(30) NURUL 'A'YUN
43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.
Rabu, 27 Maret 2013
SHOLAWAT NABI
KEUTAMAAN SHOLAWAT AL-FATIH
Sholawat al-Fatih memiliki 8 martabat keutamaan, dibawah ini hanya keutamaan pada martabat yang pertama saja, sedangkan yang lainnya dirahasiakan oleh Allah SWT, diantaranya adalah :
1. Membaca sholawat al-Fatih 1x setiap hari di jamin hidup bahagia dunia dan akhirat
2. Membaca sholawat al-Fatih 1x menghapus semua dosa
3. Membaca sholawat al-Fatih 1x menyamai pahala ibadah semua mahluk di alam semesta ini 6000x lipat
4. Membaca sholawat al-Fatih 1x menyamai pahala sholawat yang dibaca oleh seluruh mahluk dari awal di ciptakan sampai sekarang 600x lipat
5. Membaca sholawat al-Fatih 1x setiap hari, di jamin mati membawa iman ( husnul khotimah ).
6. Membaca sholawat al-Fatih 10x di malam jum’at lebih besar pahalanya dari pada ibadah seorang wali yang tidak membaca sholawat al-Fatih selama 1 juta tahun.
7. Pahala sholawat al-Fatih dapat menutupi dan mengganti kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap orang lain, sehingga ia dapat mengganti tuntutannya di hari kiamat.
8. Membaca sholawat al-Fatih 100x di malam jum’at menghapus dosa 400 tahun.
9. Syekh Ahmad at-Tijany r.a berkata :”Keistimewaan sholawat al-Fatih sangat sulit di terima oleh akal, karena ia merupakan rahasia Allah SWT yang tersembunyi. Seandainya ada 100,000 bangsa, yang setiap bangsa itu terdiri dari 100,000 kaum, dan setiap kaum terdiri dari 100,000 orang, dan setiap orang diberi umur panjang oleh Allah SWT sampai 100,000 tahun, dan setiap orang bersholawat kepada nabi setiap hari 100,000 x, semua pahala itu belum dapat menandingi pahala membaca sholawat al-Fatih 1x. ( al-Fathur Robbany karya Sayyid Muhammad bin Abdillah as-Syafi`ie at-Thoshfaawy at-Tijany hal 99-100 )
SYARAT DITERIMANYA SUATU AMAL
Pada hakikatnya syarat diterimanya amal yang dilakukan oleh seorang muslim ada dua, yaitu :
1. Ikhlas dan
2. Sesuai sunnah Rasulullah
Syaikhul Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “Al-Fawaa’id” mengatakan bahwa :
“Amal ibadah tanpa Ikhlas dan Tanpa Mencontoh Rasululloh bagaikan seorang musafir yang mengisi kopernya dengan butir-butir pasir tiada guna yang memberatkannya”.
Al-Allamah Fudhail bin Iyadh berkata : “Amal yang terbaik adalah yang paling ikhlas dan paling benar menurut syari’at.”
Dan beliau ditanya yang dimaksud dengan amal yang paling ikhlas dan paling benar, beliau menjawab : “Perbuatan yang ikhlas tapi tidak benar tidak akan diterima, dan jika amalan benar tapi tidak ikhlas maka amalannya juga tidak akan diterima. Amalan yang diterima ialah yang dilakukan karena Alloh Ta’ala dan yang benar adalah yang sesuai dengan sunnah Rasulullah.”
Syaikh Muhammad Jamil Zainu ketika ditanya mengenai syarat-syarat bisa diterimanya suatu amal dalam kitabnya “Al-Aqidah Islamiyah”, beliau menjawab :
“Syarat-syarat amal bisa diterima adalah :
1. Iman dan Bertauhid
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal” [QS Al Kahfi: 107]
Sabda Rasulullah : “Katakanlah : Aku beriman kepada Allah, kemudian tetaplah engkau (dengan iman itu).” [HR Muslim].
2. Tidak berbuat syirik
Allah berfirman : ”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang lalim”. [QS Yunus: 106]
Allah berfirman : “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [QS: Az Zumar: 65]
3. Ikhlas yaitu beramal karena mengharapkan ridho Alloh, bukan karena riya’ atau pamrih
Allah berfirman : “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” [QS Az Zumar: 2]
4. Cara pelaksanaannya sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah.
Allah berfirman : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. “ [QS Al Hasyr: 7]
Sabda Rasulullah: “Barangsiapa beramal bukan berdasarkan perintah kami (contoh/sunnah kami) maka amalannya itu tertolak (tidak diterima Alloh Subhanahu wa Ta’ala)” [HR Bukhari no.2697, Muslim no.1718, dan Ahmad 6/73, 240, 270]
Syarat amal dengan Iman Tauhid dan Tidak berbuat syirik adalah sebagai suatu penegasan, karena sesungguhnya tanpa dijelaskan hal tersebut mutlak bahwa setiap amalan tanpa ada keimanan kepada Allohu Ta’ala maka akan tertolak, dan mutlak pula setiap amalan namun disertai atau dibarengi dengan perbuatan syirik pasti akan tertolak pula.
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, bahwa permasalahan Aqidah (iman) dan menyembah hanya kepada Alloh Ta’ala (tauhid) adalah sesuatu yang sangat mendasar dalam agama Islam dan sebagai pilar-pilar Tauhid. Sehingga suatu kaum yang telah disampaikan ajaran Islam ataupun hidup diantara kaum muslim, berarti secara otomatis meliputi pula hakikat agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah yang telah diajarkan secara jelas dan kaum tersebut tidak bisa meng-klaim bahwa mereka tidak mengetahui.
Syarat amal dengan Ikhlas dan Sesuai Sunnah Rasululloh adalah salah satu prinsip agung dari prinsip-prinsip Islam yang tidak dimiliki oleh agama manapun, dan merupakan parameter amal perbuatan yang terlihat.
Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali, bahwa seluruh amal perbuatan yang tidak dimaksudkan untuk mencari keridhaan Alloh Ta’ala maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula halnya segala amal perbuatan yang tidak atas dasar perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya juga tertolak dari pelakunya. Siapa saja yang menciptkan hal-hal baru dalam agama yang tidak dicontohkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka bukanlah termasuk perkara agama sedikitpun. Jadi barangsiapa amal perbuatannya keluar dari syari’at yang dicontohkan dan tidak terikat dengannya, maka tertolak.
Jadi sangat disayangkan sekali banyak ummat Islam ini yang mudah terlena dengan pemahaman akal dan perbuatan kebanyakan orang dengan mengharapkan bahwa menurut mereka suatu amal ini adalah tujuannya kebaikan. Tapi mereka mengukur dengan parameter akal dan hawa nafsu, sedangkan parameternya sesungguhnya mereka abaikan bahkan ditinggalkan.
Contoh mudah berapa banyak mereka melakukan amal hanya dengan prasangka (dzhon) belaka, seperti halnya merayakan peringatan Maulid Nabi bahwa itu adalah suatu kebaikan, tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga mereka curahkan untuk mensukseskan acara tersebut, tetapi sangat sedikit yang mau berfikir dan memalingkan kepada hadist : “Barangsiapa beramal bukan berdasarkan perintah kami (contoh/sunnah kami) maka amalannya itu tertolak”, sehingga mereka bisa mengukur dan memiliki parameter, apakah amal yang mereka lakukan itu akan menjadi tertolak atau tidak ?
Oleh karena itu Umar bin Khattab berkata dalam do’anya :
“Allohummaj’al ‘amalii kullahu shoolihaan, waj’alhu liwaj hika khoolison, wa laa taj’ali ahadin fiihi syai’an”. Artinya : Ya Alloh jadikan amalku semuanya shalih dan ikhlas karena mencari ridha-Mu dan jadikan di dalamnya maksud yang lain.”
Inilah hakikat perbuatan amal dalam agama Islam, yaitu barangsiapa yang enggan menyerahkan diri kepada Alloh Ta’ala (ikhlas) maka ia termasuk orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Nya, sedangkan barangsiapa yang enggan mengikuti sunnah Rasululloh Sholallohu ‘alaihi wasallam dan mengada-adakan suatu amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh beliau, maka ia termasuk orang yang telah berbuat bid’ah.
Insya Allohu ta’ala nasehat ini berguna buat ana dan antum sekalian….
Maraji’ :
1. “Al-Fawaaid”, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, terjemahan “Mutiara Faedah”, terbitan Pustaka Al-Kautsar.
2. “Fatwaa fii Attaah wal Bai’at”, oleh Syaikhul Islam Ibnul Taimiyah, terjemahan “Risalah Bai’at”, terbitan Pustaka At-Tauhid
3. “Al-Aqidah Al-Islamiyah”, oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, terbitan Cooperative Office for Call and Guidance, PO Box 20824 Riyadh.
4. “Majmoo’ Fataawa wa Maqaalaat Mutnawwi’ah li Samaahat” vol. 7, p. 132, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, artikel dari milis AsSalafi.
5. “Jami’ul Ulum wal Hikam”, oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali, terjemahan “Panduan Ilmu dan Hikmah”, terbitan Darul Falah.
Catatan :
Bagi para pembaca Artikel di Situs Ini Harap Dalam menilai Suatu Amalan Harus disertai hujjah yang jelas agar kita tidak beramal kecuali ada sumber yang kuat dari Rasulullah dan sahabatnya, apakah Rasulullah dan melakukan amalan tersebut atau tidak, jika tidak mengapa kita menambah-nambah ajaran yang sudah sempurna (lihat QS. Al Maidah : 3).
Kalau kita melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari Rasulullah, maka sia-sia saja kita melakukan amalan itu.
Renungkanlah baik-baik, semoga kita mendapatkan hidayah dari Allah. Aamiin
14 10 2009
Sejarah Maulid Nabi
Maulid Nabi atau hari kelahiranNabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang
berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun
1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap
Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat
perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun
hanya sebagai lambang persatuan spiritual. Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang Eropa menyebutnya Saladin,
seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub
–katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir
sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar
hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang
setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni
An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan
Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh
jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari
Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan
seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran
agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang
menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan
sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan
bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk
mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada
peringatan Maulid Nabi.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi
rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi
Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh
Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Dia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul
Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan
kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
PERAYAAN MAULUD NABI Oleh para walisongo
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau
Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai
kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan
Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang
ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang pengampunan yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud.
Kata gerebeg artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar
keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul
Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar
kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai
hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa
tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara
besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau izhah hasanah dari para muballigh kondang.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid ah atau
perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid ah hasanah
(bid ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan
seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan
umat Islam, antara lain: berzanjen, diba an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.
Dalam Madarirushu ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di
Hari Kiamat”.
Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan:
Siapa yang menghormati hari lahir rasulullah sama artinya dengan
menghidupkan Islam!
semoga kita semua mendapatkan hidayah dan taufiq ALLAH TA’ALA dengan dipahamkan ttg din yg mulia ini, kita semua meyakini islam ini satu2nya jalan keselamatan bagi manusia. masalahnya sekarang kita hrs jeli bhwa islam ini aturannya sudah dipatenkan sejak lama dari zaman rosulullah sampai qiamat nanti ndak akan berubah kalau zaman itu ada amalan ditetapkan sebagai ibadah maka smpai qiamat pun tetap jadi ibadah dan sebaliknya kalau zaman itu bukan suatu ibadah maka sampai kini hgga qiamat jg bukan ibadah
.
1. Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan :
من أراد بر والديه فليتصدق عنهما فان الصدقة تصل الى الميت وينتفع بها بلا خلاف بين المسلمين وهذا هو الصواب وأما ما حكاه أقضى القضاة أبو الحسن الماوردى البصرى الفقيه
الشافعى فى كتابه الحاوى عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا يلحقه بعد موته ثواب فهو مذهب باطل قطعيا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب والسنة واجماع الامة فلا التفات اليه ولا تعريج عليه وأما الصلاة والصوم فمذهب الشافعى وجماهير العلماء أنه لا يصل ثوابها الى الميت الا اذا كان الصوم واجبا على الميت فقضاه عنه وليه أو من أذن له الولي فان فيه قولين للشافعى أشهرهما عنه أنه لا يصلح وأصحهما ثم محققى متأخرى أصحابه أنه يصح وستأتى المسألة فى كتاب الصيام ان شاء الله تعالى وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها الى الميت وقال بعض أصحابه يصل ثوابها الى الميت وذهب جماعات من العلماء الى أنه يصل الى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر أن ابن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال الشيخ أبو سعد عبد الله بن محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا المتأخرين فى كتابه الانتصار الى اختيار هذا وقال الامام أبو محمد البغوى من أصحابنا فى كتابه التهذيب لا يبعد أن يطعم عن كل صلاة مد من طعام وكل هذه إذنه كمال ودليلهم القياس على الدعاء والصدقة والحج فانها تصل بالاجماع ودليل الشافعى وموافقيه قول الله تعالى وأن ليس للانسان الا ما سعى وقول النبى صلى الله عليه وسلم اذا مات ابن آدم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
“Barangsiapa yg ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa apa yg diceritakan pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara (semacam wahabiy yg hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan kesalahan yg diperbuat oleh mereka yg mengingkari nash nash dari Alqur’an dan Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu diperdulikan.
Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yg wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yg diizinkan oleh walinya, maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yg lebih masyhur hal ini tak bisa, namun pendapat kedua yg lebih shahih mengatakan hal itu bisa, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala.
Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yg masyhur dalam madzhab Syafii bahwa tak sampai pada mayyit, namun adapula pendapat dari kelompok Syafii yg mengatakannya sampai, dan sekelompok besar ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur’an, ibadah dan yg lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab : “Barangsiapa yg wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan seorang wanita yg wafat ibunya yg masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar(meng qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk mayyit,
telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi Ishruun dari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan ucapan : “kalangan kita” maksudnya dari madzhab syafii) yg muta’akhir (dimasa Imam Nawawi) dalam kitabnya Al Intishar ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana pembahasan diatas), berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yg tertinggal) dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist2 shahih) bahwa itu semua sampai dengan pendapat yg sepakat para ulama.
Dan dalil Imam syafii adalah bahwa firman Allah : “dan tiadalah bagi setiap manusia kecuali amal perbuatannya sendiri” dan sabda Nabi saw : “Bila wafat keturunan adam maka terputus seluruh amalnya kecuali tiga, shadaqah Jariyah, atau ilmu yg bermanfaat, atau anak shalih yg mendoakannya”. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90)
Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat, dan yg lebih masyhur adalah yg mengatakan tak sampai, namun yg lebih shahih mengatakannya sampai,
tentunya kita mesti memilih yg lebih shahih, bukan yg lebih masyhur, Imam nawawi menjelaskan bahwa yg shahih adalah yg mengatakan sampai, walaupun yg masyhur mengatakan tak sampai, berarti yg masyhur itu dhoif, dan yg shahih adalah yg mengatakan sampai.
maka dari kesimpulannya Imam Nawawi menukil bahwa sebagian ulama syafii mengatakan semua pengiriman amal sampai.
Inilah liciknya orang orang wahabi, mereka bersiasat dengan “gunting tambah”, mereka menggunting gunting ucapan para imam lalu ditampilkan di web web, inilah bukti kelicikan mereka,
Saya akan buktikan kelicikan mereka :
2. Ucapan Imam Ibn katsir :
وأن ليس للإنسان إلا ما سعى أي كما لا يحمل عليه وزر غيره كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه ومن هذه الآية الكريمة استنبط الشافعي رحمه الله ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماءة ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة رضي الله عنه ولو كان خيرا لسبقونا إليه وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ومنصوص من الشارع عليهما
“ Yakni sebagaimana dosa seseorang tidak dapat menimpa kepada orang lain, demikian juga manusia tidak dapat memperoleh pahala melainkan dari hasil amalanya sendiri, dan dari ayat yang mulin ini (ayat 39,Surah An-Najm) Imam Syaf’i dan Ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan, bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit adalah tidak sampai, karena bukan dari hasil usahanya sendiri. Oleh karena itu Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (pengiriman pahala melalui bacaan), dan tidak pernah memberikan bimbingan baik dengan nash maupun isyarat, dan tidak ada seorangpun (shahabat) yang mengamalkan perbuatan tersebut, jika amalan itu baik, tentu mereka lebih dahulu mengamalkanya, padalah amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala hanya terbatas yang ada nash-nashnya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas-qiyas dan pendapat-pendapat”
Mereka memutusnya sampai disini, demikian kelicikan mereka, padahal kelanjutannya adalah :
“Namun mengenai doa dan sedekah maka hal itu sudah sepakat seluruh ulama atas sampainya, dan telah ada Nash nash yg jelas dari syariah yg menjelaskan keduanya” (Tafsir Imam Ibn Katsir juz 4 hal 259).
nah. telah jelas bahwa tahlilan itu adalah doa, dan semua pengiriman amal itu dengan doa : “wahai Allah, sampaikanlah apa yg kami baca, dari…. dst, hadiah yg sampai, dan rahmat yg turun, dan keberkahan yg sempurna, kehadirat…..”
bukankah ini doa?, maka Imam Ibn Katsir telah menjelaskan mengenai doa dan sedekah maka tak ada yg memungkirinya.
Lalu berkata pula Imam Nawawi :
أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ويصح الحج عن الميت اذا كان حج الاسلام وكذا اذا وصى بحج التطوع على الأصح عندنا واختلف العلماء في الصوم اذا مات وعليه صوم فالراجح جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل
“Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa doa, dan pembayaran hutang (untuk mayyit) dengan nash2 yg teriwayatkan masing masing, dan sah pula haji untuk mayyit bila haji muslim,
demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yg sunnah, demikian pendapat yg lebih shahih dalam madzhab kita (Syafii), namun berbeda pendapat para ulama mengenai puasa, dan yg lebih benar adalah yg membolehkannya sebagaimana hadits hadits shahih yg menjelaskannya,
dan yg masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpegang pada yg membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 7 hal 90)
Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :
ولا بأس بالقراءة ثم القبر وقد روي عن أحمد أنه قال إذا دخلتم المقابر اقرؤوا آية الكرسي وثلاث مرار قل هو الله أحد الإخلاص ثم قال اللهم إن فضله لأهل المقابر وروي عنه أنه قال القراءة ثم القبر بدعة وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر نقل ذلك عن أحمد جماعة ثم رجع رجوعا أبان به عن نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ ثم القبر وقال له إن القراءة ثم القبر بدعة فقال له محمد بن قدامة الجوهري يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر فلهذا قال ثقة قال فأخبرني مبشر عن أبيه أنه أوصى إذا دفن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك قال أحمد بن حنبل فارجع فقل للرجل يقرأ
“Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalu katakanlah : Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : Wahai Abu Abdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya), maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka berkata Imam Ahmad : :”katakana pada orang yg tadi kularang membaca ALqur’an dikuburan agar ia terus membacanya lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)
Dan dikatakan dalam Syarh AL Kanz :
وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه ثم أهل السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة
“sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.
Namun hal yg terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin hanbal, dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yg masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu,
dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan doa tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal yg lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal,
dan doa itu sudah Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yg hidup, keluarga dekat atau yg jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yg sangat banyak” (Naylul Awthar Juz 4 hal 142).
Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yg mengatakan pengiriman amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yg mengatakan bahwa pengiriman bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.
Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, tsawabaa maa qaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa apa yg kami baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yg mengingkarinya dan tak adapula yg mengatakannya tak sampai.
Dan sungguh hal yg lucu bila kalangan wahabi ini meracau dengan mengumpulkan dalil gunting sambung lalu menyuguhkan kita racun agar kita teracuni,
mereka kena batunya di website MR.. he..he..
jawaban saya yg pertama telah jelas bahwa banyak para Muhaddits dan Imam yg menghadiahkan pahala bacaan Alqur’annya pada rasul saw dll.
wallahu a’lam
–
pendapat saya, justru syiah yg banyak mencuri cara cara Imam Imam Ahlulbait untuk kelicikan mereka, dan mereka adalah pengkhianat Ahlulait, merekalah musuh Ahlulbait namun mereka berkedok dg mencintai Ahlul Bait, naudzubillah dari Akidah yg memusuhi Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, Khalifah Umar bin Khattab ra, Khalifah Utsman bin Affan ra,
mereka yg memusuhi para khulafa urrasyidin adalah musuh kaum muslimin, mereka musuh Allah dan Rasul Nya, dan akan mati dalam su’ul khatimah jika tidak bertaubat.
demikian saudaraku yg kumuliakan,
wallahu a’lam
Allahumma shalli wasallim wabaarik ‘alaa sayyidinaa Muhammadinil faatihi limaa ughliqa, wal khaatimi limaa sabaqa wannaashiril haqqi bilhaqqi, walhaadii ilaa shiraatikal mustaqiimi, shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa ash haabihi haqqa qadrihii wamiqdaa rihil ‘adziim.
Artinya :
Ya Allah curahkanlah rahmat dan keselamatan serta berkah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang dapat membuka sesuatu yang terkunci, penutup dari semua yang terdahulu, penolong kebenaran dengan jalan yang benar, dan petunjuk kepada jalanMu yang lurus.
Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada beliau, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya dengan sebenar-benar kekuasaanNya yang Maha Agung.
Manfaat dan fadhilah sholawat Fatih:
Sholawat ini dikarang oleh Syech Sayyid Muhammad Syamsuddin ibn Abil Hasan al Bakri RA, adapun gunanya adalah:
1.
Untuk menghilangkan pikiran yang resah atau susah;
2.
Barang siapa membaca sholawat al Fatih tersebut, seumur hidup sekali saja Insya Allah diselamatkan dari api neraka.
3.
Membaca Sholawat Al Fatih satu kali seperti membaca sholawat 10.000 x (ada yang mengatakan 600.000 x )
4.
Untuk melepaskan semua kesulitan misalnya agar dapat segera membayar hutang, urusan yang sukar segera dapat solusinya, agar rizqinya lancar dll. Untuk memperoleh sesuatu yang dimaksud sebaiknya shalawat fatih tsb dibaca secara kontunue (langgeng) terutama dibaca tengah malam 100 x selama 40 hari, atau lebih ampuh lagi dibaca setiap hari tiap malam dengan cara shalat hajat dua rakaat, setelah salam hadiah fatihah kepada para Nabi, auliya’, syuhada’ ulama’, ahli qubur yang mu’min, kemudian membaca sholawat Fatih;
5.
Apabila sholawat fatih dibaca setelah shalat shubuh 21 x Allah akan memberi luas rizqinya, sabar hatinya, selamat diri dan keluarganya terhindar dari semua bala’ dan bencana atau malapetaka.
6.
Dan siapa orang yang membaca sholawat Fatih 1000 x pada malam Jum’at atau malam Kamis atau malam Senin, maka orang tadi besok dapat berkumpul dengan Nabi Muhammad SAW. adapun caranya sebelum membaca Sholawat Shalat sunnah 4 rakaat: rakaat pertama ba’da Fatihah membaca Surat Al Qadar, rakaat ke dua membaca Surat Al Kafirun, rakaat ke tiga membaca Surat Al Falaq, dan rakaan ke empat membaca Surat An Nas (Afdholus Sholawat :142)
Allahumma shalli wasallim wabaarik ‘alaa sayyidinaa Muhammadinil faatihi limaa ughliqa, wal khaatimi limaa sabaqa wannaashiril haqqi bilhaqqi, walhaadii ilaa shiraatikal mustaqiimi, shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa ash haabihi haqqa qadrihii wamiqdaa rihil ‘adziim.
Artinya :
Ya Allah curahkanlah rahmat dan keselamatan serta berkah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang dapat membuka sesuatu yang terkunci, penutup dari semua yang terdahulu, penolong kebenaran dengan jalan yang benar, dan petunjuk kepada jalanMu yang lurus.
Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada beliau, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya dengan sebenar-benar kekuasaanNya yang Maha Agung.
Manfaat dan fadhilah sholawat Fatih:
Sholawat ini dikarang oleh Syech Sayyid Muhammad Syamsuddin ibn Abil Hasan al Bakri RA, adapun gunanya adalah:
1.
Untuk menghilangkan pikiran yang resah atau susah;
2.
Barang siapa membaca sholawat al Fatih tersebut, seumur hidup sekali saja Insya Allah diselamatkan dari api neraka.
3.
Membaca Sholawat Al Fatih satu kali seperti membaca sholawat 10.000 x (ada yang mengatakan 600.000 x )
4.
Untuk melepaskan semua kesulitan misalnya agar dapat segera membayar hutang, urusan yang sukar segera dapat solusinya, agar rizqinya lancar dll. Untuk memperoleh sesuatu yang dimaksud sebaiknya shalawat fatih tsb dibaca secara kontunue (langgeng) terutama dibaca tengah malam 100 x selama 40 hari, atau lebih ampuh lagi dibaca setiap hari tiap malam dengan cara shalat hajat dua rakaat, setelah salam hadiah fatihah kepada para Nabi, auliya’, syuhada’ ulama’, ahli qubur yang mu’min, kemudian membaca sholawat Fatih;
5.
Apabila sholawat fatih dibaca setelah shalat shubuh 21 x Allah akan memberi luas rizqinya, sabar hatinya, selamat diri dan keluarganya terhindar dari semua bala’ dan bencana atau malapetaka.
6.
Dan siapa orang yang membaca sholawat Fatih 1000 x pada malam Jum’at atau malam Kamis atau malam Senin, maka orang tadi besok dapat berkumpul dengan Nabi Muhammad SAW. adapun caranya sebelum membaca Sholawat Shalat sunnah 4 rakaat: rakaat pertama ba’da Fatihah membaca Surat Al Qadar, rakaat ke dua membaca Surat Al Kafirun, rakaat ke tiga membaca Surat Al Falaq, dan rakaan ke empat membaca Surat An Nas (Afdholus Sholawat :142)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar