas memang mirip benang yang diurai dari gulungannya. Keris ini cocok untuk polisi, militer atau pekerja lapangan. Banyak yang menganggap keris ini bisa menolak gunaguna dan keris ini tergolong pemilih. YOGAPATI Hati-hatilah bila berjumpa dengan keris ini. Pamor ini punya pengaruh buruk sekali, terutama buat yang bekeluarga. Sering anak-anak sang pemilik sakit-sakitan atau bahkan meninggal. Sebaiknya dilarung saja. KINASIHAN Ini pamor baik dan tidak pemilih, tuahnya disayang dan dihormati orang sekeliling. Factor rejeki juga baik, bisa lumintu (selalu ada saja) KALACAKRA Tergolong pamor langka. Untuk penguasaan wilayah, kekuasaan dan kewibawaan serta kepemimpinan. Baik dipakai oleh pemimpin masyarakat. Ada faktor penolak bala dan guna-guna. BUNGKUS Bentuknya sederhana, Cuma gambaran seperti tonjolan berlekuk-lekuk bagai kepompong ulat dan letaknya di sorsoran. Tuahnya memudahkan mencari rejeki, hemat serta merupakan pamor yang tidak pemilih. Paling cocok untuk pedagang atau pengusaha. SLAMET Bentuknya mirip bayi berjambul sedang tidur. Letaknya di sor-soran dan juga terdapat pada tombak atau pedang. Tuahnya adalah untuk keselamatan dan tergolong “singkir baya”, termasuk berguna untuk menolak guna-guna. Kelebihan dibanding pamor lain, pamor Slamet ini juga mencegah fitnah serta omongan negatif. Tidak pemilih dan cocok untuk semua orang. MAKRIB Kadang disebut pamor Makarib. Tuahnya baik sekali, menyangkut kepemimpinan, rejeki dan keselamatan dalam perjalanan dan pamor ini tidak pemilih. TELAGA MEMBLENG Bentuknya menyerupai gelang-gelang yang tidak begitu bulat dan paling sedikit ada tiga gelang-gelang. Letaknya pada bagian pejetan (blumbangan) dibelakang gandhik. Tuahnya untuk penumpukan harta dan rejeki, yang sudah kita terima sukar keluar lagi kecuali untuk hal yang bermanfaat. Baik buat orang yang pemboros agar bisa lebih hemat dan pamor ini tidak pemilih. PANGURIPAN Disebut juga pamor Ngurip-urip, mirip pamor Tamsul Kinurung tetapi bentuk utamanya bukan jajaran genjang melainkan lingkaran-lingkaran yang pada satu sisinya seperti meleleh. Letaknya ditengah sor-soran, tuahnya seperti namanya untuk memudahkan mencari sandang pangan, rejeki. Pamor ini istimewa dan kadang bisa digunakan untuk mengusir mahluk halus. Perbawanya dijauhi binatang buas. Termasuk pamor tidak pemilih. DIKILING Ada yang menyebut pamor Dingkiling atau Cengkiling, tuahnya buruk bagi yang sudah berumah tangga. Sering ruwet, cekcok dan tidak tentram bahkan bisa jadi rumah tangganya akan bubar. GANGGENG KANYUT Tuahnya seperti Sekar Lampes, tetapi yang menonjol justru kewibawaannya, tergolong juga pamor pemilih. UNTHUK BANYU Mirip dengan air berbuih, tuahnya untuk rejeki dan pergaulan serta mengurangi sifat boros. Tergolong tidak pemilih. TEJO KINURUNG Seperti perpaduan pamor Sada Sakler dan Wengkon, tuahnya cenderung seperti Sada Saler yaitu berkaitan dengan kepemimpinan dan derajat. Tergolong pemilih. WIJI SEMEN Tergolong pamor rekan dan juga pemilih. Tuahnya melindungi dari guna-guna atau makhluk halus. Tergolong pamor miring yang menempati bagian bilah dari sor-soran sampai ke ujung bilah. TUMPUK Terletak dibagian sor-soran, bentuknya menyerupai garis melintang antara tiga sampai lima lapis, manfaatnya seperti Udan Mas, memudahkan “menumpuk” rejeki. Pada umumnya kerisnya lurus dengan dhapur kalau tidak Tilam Upih atau Brojol. ALIP Termasuk jenis pamor Rekan dan pamor Titipan. Terletak ditengah sor-soran. Panjang garis tebal tersebut 4-6cm, ujung atas seringkali agak bengkok sedikit. Dan kadang dominan diantara pamor yang lain. Tuahnya dapat membantu memperkuat keyakinan dan memperteguh tekad yang dimilikinya. Bukan Pamor pemilih. ROJOGUNDOLO (A) Sebagian orang menyebut Gundolorojo. Umumnya terletak ditengah sor-soran, namun adakalanya terletak agak ketengah bilah keris. Bentuknya mirip gambar mahluk yang menakutkan, kadang seperti perempuan kadang seperti laki-laki atau juga hewan. Rojogundolo yang bertuah biasanya yang dari pamor tiban dan bukan rekan. ROJOGUNDOLO (B) Umumnya bersifat perlindungan terhadap pemiliknya, bisa digunakan menolak guna-guna, memindahkan mahluk halus, membersihkan rumah “angker” bahkan jika kerisnya istimewa bisa digunakan menyembuhkan orang yang kesurupan. Tergolong pamor tidak pemilih dan bisa juga terdapat di tombak atau pedang. Masih banyak lagi pamor yang belum terdata disini, pamor buatan pun sering tidak terdata dengan baik dan kadang penamaan pamor juga hanya berdasarkan gambar yang terjadi belum ada padanannya atau juga karena timbul kreasi baru dari si pemesan keris kepada Sang Empu agar dibuatkan pamor seperti rancangannya. TULAK Bentuknya seperti pamor kudung yang terbalik. Tuahnya sebagai sarana tolak balak atau menolak perbuatan jahat yang diarahkan kepada pemilik pusaka. Bukan pamor pemilih. 9. PAMOR KERIS PEMILIH Sering kita mendengar cerita di masyarakat tentang orang yang tidak cocok pada keris pusakanya, baik keris dari warisan, pemberian orang, mas kawin atau yang mendapatkan dengan cara-cara lainnya. Ada banyak sekali jenis dari keris yang berpamor pemilih dan berpamor yang kurang baik, hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor diantaranya : 1. Saat Empu membabar/membuat pusaka konsentrasinya terganggu oleh sesuatu hal sehingga mantra yang seharusnya baik menjadi salah ucap atau tidak sesuai maka mengakibatkan keris tersebut mempunyai tuah yang kurang baik. Contohnya : Pusaka Empu Gandring, sebelum keris selesai dibuat sang Empu dibunuh oleh Ken Arok dan mengucapkan kata-kata kutukan yang masuk ke keris tersebut, dan terbukti keris tersebut mempunyai tuah seperti maksud dari kutukan empu Gandring. 2. Pamor Adalah sebuah bentuk ilustrasi atau gambar yang muncul dipermukaan bilah keris, nama-nama pamor sangat banyak dan beragam sesuai bentuk dan kemiripannya dengan alam, sebagai contoh; Pamor Beras Wutah, Pamor Sasa Sakler, Pamor Blarak Ngirid, Pamor Udan Mas dan lain sebagainya. Terdapat beberapa jenis pamor yang memang mempunyai tuah yang kurang baik antara lain : a. Pamor Dingkiling atau Cengkiling, tuahnya buruk bagi yang sudah berumah tangga. Sering ruwet, cekcok dan tidak tentram bahkan bisa jadi rumah tangganya akan bubar. b. Pamor Yoga Pati : angsarnya anak pemilik pusaka sering sakit sakitan, bahkan meninggal dunia. c. Pamor Tundung : tergolong pamor yang buruk tuahnya. Si pemilik akan sering pindah rumah atau diusir oleh sesuatu sebab. Rumah tangga tidak tenteram dan dijauhi rejeki. d. Pamor Endas Baya : tuahnya buruk, si pemilik sering dapat musibah karena tingkah lakunya sendiri atau siapapun pemakainya akan selalu sial. e. Pamor Badaela : tuahnya buruk, ada yang menyebut pamor Bebala. Sebaiknya dilarung saja sebab pemiliknya akan kena pindah, dicurigai serta menerima akibat buruk pekerjaan orang lain 3. Ada beberapa pusaka yang pemilih, maksudnya pusaka ini HANYA COCOK pada orang-orang tertentu saja, sehingga kalau tidak cocok dengan seseorang yang memilikinya, maka akan menjadikan pemiliknya tidak nyaman atau tidak tenteram dalam berbagai kehidupan. Pusaka ini biasa tersirat pada pamor atau juga dhapur pusakanya. Sebagai contoh sebuah keris dhapur Kebo Lajer adalah keris untuk para petani dan peternak maka tidak akan cocok atau tidak sesuai jika dimiliki oleh seorang pejabat. Demikian sebaliknya Keris Dhapur Sangkelat adalah keris untuk para petinggi tidak akan cocok untuk petani. 4. Pusaka yang sudah cacat atau tidak WUTUH juga mempunyai pengaruh kurang baik pada pemiliknya, seperti pegat waja, pugut / putus , Nyangkem kodok, Randa beser dan sudah terlalu aus sehingga sudah tidak terbentuk lagi sebagai pusaka. Hal ini dapat digambarkan seperti mobil jika remnya sudah tidak ada maka mobil tersebut akan sangat membahayakan bagi yang mengendarainya. Muncul pertanyaan “Keris yang tidak cocok tersebut harus dikemanakan ?“, Bila keris tersebut cacat maka bisa dibetulkan oleh seorang empu dimasa sekarang masih ada empu yang dapat memperbaiki keris yang cacat atau rusak tepatnya di kota Solo atau Jogyakarta, tapi ada juga yang rela keris-keris tersebut dilarung ke sungai tapi ini adalah suatu tindakan yang keliru, karena keris tersebut adalah juga suatu karya yang adiluhung maka sebaiknya diserahkan ke Museum. Jika sampai hilang dari Nusantara, maka untuk studi penelaahan keris akan menemui hambatan sebab banyak keris yang hilang karena dilarung. Walau keris itu kurang cocok alangkah baiknya jika diserahkan ke museum, biar negara yang menampung dan merawatnya agar budaya adiluhung kita tidak hilang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, semua hasil karya manusia yang gagal atau salah dalam perhitungan, pengerjaan atau perencanaan akibatnya akan dapat membahayakan manusia, jadi tidak hanya keris. Jembatan, rumah, toko, gedung juga memiliki pengaruh yang tidak baik bagi yang menempati atau memiliki jika terdapat kegagalan dalam proses pembuatannya. intinya jika sesuatu hal itu dirancang dan dikerjakan dengan perencanaan yang matang, hati yang baik dan iklas maka hasilnya juga akan baik. Diposkan oleh Griya Keris Prasena di 22.09 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest KEKUATAN SIMBOLIK DHAPUR 1. Mengenal Ricikan KERIS. Nama-nama keris yang benar sesuai yang tercantum dalam arsip keraton dalam Buku yang bernama SERAT CENTINI BAB II yang ditulis oleh salah seorang pujangga yang bernama R. Ngabehi Ronggowarsito pada tahun 1675. Keris yang ada di nusantara ini sangat banyak dan beragam, masing-masing memiliki nama yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, bahkan satu daerah dengan daerah lain memiliki nama yang berlainan untuk satu keris yang sama. Nama - nama keris tersebut memiliki beberapa tingkatan antara lain keris yang dibuat pada sebelum abad ke 10 diberi gelar Sang, keris yang dipakai sebagai pusaka keraton diberi gelar Kanjeng Kyai, keris yang dipakai oleh masyarakat umum diberi gelar Kyai dan keris yang dibuat oleh seorang Empu dan bukan dari idenya sendiri tapi dari ide Empu sebelumnya diberi gelar DHAPUR. Jenis keris pun ada bermacam-macam ada yang Lurus dan ada yang berlekuk. Untuk yang Luk (Istilah keris berlekuk) mulai dari luk 3 sampai luk 29, bisa dibayangkan nama-nama keris yang ada pasti ada ribuan. Untuk bisa mengetahui berbagai nama keris kita harus mengetahui dahulu ricikan-ricikan atau ornamen yang terdapat pada sebuah keris. Sebuah keris pastilah memiliki ricikan sebagai dasar untuk menentukan nama dhapur keris tersebut. Berikut ini adalah contoh beberapa nama dhapur keris dengan ricikannya : 1. Dhapur Tilam Upih dengan ricikan keris Lurus, terdapat pijetan dan tikel alis. 2. Dhapur Pudak Jangkung dengan ricikan keris Luk tiga, terdapat pijetan dan tikel alis, pudak sategal dan sraweyan. 3. Dhapur Pendawa Cinarita dengan riicikan Luk 5, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua, sogokan dua, sraweyan dan greneng. 4. Dhapur Sempana dengan ricikan Luk 7, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dan greneng. 5. Dhapur Carang Soka dengan ricikan Luk 9, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua, sogokan dua, sraweyan dan greneng. 6. Dhapur Sabukinten dengan ricikan Luk 11, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah , sogokan dua, sraweyan dan greneng. 7. Dhapur Sengkelat dengan ricikan Luk 13, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua, sogokan dua, sraweyan, ripandan, dan greneng. Contoh dhapur diatas memberikan tanda bahwa detail sebuah dhapur keris itu berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Dhapur untuk keris lurus ada 440 buah, luk 3, luk 5, luk 7, luk 9, luk 11, luk 13, luk 15, luk 17, luk 19, luk 21, luk 23, luk 25, luk 27, dan luk 29, jika semua dijumlahkan mungkin ribuan keris. Jadi jika kita memiliki sebuah keris haruslah sangat berhati-hati dalam menentukan nama dhapurnya, tidak perlu bingung dan tergesa-gesa karena nama-nama dhapur banyak terdapat pada buku-buku keris. Dengan mengetahui nama dhapur sebuah keris kita dapat memprediksi apa sebenarnya maksud dan tujuan keris itu dipesan dan dibuat. 2. Berbagai macam DHAPUR Keris. Bentuk bilah keris terdiri atas ratusan dhapur (lihat Istilah Keris) Dari yang ratusan itu bisa dibagi menjadi dua golongan besar, yakni bilah keris yang lurus, dan yang memakai luk. Dhapur Keris Lurus : 1. Betok 2. Brojol 3. Tilam Upih atau Tilam Petak 4. Jalak 5. Panji Nom 6. Jaka Upa atau Jaga Upa 7. Semar Betak 8. Regol 9. Karna Tinanding 10. Kebo Teki 11. Kebo Lajer 12. Jalak Nguwuh atau Jalak Ruwuh 13. Sempaner atau Sempana Bener 14. Jamang Murub 15. Tumenggung 16. Patrem 17. Sinom Worawari 18. Condong Campur 19. Kalamisani 20. Pasopati 21. Jalak Dinding 22. Jalak Sumelang Gandring 23. Jalak Ngucup Madu 24. Jalak Sangu Tumpeng 25. Jalak Ngore 26. Mundarang atau Mendarang 27. Yuyurumpung 28. Mesem 29. Semar Tinandu 30. Ron Teki atau Roning Teki 31. Dungkul 32. Kelap Lintah 33. Sujen Ampel 34. Lar Ngatap atau Lar Ngantap 35. Mayat atau Mayat Miri (ng) 36. Kanda Basuki 37. Putut dan Putut Kembar 38. Mangkurat 39. Sinom 40. Kala Muyeng atau Kala Munyeng 41. Pinarak 42. Tilam Sari 43. Jalak Tilam Sari 44. Wora-wari 45. Marak 46. Damar Murub atau Urubing Dilah 47. Jaka Lola 48. Sepang 49. Cundrik 50. Cengkrong 51. Nagapasa atau Naga Tapa 52. Jalak Ngoceh 53. Kala Nadah 54. Balebang 55. Pedak Sategal 56. Kala Dite 57. Pandan Sarawa 58. Jalak Barong atau Jalak Makara 59. Bango Dolog Leres 60. Singa Barong Leres 61. Kikik 62. Mahesa Kantong 63. Maraseba. Dhapur Keris Luk Tiga : 1. Jangkung Pacar 2. Jangkung Mangkurat 3. Mahesa Nempuh 4. Mahesa Soka 5. Segara Winotan atau Jaladri Winotan 6. Jangkung 7. Campur Bawur 8. Tebu Sauyun 9. Bango Dolog 10. Lar Monga atau Manglar Monga 11. Pudak Sategal Luk 3 12. Singa Barong Luk 3 13. Kikik luk 3 14. Mayat 15. Jangkung 16. Wuwung 17. Mahesa Nabrang 18. Anggrek Sumelang Gandring Dhapur Keris Luk Lima : 1. Pandawa 2. Pandawa Cinarita 3. Pulanggeni 4. Anoman 5. Kebo Dengen atau Mahesa Dengen 6. Pandawa Lare 7. Pundak Sategal Luk 5 8. Urap-urap 9. Nagasalira atau Naga Sarira 10. Naga Siluman 11. Bakung 12. Rara Siduwa atau Lara Siduwa atau Rara Sidupa 13. Kikik Luk 5 14. Kebo Dengen 15. Kala Nadah Luk 5 16. Singa Barong Luk 5 17. Pandawa Ulap 18. Sinarasah 19. Pandawa Pudak Sategal Dhapur Keris Luk Tujuh : 1. Crubuk atau Carubuk 2. Sempana Bungkem 3. Balebang Luk 7 4. Murna Malela 5. Naga Keras 6. Sempana Panjul atau Sempana Manyul 7. Jaran Guyang 8. Singa Barong Luk 7 9. Megantara 10. Carita Kasapta 11. Naga Kikik luk 7 Dhapur Keris Luk Sembilan : 1. Sempana 2. Kidang Soka 3. Carang Soka 4. Kidang Mas 5. Panji Sekar 6. Jurudeh 7. Paniwen 8. Panimbal 9. Sempana Kalentang 10. Jaruman 11. Sabuk Tampar 12. Singa Barong Luk 9 13. Buta Ijo 14. Carita Kanawa Luk 9 15. Kidang Milar 16. Klika Benda Dhapur Keris Luk Sebelas : 1. Carita 2. Carita Daleman 3. Carita Keprabon 4. Carita Bungkem 5. Carita Gandu 6. Carita Prasaja 7. Carita Genengan 8. Sabuk Tali 9. Jaka Wuru 10. Balebang Luk 11 12. Sempana Luk 11 13. Santan 14. Singa Barong Luk 11 15. Naga Siluman Luk 11 16. Sabuk Inten 17. Jaka Rumeksa atau Jaga Rumeksa Dhapur Keris Luk Tigabelas : 1. Sengkelat 2. Parung Sari 3. Caluring 4. Johan Mangan Kala 5. Kantar 6. Sepokal 7. Lo Gandu atau Lung Gandu 8. Naga sasra 9. Singa Barong Luk 13 10. Carita Luk 13 11. Naga Siluman Luk 13 12. Mangkunegoro 13. Bima Kurda Luk 13 14. Karawelang Luk 13 atau Kala Welang 15. Bima Kurda Luk 13 16. Naga Siluman Luk 13 Dhapur Keris Luk Limabelas : 1. Carang Buntala 2. Sedet 3. Ragawilah 4. Raga Pasung 5. Mahesa Nabrang atau Kebo Nabrang 6. Carita Buntala Luk 15 Dhapur Keris Luk Tujuhbelas : 1. Carita Kalentang 2. Sepokal Luk 17 3. Lancingan atau Kancingan atau Cancingan 4. Ngamper Buta Dhapur Keris Luk Sembilanbelas : 1. Trimurda 2. Karacan 3. Bima Kurda Luk 19 Dhapur Keris Luk Duapuluh Satu : 1. Kala Tinanding 2. Trisirah 3. Drajid Dhapur Keris Luk Duapuluh Lima : 1. Bima Kurda Luk 25 Dhapur Keris Luk Duapuluh Tujuh : 1. Tagawirun Dhapur Keris Luk Dupuluh Sembilan : 1. Kala Bendu Luk 29 Di Pulau Jawa, keris yang luknya limabelas atau lebih, digolongkan sebagai keris Kalawijan atau Palawijan. Dulu, keris kalawijan ini diberikan pada orang-orang yang berbeda dengan orang yang normal, yakni orang yang eksentrik, yang terlalu pintar, yang punya kelebihan, atau yang punya kekurangan. Untuk bisa membedakan dhapur keris yang satu dengan lainnya, orang perlu lebih dahulu memahami berbagai komponen atau ricikan keris. Tanpa tahu dan faham benar mengenai ricikan keris, mustahil orang bisa mengetahui atau menentukan nama dhapur keris. 3. DHAPUR Keris dan Kekuatan Simboliknya Orang Jawa menafsirkan bentuk dari bilah keris itu bukan sekedar untuk memberikan sajian tentang kekuatan (fisik) dan keindahan (artistik) belaka. Pada kehadiran simboliknya juga mengandung makna-makna yang mendalam, dengan pesan-pesan moral dan etika tertentu. Sebagian masyarakat memiliki keyakinan, justru dengan kandungan yang maknawiyah tersebut maka keris memiliki nilai-nilai pedagogis, dan secara terus menerus dianggap akan memiliki relevansi untuk diwariskan kepada generasi yang, lebih muda, meski keris tidak lagi menjadi senjata utama yang diperlukan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Makna yang mendalam dan pesan-pesan moral serta etika. tersebut, dianggap sebagai suatu bagian dari pemikiran orang Jawa terhadap kebudayaannya, yang dahulunya merupakan bagian dari wacana kebudayaan yang dikembangkan oleh para waliyullah di tanah Jawa, terutama Sunan Kalijaga di Kadilangu. Mengenai bentuk keris beserta tafsir kultural terhadap makna simboliknya, pada masa-masa yang lebih kemudian menjadi bagian dari pengajaran tentang dunia keris, yang sejak jaman Mataram selalu diajarkan kepada masyarakat oleh para pujangga atau lurahing empu. Termasuk di antaranya tokoh semacam Ki Nom Mataram, Pangeran Wijil (II) di Kartasura, dan oleh tim keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, Hamengkunagara (III) (Susuhunan Pakoe Boewana V) sebagaimana dituliskan sebagai salah satu bahan pembahasan di dalam Suluk Tambangraras atau Serat Centhini. Di dalam pada itu, unsur-unsur yang melekat dan bagan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keris, dicandra dan ditafsirkan melalui kandungan pesan-pesannya yang bernuansa Moral dan Etik yang kuat, terutama di dalam kaitan dengan kesinambungan wilayah kehidupan mikrokosmos (jagad kecil) dan makrokosmos (jagad besar). BEBERAPA PHILOSOFI DHAPUR a. Philosofi Dhapur BROJOL Dhapur Brojol, sebagaimana dhapur keris lainnya merupakan suatu karya yang mempunyai muatan spiritual berupa ajaran-ajaran hidup. Secara terminology, brojol memang identik dan terkait dengan masalah kelahiran. Brojol merupakan ungkapan peristiwa kelahiran jabang bayi ke dunia.. Keris berdhapur brojol, sebagai simbol kelahiran bayi sebenarnya bukan pada proses kelahiran itu sendiri (mbrojol-lahir) yang akan disampaikan, akan tetapi ditujukan pada kesucian jabang bayi yang baru dilahirkan, yaitu fitrah manusia. Bayi yang dilahirkan tentunya sangatlah polos dan bersih. Pesan yang ingin disampaikan oleh empu melalui keris dhapur brojol adalah agar manusia dapat dilahirkan kembali secara spiritual, disucikan, atau kembali ke fitrah atau “Born Again”. Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang diajarkan agama. Pijetan menunjukkan kelapangan hati, Gandik polos menunjukkan ketabahan Dhapur Brojol mempunyai ricikan Pijetan yang merupakan symbol dari kelapangan hati. Gandik polos merupakan simbol ketabahan dalam menjalani hidup. Kelapangan hati terhadap sesuatu yang diperoleh, khususnya terhadap keadaan yang tidak menyenangkan hati. Fitrah manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan percaya pada kekuasaan dan takdir Tuhan. Namun demikian, orang harus wajib berikhtiar, harus berusaha semampunya (wiradat). Namun usaha tersebut perlu dijalani sewajarnya, ora ngoyo atau memaksakan diri diluar batas kemampuannya, melanggar ajaran agama dan merugikan orang lain. Orang yang hidup ngoyo dan neko-neko (bertingkah), cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, yang justru menjauhkan dirinya dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia. b. Philosofi Dhapur TILAM UPIH TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur. Diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dhapur tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. c. Philosofi Dhapur SABUK INTEN SABUK INTEN, merupakan salah satu dhapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau kemewahan. Dari aspek philosofi, dhapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha atau pedagang pada jaman dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada tahun 1970-an. d. Philosofi Dhapur SENGKELAT SENGKELAT, adalah salah satu dhapur keris yang sangat popular di masyarakat. Hal ini tidak lepas dari cerita di balik pembuatan keris Sengkelat, dimana bahan besinya terbuat dari cis (besi penggiring onta) milik Rasululloh SAW, pemberian Sunan AMPEL (versi lain mengatakan Sunan Kalijogo) kepada Empu Supo Mandrangi yang pada akhirnya dibuat menjadi Pusaka Keraton Majapahit dan diberi nama Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat. Keris dhapur Sengkelat merupakan keris Luk 13 yang banyak dipakai dan dimiliki oleh para pimpinan, petinggi dan pegawai pemerintahan guna menjaga stabilitas. Lambang dari keris Luk 13 adalah kestabilan dalam berbagai bidang. Kestabilan dapat diraih jika ketulusan dan kebijaksanaan ada pada hati pemiliknya. e. Philosofi Dhapur NAGASASRA NAGA SASRA, adalah salah satu nama Dhapur Keris Luk 13 dengan Gandik berbentuk kepala Naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Umumnya keris dhapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan lebih berwibawa. Keris Dhapur Naga Sasra berarti Ular yang jumlah sisiknya seribu (beribu-ribu) dan juga dikenal sebagai keris dhapur Sisik Sewu. Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai Penjaga. Oleh karena itu banyak kita temui pada pintu sebuah Candi ataupun hiasan lainnya yang dibuat pada jaman dahulu. Selain Penjaga, Naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. f. Philosofi Dhapur PULANG GENI PULANG GENI , merupakan salah satu dhapur keris yang populer dan banyak dikenal karena memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktifitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Dengan berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walaupun orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, Keris dhapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang. g. Philosofi Dhapur PANDAWA PANDAWA adalah Dhapur keris yang banyak terdapat dan dimiliki masyarakat. philosofi dari Dhapur Pandawa ini adalah tentang kehidupan bermasyarakat, maksudnya agar kita dapat mencontoh para tokoh Pandawa dalam pewayangan, antara lain : 1. Yudhistira : Tekun beribadah dan Jujur 2. Bima : Setia dan Perkasa 3. Arjuna : Lemah Lembut dan Sakti 4. Nakula : Pandai berdagang / berwirausaha 5. Sadewa : Pandai beternak / berolah pertanian. Selanjutnya tinggal kita ingin di posisi mana, yang sesuai dengan bidang kita. h. Philosofi Dhapur PUTHUT KEMBAR PUTHUT KEMBAR, oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umpyang. Padahal sesungguhnya Umpyang adalah nama seorang mPu, bukan nama dhapur keris. PUTHUT, dalam terminologi Jawa bermakna Cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari seorang Pandhita / mPu pada jaman dahulu. Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandhita. Juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan Gelungan di atas kepala, menunjukkan adat menyanggul rambut pada jaman dahulu. Bentuk wajah, walau samar tetapi masih terlihat jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dhapur Puthut mulanya dibuat oleh mPu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi inipun masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. i. Philosofi Dhapur SUMELANG Keris Lurus SUMELANG, dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain : gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dhapur Sumelang Gandring termasuk keris dhapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai Sumelang Gandring. j. Philosofi Dhapur JALAK NGORE Jalak adalah burung yang pandai dan rajin mencari makan, berkelakuan baik, mudah diberi pelajaran dan setia. Sedangkan Ngore berarti bersolek. Dhapur ini membawa pesan bahwa seseorang harus pandai memperindah kata-kata saat menguraikan kalimat untuk mencapai cita-cita. Tentunya agar dapat menguraikan kata-kata perlu belajar dan pengalaman yang memadai serta tidak menyakiti orang lain.. k. Philosofi Dhapur JALAK SANGUTUMPENG Jalak adalah burung yang pandai dan rajin mencari makan, berkelakuan baik, mudah diberi pelajaran dan setia. Sedangkan Sangutumpeng adalah suatu istilah tentang suatu pesan “bekal Selamat”. Tumpeng dalam tradisi masyarakat Jawa sebagai sarana mengucap syukur kepada Tuhan YME dalam acara selamatan. Dhapur ini membawa pesan bahwa seseorang harus pandai bersyukur dan menyikapi apa yang terjadi dengan penuh kearifan sehingga nantinya “bekal selamat” akan diperoleh di masa kini dan masa yang akan datang. l. Philosofi Dhapur KIDANG SOKA KIDANG SOKA, memiliki makna Kijang yang berduka. Bahwa hidup manusia akan selalu ada Duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. m. Philosofi Dhapur RAGA PASUNG RAGA PASUNG, atau Rangga Pasung memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai Upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME. n. Philosofi Dhapur BETHOK BROJOL BETHOK BROJOL, adalah keris dari tangguh Tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh Tua seperti Kediri/Singosari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan seperti keris dhapur Brojol. o. Philosofi Dhapur MEGANTORO Megantoro merupakan salah satu nama dhapur yang cukup terkenal dari sekian banyak dhapur dalam dunia perkerisan. Bentuk keris ini cukup unik karena keris ini dikategorikan sebagai keris berluk yaitu luk 7. Keunikan keris ini adalah luk hanya ada di bagian bawah dan luk yang ke 7 terlihat lurus sehingga terkesan keris ini terdiri dari dua bagian yaitu berluk dan lurus. Dalam khasanah bahasa Jawa Megantoro berasal dari dua kata yaitu Mego (Mega) yang berarti awan / angkasa raya dan Antoro bermakna luas tidak terbatas. Nilai falsafah dari Megantoro adalah agar si pemilik keris Megantoro dapat memiliki hati yang lapang selapang / seluas angkasa raya. Disisi lain masyarakat Jawa juga mengenal falsafah numerologi yaitu angka 7 dalam bahasa Jawa disebut PITU, yang kemudian dalam khasanah otak-atik gatok, sarwo dosok, dikenal pitu sebagai kependekan daripada kata Pitulungan yang berarti pertolongan bermaksud empu mengharapkan agar si pemilik keris selalu mendapatkan pertolongan daripada Yang Maha Kuasa dari sesama dan selalu selamat sentosa. VERSI LAIN MAKNA DHAPUR KERIS Berikut ini adalah pendapat lain mengenai beberapa pesan-pesan penilaian terhadap 30 macam bentuk dhapur keris yang dianggap memiliki pasemon-pasemon tertentu yakni : 1. Dhapur Tilamupih mengandung makna pasemon dunia pakerisan, jika seseorang telah mencintai keris sikapnya bagaikan orang yang mencintai seorang perempuan yang menjadi isterinya, dimana ingatan pikirnya selalu tertuju kepadanya. 2. Dhapur Brojol mengandung nasehat agar orang hanya menyampaikan suatu persoalan yang dapat dilaksanakan, tidak ngambra-ambra, dipertimbangan dengan bijak, serta tidak gampang obral janji; 3. Dhapur Jalak Tilamsari dimaksudkan sebagai penutup, maknanya agar orang selalu berada dalam sadar meski sedang tidur sekalipun, sehingga selalu dalam keadaan waspada; 4. Dhapur Jalak Dhindhing mengandung makna tentang hijab/kijab atau sekat, maksud tiga perkara itu, rahasianya dianggitlah, manusia itu yang pasti harus menyebut, Allah dengan Muhammad, ketiganya para rasul Allah; 5. Dhapur Jalak Sangu Tumpeng mengandung makna tempat keyakinan bahwa rejeki memang dari Allah, sehingga manusia itu jangan wancak kalbu, menjadi khawatir tidak memperolehnya karena Allah itu Maha Pemurah dan Pengasih; 6. Dhapur Jalak Ngore maknanya pikiran yang berjalan, sedang manusia tidak boleh terburu-nafsu dan sesuatu yang akan dilakukan harus terlebih dahulu dipikirkan secara sungguh-¬sungguh; 7. Dhapur Sangkelat mengandung maknanya nyala (kehidupan) hati, maksudnya adalah perilaku yang luhur, dimana pada setiap siang dan malam dalam keadaan apapun hendaknya kewaspadaan jangan sampai ditinggalkan; 8. Dhapur Carita mengandung pesan tentang pengetahuan yang benar, dimana kemampuan keilmuan membutuhan dukungan jaringan dari mereka yang lebih senior dan berpengalaman; 9. Dhapur Sabuktampar mengandung makna kuat tetapi tidak kentara, yakni bahwa rahasia kekuatan ditentukan oleh hati dan diri pribadi; 10. Dhapur Sabukinten mengandung makna suatu yang lebih berharga adalah hati dimana kemuliaan manusia akan ditentukan oleh dasar syariat dan etika yang baik; 11. Dhapur Sempana mengandung makna tentang cita-cita bahwa kejelasan dari suatu pengetahuan harus mampu melakukan prediksi dan perkiraan-perkiraan keadaan secara cerdas; 12. Dhapur Carangsoka mengandung makna tentang kecenderungan kerja, bahwa orang hendaknya dalam hidupnya diniatkan untuk menebar benih kebajikan; 13. Dhapur Pandhawa mengandung makna tentang jalan lima yang benar, bahwa rahasia kematian dari manusia terletak, dari hari pasarannya (Pon-Wage-Kliwon-Legi-Pahing); 14. Dhapur Pandhawa Cinarita mengandung makna tentang lima bentuk ajaran untuk dituakan, yakni menguasai pengetahuan, inderanya wening, bersikap sabar, narima, tidak bersikap murka; 15. Dhapur Kyai Semar Bethok mengandung makna sesuatu yang masih gelap harus dijelaskan, yang menuntut kewajiban manusia mencari kehidupan yang menghasilkan, namun tidak rucah dan melakukan pekerjaan yang tidak terhormat; 16. Dhapur Semar Tinandhu mengandung menghilangkan kegelapan dengan amalan, bahwa perasaan manusia dalam hidup jangan kosong, dan harus memiliki simpanan ilmu agar selamat; 17. Dhapur Semar Angujiwat mengandung maknanya tentang sikap optimis dengan selalu mengingat kebenaran, sehingga dalam segala kehendaknya, manusia tidak tergesa-gesa dengan hati yang terang dan sikap yang sareh sehingga langkahnya tepat; 18. Dhapur Pandhawa Rarya mengandung makna lima persoalan hati (merah, hitam, putih, kuning, hijau), dimana hidup manusia jangan hanyut ke dalam sikap yang melanggar kelima persoalan itu; 19. Dhapur Sempana Blandhong mengandung makna pandangan yang jernih sehingga maneges manekung, manusia dalam berkehendak harus didasarkan pandangan yang tajam (bersikap) meneb tanpa hati yang tergesa, sehingga cita--citanya tercapai; 20. Dhapur Sempana Kinjeng mengandung makna hidup itu bagaikan mimpi, yang pada akhirnya manusia itu akan mengalami kematian; 21. Dhapur Condhong Campur mengandung makna ketajaman hati, dimana manusia harus mampu menyatu dengan segala masalah, tidak kaku dan mengedepankan sikap terlihat baik; 22. Dhapur Campur Bawur mengandung makna kehendak yang pasti, bahwa manusia harus jumblah, kecederungan mengawinkan pikirannya dengan Gusti, bagaikan bercampurnya tembaga emas menjadi suwasa yang murni; 23. Dhapur Pudhak Sategal mengandung makna adalah bentuk yang jadi bahwa, pikiran manusia akan muncul secara spontan karena tidak banyak artinya kalau terlambat; 24. Dhapur Carubuk mengandung makna momot bakuh pengkuh, dimana manusia hendaknya jangan menghindari tantangan dengan memilih yang baik-baik dan menolak yang jelek; 25. Dhapur Sadak mengandung makna kenceng kumandel, agar manusia tidak selalu mengubah-ubah sikapnya hanya karena dorongan nafsu karena akan mengikis kepercayaan dari sesamanya; 26. Dhapur Rara Siduwa mengandung makna tentang manusia yang sering khilaf, agar dirinya selalu menjaga agar tidak selingkuh; 27. Dhapur Kebo Dhengdheng mengandung makna tentang sesuatu yang enak karena meresap, agar manusia mampu komunikasi dengan enak, mudah dan diterima oleh sesamanya; 28. Dhapur Putri Sinaroja mengandung makna untuk saling melengkapi, dimana manusia itu bermacam-macam, tidak ada yang persis sama dan selalu ada saja bedanya; 29. Dhapur Karno Tinandhing mengandung makna sebanding, dimana manusia dituntut untuk selalu mencari pengetahuan tanpa akhir; 30. Dhapur Tebu Sauyun mengandung makna tentang tindakan terpuji, dimana manusia hendaknya bersikap jujur dengan cita-rasa yang sama dan tidak selalu ingin menang sendiri. 4. Dhapur KERIS dan kesesuaiannya dengan WUKU Dalam dunia modern kita mengenal adanya ilmu Astrologi (Horoscope) yang membagi kelahiran seseorang berdasarkan Rasi Bintang, seperti Gemini, Cancer, Aries dan sebagainya. Demikian halnya dengan masyarakat Jawa yang mengenal WUKU kelahiran seseorang yang terbagi menjadi 30 Wuku yang diambil dari Epos Prabu Watugunung dengan 2 orang isteri dan 27 orang anaknya. Pembagian Wuku tersebut selain untuk mengetahui watak dan karakter dasar seseorang berdasarkan kelahirannya, juga dipercaya untuk melihat kesesuaian Dhapur Keris yang cocok untuk setiap wuku yang ada. Selengkapnya pembahasan masalah Wuku dan Dhapur Keris adalah sebagai berikut : 1. Wuku Sinta. Dewanya Sanghyang Batara Yamadipati = wataknya seperti raja dan pendita, banyak kemauan, keras, cepat bahagia, bakat kaya harta benda. Memanggul tunggul = mudah mendapatkan kesenangan hidup. Kaki belakang direndam dalam air = perintahnya panas didepan dingin belakang. Pohonnya : Kendayakan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burungnya : Gagak = mengerti petunjuk gaib. Gedungnya di depan = memperlihatkan simbol kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 2. Wuku Landep. Dewanya Sanghyang Batara Mahadewa = bagus rupanya, terang hatinya, gemar bersemadi. Kakinya direndam dalam air = perintahnya keras didepan dingin dibelakang, kasih sayang. Pohonnya : Kendayakan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burungnya : Atat kembang (kakatua) = jadi kesukaan para agung, jika menghambakan diri jadi kesayangan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 3. Wuku Wukir. Dewanya Sanghyang Batara Mahayekti = besar hatinya, menghendaki lebih dari sesama. Tunggulnya : didepan = selalu beruntung, kariernya lancar, akhirnya hidup senang. Menghadapi air di bokor besar = baik budi pekertinya, menghormati orang lain. Pohonnya : Nagasari = bagus rupaya, sopan-santun, jika bekerja dicintai oleh pimpinan. Burungnya : Manyar = tak mau kalah dengan sesama, dapat mengerjakan segala pekerjaan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 4. Wuku Kurantil. Dewanya Sanghyang Batara Langsur = pemarah. Memanggul tunggul = akhirnya mendapat kesenangan hidup. Air dalam bokor besar disebelah kiri = serong hatinya, sering iri hati. Pohonnya : Ingas = tak dapat untuk berlindung, karena panas. Burungnya : Salindita = lincah / tangkas. Gedungnya terbalik di depan = boros. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 5. Wuku Tolu. Dewanya Sanghyang Batara Bayu = dapat menyenangkan hati orang lain, kalau marah berbahaya, tak dapat dicegah, Tunggulnya : dibelakang = kebahagiannya terdapat dibelakang hari. Pohonnya : Wijayamulya (Gaharu) = sangat indah rupanya, tajam roman mukanya, tinggi adat-istiadatnya, teliti, suka pada kesunyian, selamat hatinya. Burungnya : Branjangan = ringan tangan, cepat bekerjanya. Gedungnya di depan = suka memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 6. Wuku Gumbreg. Dewanya Sanghyang Batara Cakra = keras budinya, segala yang dikehendakinya segera tercapai, tak mau dicegah, pengasih. Kaki sebelah yang di depan direndam dalam air = perintahnya dingin didepan, panas di belakang. Pohonnya : Beringin = jadi pelindung keluarganya, budinya tinggi. Burungnya : Ayam hutan = liar, dicintai oleh para agung, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya di kiri = penyayang, tapi kalau sedang jengkel tidak.Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 7. Wuku Warigalit, Dewanya Sanghyang Batara Asmara = bagus rupanya,senang asmara, cemburuan, hatinya mudah tersentuh, Pohonnya : Sulastri = bagus rupanya, banyak yang cinta. Burungnya : Kepodang – gampang marah, cemburuan, tak suka berkumpul dengan orang banyak. Menghadapi Candi = Senang berprihatin, menyepi. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 8. Wuku Warigagung, Dewanya sanghyang Mahayekti = berat tanggungannya, berkeinginan. Tunggulnya : di belakang = rejekinya dibelakang hari. Pohonnya : cemara = ramah bicaranya, lemah lembut perintahnya dan dihormati. Burungnya : Betet = keras kemauannya, pandai mencari kehidupan. Gedungnya dua buah di muka dan di belakang = ikhlasnya hanya setengah, jiwanya labil. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 9. Wuku Julungwangi, Dewanya sanghyang Sambu = tinggi perasaannya, tidak boleh disamai. Tunggulnya : di depan = selalu beruntung, kariernya lancar, akhirnya hidup senang. Menghadap air di bokor = dermawan tetapi harus diperlihatkan, Pohonnya Cempaka = dicintai oleh orang banyak. Burungnya Kutilang = banyak bicara dan perkataannya dipercayai orang, dicintai para pembesar. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 10 Wuku Sungsang, Dewanya sanghyang Gana = pemarah, gelap hati. Pohonnya : Kayutangan = tak suka menganggur, keras budinya, suka kepada kepunyaan orang lain. Burungnya : Nuri = pemboros, jauh kebahagiaannya. Gedungnya terbalik di belakang = ikhlasan dengan tidak pakai perhitungan. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 11. Wuku Galungan, Dewanya Sanghyang Batara Kamajaya = teguh hatinya, dapat melegakan hati orang susah, cinta pada perbuatan baik, jauh kepada perbuatan jahat. Memangku air dalam bokor = suka bersedekah, pengasih, namun sedikit rejekinya. Pohonnya : Kayutangan = ringan tangan, keras budinya, gampang suka pada kepunyaan orang lain. Burungnya : Elang = gesit tingkahnya, pandai mencari nafkah. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 12. Wuku Kuningan, Dewanya Sanghyang Batara Indra = melebihi sesama, tinggi derajatnya. Pohonnya : Wijayakusuma = menghindari keramaian, punya kharisma tinggi, orang senang bergaul dengannya. Burungnya : Urang-urangan = lincah, cepat bekerjanya, lekas marah, mudah ngambek. Gedungnya di belakang, jendelanya tertutup = hemat, banyak perhitungan. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 13. Wuku Langkir, Dewanya Sanghyang Batara Kala menggigit bahunya sendiri = besar nafsunya, tidak sayang kepada badannya sendiri, yang melihat takut, buruk adat-istiadatnya, tidak mau menurut, murka, banyak larangan. Pohonnya : Ingas dan cemara tumbang = panas hati, tak boleh didekati orang. Burungnya Gagak = tanggap bisikan gaib. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 14. Wuku Mandasiyo, Dewanya Sanghyang Batara Brama, kuat budinya, pemarah, tak mau memberi ampun, jika marah tak dapat dicegah, tegaan. Pohonnya : Asam = kuat dan dicintai orang banyak, jadi pelindung sengsara. Burungnya : Platukbawang = rajin bekerja. Gedungnya tertutup di depan = hemat dan banyak rejekinya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 15. Wuku Julungpujud, Dewanya Sanghyang Batara Guritno, = suka kepada keramaian, suka berdandan, tersiar baik, mempunyai kedudukan yang lumayan, tidak pernah kekurangan uang. Menghadap bukit/gunung = besar kemauannya, tak suka diatasi, menghendaki memerintah. Pohonnya : Remuyuk = indah warnanya, tidak berbau, disukai orang. Burung : Emprit Jowan = besar kemauannya tetapi pikirannya sukar diduga orang, halus budinya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 16. Wuku Pahang, Dewanya Sanghyang Batara Tantra = perkataannya melebihi sesama, tidak sabaran menepati janji. Bokornya di sebelah kiri di belakangnya = suka jalan serong. Memanggul keris = kasar perkataannya, panas hati, suka bertikai. Pohonnya : Kendayaan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burung : Cucakrowo = banyak bicaranya. Gedung di depan = boros. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 17. Wuku Kuruwelut, Dewanya Sanghyang Batara Wisnu : tajam ciptanya, tinggi dan selamat budinya, melebihi sesama dewa. Memanggul : cakra = tajam hatinya, berhati-hati. Pohonnya : parijata = jadi pelindung dan besar kebahagiaannya. Burungnya : puter = jika berbicara mula-mula kalah, akhirnya menang, tidak pernah bohong, tidak suka terhadap perkataan yang remeh. Gedungnya di depan = memperlihatkan kekayaannya, angkuh dan tidak mau disepelekan. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 18. Wuku Mrakeh, Dewanya Sanghyang Batara Surenggana = tawakal hatinya, ingatannya kuat, berkesanggupan/optimis, berani kepada kesulitan. Tunggulnya membalik = cepat naik karier, lekas hidup senang. Pohonnya : Trengguli = buahnya tidak berguna. Tak mempunyai burung = tak boleh disuruh jauh, tentu mendapat bahaya. Gedungnya dipanggul = memperlihatkan pemberian. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 19. Wuku Tambir, Dewanya Sanghyang Batara Syiwa = lahir dan batinnya terkadang berlainan, egois dan senang pamer. Pohonnya : Upas = bukan tempat perlindungan, tajam perkataannya. Burungnya : prenjak = suka membuat isu, Gedungnya tiga tertutup semua = tidak dapat kaya hanya setengah-setengah saja. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 20. Wuku Madangkungan, Dewanya Sanghyang Batara Basuki : mengutamakan keberadaan, senang melihat orang lain sengsara, keinginannya aneh-aneh dan sukar menemukan jati diri. Pohonnya : plasa = terhormat didaerah sendiri, sedang di kota tidak berarti apa-apa. Burungnya : pelung = suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya di atas = mendewa-dewakan kekayaannya, hemat. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 21. Wuku Maktal, Dewanya Sanghyang Batara Sakti = berbudi teguh, lurus hatinya, optimis, gesit berkarya, baik pekerjaannya, kata-katanya enak didengar. Pohonnya : nagasari = bagus rupanya, lemah lembut tutur katanya, dicintai oleh pembesar. Burungnya : ayam hutan = suka tinggal ditempat sunyi, sukses dalam karier, banyak tanda-tandanya akan mendapat bahagia,. Gedungnya ditumpangi tunggul = kaya benda dan dihormati/berwibawa. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 22. Wuku Wuyu, Dewanya Sanghyang Batara Kuwera = mudah tersinggung, mudah ngambek, senang menyendiri, senang beramal, kata-katanya tegas dan tidak dapat menabung. Memasang keris terhunus disebelah kaki = waspada dan tajam hatinya. Pohonnya : Tal = panjang umurnya, besar tanda kebahagiannya, pemberani, kuat dan tetap hatinya. Burungnya : Gagak = tak suka kepada keramaian, tanggap gaib. Gedungnya terlentang di depan = pengasih tapi pemboros. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 23. Wuku Manahil, Dewanya Sanghyang Batara Citragatra = menjunjung diri sendiri, dapat berkumpul ditempat ramai, bakat angkuh, selalu bersedia-sedia untuk membela diri. Air di bokor di belakangnya = halus perintahnya, tetapi tidak menghargai bawahan. Memangku tombak terhunus = waspada dan tajam hatinya. Pohonnya : Tegaron = liat hatinya, semangat perjuangan hidupnya tinggi. Burungnya : Sepahan = liar budinya, tajam pikirannya / perasa. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 24. Wuku Prangbakat, Dewanya Sanghyang Batara Bisma = pemarah, tangkas, pemalu, memperlihatkan watak prajurit, menghendaki jadi pemimpin orang, lurus pembicaraannya, segala yang dikehendaki tak ada sukarnya. Kakinya kanan direndam dalam air bokor = perintahnya dingin di depan panas di belakang. Pohonnya : Tirisan = panjang umurnya, cukup rejekinya, agak angkuh. Burungnya : urang-urangan = cepat kerjanya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 25. Wuku Bala, Dewanya Sanghyang Batari Durga = suka berbuat huru-hara,membuat berita, jahil, suka bercampur dengan kejahatan, tak ada yang ditakuti, pandai sekali bertindak jahat. Pohonnya : cemara = ramai bicaranya, lemah lembut perintahnya dan dihormati. Burungnya : Ayam hutan = liar budinya, dicintai oleh pembesar, tinggi budinya, banyak tanda-tanda akan mendapat bahagia, suka tinggal ditempat yang sunyi. Gedungnya di depan = senang memperlihatkan kekayaannya. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. 26. Wuku Wugu, Dewanya Sanghyang Batara Singajalma = banyak akal, lekas mengerti, cerdas, baik budinya, tetapi tidak senang diingkari janji. Pohonnya : Wuni sedang berbuah = siapa yang melihat bagaikan mengidam, akan tetapi setelah dimakan sering dicela. Banyak rejekinya. Burungnya : Kepodang = pamer, cemburuan, tidak suka berkumpul. Gedungnya tertutup di belakang = hemat dan hati-hati membelanjakan uangnya. Keris yang Cocok : Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore. 27. Wuku Wayang, Dewanya Sanghyang Batari Sri = banyak rejekinya, bakti, teliti, dingin perintahnya dicintai oleh orang banyak. Bokor berisi air di depan dan duduk di atasnya = sejuk hatinya, sabar, rela hati, akan tetapi harus diperlihatkan pemberiannya. Pasang keris terhunus = perintahnya mudah didepan, sukar dibelakang. Pohonnya = Cempaka = dicintai oleh orang banyak. Burungnya = Ayam hutan = dicintai oleh pembesar, liar budinya, berbakat angkuh, senang tinggal ditempat yang sunyi. Keris yang Cocok : Pandhawa, Rarasinduwa, Sempana Badhong, Semar Mesem, Semar Getak, Semar Tinandhu dan Brojol. 28. Wuku Kulawu, Dewanya Sanghyang Batara Sadana = kuat budinya, besar harapannya, menarik dalam pergaulan, pemboros senang nraktir, bagi laki-laki suka berpoligami. Duduk di bokor berisi air ditepi kolam = sejuk hatinya, dingin perintahnya. Membelakangi senjata tajam = pikirannya terdapat dibelakang, kurang pandai. Pohonnya: Tal = panjang umurnya, besar harapannya, kuat budinya. Burungnya : Nuri, boros, murka. Gedungnya di depan = senang memperlihatkan kekayaannya. Keris yang Cocok : Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak. 29. Wuku Dukut, Dewanya Sanghyang Batara Sakri = keras hatinya, selalu was-was, rajin, tajam pikirannya, segala yang dilihatnya berhasrat dipunyainya. Pohonnya : Pandanwangi = tidak menonjol. Burungnya : Ayam hutan = dicintai oleh para pembesar, liar dan tinggi budinya, besar harapannya, suka tinggal ditempat sunyi. Membelakangi gedungnya = sangat hemat. Berhadapan dengan dua bilah keris terhunus = selalu siaga dan waspada, serta serba ingin tahu. Keris yang Cocok : Pandhawa, Sengkelat, Tebu Sauyun, Bethok, Kebo Teki dan Kebo Lajer. 30. Wuku Watugunung, Dewanya Sanghyang Batara Antaboga dan Batari Nagagini. Antaboga = senang tinggal alam untuk bertapa. Nagagini = gemar kepada asmara. Keduanya sangat gemar kebudayaan dan ilmu kebatinan. Menghadap Candi = suka bertapa ditempat yang sunyi, gemar bersemedi dan mempelajari ilmu kebatinan. Pohonnya : Wijayakusuma = rupawan, tinggi budinya, tidak suka pada keramaian, terlihat angkuh, teliti. Burungnya : Gogik = cemburuan, mudah tersinggung dan tidak senang di tempat yang ramai. Keris yang Cocok : Pandhawa, Carangsoka, Sabuk Tampar dan Sabuk Inten. Demikian tadi beberapa ulasan tentang Dhapur Keris dan berbagai pesan simboliknya, sekarang berpulang kembali kepada para pembaca, Dhapur apa yang paling cocok untuk disimpan (dikoleksi). Diposkan oleh Griya Keris Prasena

Tidak ada komentar: