(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Minggu, 16 November 2014

QURRO' SAB'AH DAN CARANYA

QIROAH SAB'AH qiroah sab'ah Itu datangnya dari jibril kepada Rasulullah, bukan dari karangan para imam qira'at Syaikh Abu al-Khair Ibnu al-Jazary mengatakan dalam muqaddimah kitabnya An-Nasyr: “Semua qira’at yang sesuai dengan bacaan Arab walau hanya satu segi saja dan sesuai dengan salah satu mushhaf Utsmany walaupun hanya sekedar mendekati serta sanadnya benar maka qira’at tersebut adalah shahih (benar), yang tidak ditolak dan haram menentangnya, bahkan itu termasuk dalam bagian huruf yang tujuh dimana Al-Qur’an diturunkan. Wajib bagi semua orang untuk menerimanya baik timbulnya dari imam yang tujuh maupun dari yang sepuluh atau lainnya yang bisa diterima. Apabila salah satu persyaratan yang tiga tersebut di atas tidak terpenuhi maka qira’at itu dikatakan qira’at yang syadz atau bathil, baik datangnya dari aliran yang tujuh maupun dari tokoh yang lebih ternama lagi. pendapat itu menurut para muhaqqiq dari kalangan salaf maupun khalaf, adalah pendapat yang benar. Pengarang kitab Ath-Thayyibah dalam memberikan batas diterimanya qira’at mengatakan: Setiap bacaan yang sesuai dengan nahwu, mirip dengan tulisan mushhaf Utsmany, benar adanya itulah bacaan. Ketiga sendi ini, bila rusak salah satunya menyatakan itu cacat, meski dari qira’at sab’ah datangnya. Qira’at ada yang mengartikan qira’at sab’ah, qira’at sepuluh dan qira’at empat belas. Semuanya yang paling terkenal dan nilai kedudukannya tinggi ialah qira’at sab’ah. Qira’at sab’ah (tujuh) adalah qira’at yang dinisbatkan kepada imam yang tujuh dan terkenal, yaitu: 1. Nafi’ 2. Ashim 3. Hamzah 4. Abdullah bin Amir 5. Abdullah ibnu Katsir 6. Abu Amer ibnu ‘Ala’ dan 7. Ali al-Kisaiy. Qira’at ‘asyar (sepuluh) adalah qira’at yang tujuh ditambah dengan qira’at: 8. Abi Ja’far 9. Ya’qub dan10. Khalaf. Qira’at arba’ ‘asyar (empat belas) yaitu qira’at yang sepuluh ditambah empat qira’at: 11. Hasan al-Bashry 12. Ibnu Mahish 13. Yahya al-Yazidy dan 14. asy-Syambudzy. Qiro`ah Sab`ah adalah Qiro`ah Utsmani. Pengertian ‘Tujuh Huruf’ Pendapat yang paling masyhur mengenai pentafsiran Sab’atu Ahruf adalah pendapat Ar- Razi dikuatkan oleh Az-Zarkani dan didukung oleh jumhur ulama. Perbedaan yang berkisar pada tujuh wajah; 1. Perbedaan pada bentuk isim , antara mufrad, tasniah, jamak muzakkar atau mu’annath. Contohnya, ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢْ ﻷﻣَﺎﻧَﺎﺗِﻬِﻢْ ﻭَﻋَﻬْﺪِﻫِﻢْ ﺭَﺍﻋُﻮﻥَ ( Al-Mukminun: Lafad bergaris dibaca secara jamak ﻷﻣَﺎﻧَﺎﺗِﻬِﻢْ dan mufrad ﻷﻣَﺎﻧﺘِﻬِﻢْ. 2. Perbedaan bentuk fi’il madhi, mudhari’ atau amar. Contohnya, ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺑَﺎﻋِﺪْ ﺑَﻴْﻦَ ﺃَﺳْﻔَﺎﺭِﻧَﺎٍ (Saba’ : 19) Sebahagian qiraat membaca lafad ‘rabbana’ dengan rabbuna, dan dalam kedudukan yang lain lafad ‘ba’idu’ dengan ‘ba’ada’. 3. Perbedaan dalam bentuk ‘irab. Contoh, lafad ﺇِﺫَﺍ ﺗَﺒَﺎﻳَﻌْﺘُﻢْ ﻭَﻻ ﻳُﻀَﺎﺭَّ ﻛَﺎﺗِﺐٌ (Al-Baqarah: 282) dibaca dengan disukunkan huruf ‘ra’ sedangkan yang lain membaca dengan fathah. 4. Mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta’khir). Contoh, ﻭَﺟَﺎﺀَﺕْ ﺳَﻜْﺮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖ (Surah Qaf: 19) dibaca dengan didahulukan ‘al-haq’ dan diakhirkan ‘al-maut’, ﻭَﺟَﺎﺀَﺕْ ﺳَﻜْﺮَﺓُﺍﻟْﺤَﻖ ﺑِﺎﻟْﻤَﻮْﺕِ . Qiraat ini dianggap lemah. 5. Perbedaan dalam menambah dan mengurangi. Contoh ayat 3, Surah al-Lail, ﻭﺎَﻣَ ﺧَﻠَﻖَﺍﻟﺬَّﻛَﺮَ ﻭَﺍﻷﻧْﺜَﻰ Ada qiraat yang membuang lafad ‘ma kholaqo’(bergaris). 6. Perbedaan ibdal (ganti huruf). Contoh, kalimah ‘nunsyizuha’ dalam ayat 259 Surah al-Baqarah dibaca dengan ‘nunsyiruha’ (‘zai’ diibdalkan dengan huruf ‘ra’). 7. Perbedaan lahjah Seperti dalam masalah imalah, tarqiq, tafkhim, izhar, idgham dan sebagainya. Perkataan ‘wadduha’ dibaca dengan fathah dan ada yang membaca dengan imalah (teleng) dengan bunyi ‘wadduhe’ (sebutan antara fathah dan kasrah). QIRO’ATU SAB’AH 7 IMAM QURRO SAB’AH ini memiliki cara membaca yang berbeda , Qiro’ah yang terkenal pada zaman ini yaitu Imam Hafs, beliau termsuk murid dari Imam A’sim , beliau ( Imam Hafs ) berguru bersama Imam Syu’bah bin Ayyasy bin salim Al-Hanath Al-Asadi Alkufi , Julukan Beliau Abu Bakar. 1. PENGERTIAN QIROAT Al-Qira’aat adalah jamak dari kata qiro’ah yang berasal dari qara’a – yaqra’u – qirâ’atan. Menurut istilah qira’at ialah salah satu aliran dalam pelafalan/pengucapan Al-Qur’an yang dipakai oleh salah seorang imam qura’ yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur’anul Karim. Qira’at ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. 2. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU QIRO’AT Para sahabat mempelajari cara pengucapan Al-Quran langsung dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahkan beberapa dari ‘secara resmi’ direkomendasikan oleh Rasulullah SAW sebagai rujukan sahabat lainnya dalam pengucapan Al-Quran. • Dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Ambillah (belajarlah) Al-Quran dari empat orang : Abdullah bin Mas’ud, Salim, Muadz, dan Ubai bin Ka’b ” (HR Bukhori) • Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda : ” Barang siapa yang ingin membaca Al-Quran benar-benar sebagaimana ia diturunkan, maka hendaklah membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas’ud) Diantara sahabat yang populer dengan bacaannya adalah: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Ibnu Mas’ud, dan Abu Musa al-Asy’ary. Dari mereka inilah kebanyakan para sahabat dan tabi’in di seluruh daerah belajar. Kemudian para tabi’in tersebut menyebar di kota-kota besar pemerintahan Islam, diantaranya adalah : a) Madinah : Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan Umar bin Abdul Aziz b) Mekah : Ubaid bin Umair, Atho’ bin Abi Robah, Thowus, Mujahid, Ikrimah c) Kufah : ilqimah, al-aswad, masruq, ubaidah, dll d) Bashroh : abu aliyah, abu roja’, qotadah, ibnu siirin e) Syam : al-mughiroh, shohib utsman, dll Kemudian pada masa tabi’in awal abad 1 Hijriyah, beberapa kelompok mulai sungguh-sungguh menata tata baca dan pengucapan al-Quran hingga menjadi ilmu tersendiri sebagaimana ilmu-ilmu syariah lainnya. Kemudian muncul pula madrasah-madrasah qiro’ah yang mempelajai ilmu tersebut, yang akhirnya memunculkan keberadaan para qurro’, yang hingga hari ini qiroat qur’an banyak disandarkan kepada mereka, khususnya imam qurro yang tujuh. 3. RAGAM QIRO’AT & HUKUM-HUKUMNYA Sebenarnya Imam atau guru Qiraat itu jumlahnya banyak hanya sekarang yang populer adalah tujuh orang. Qiraat tujuh orang imam ini adalah qiraat yang shahih dan memenuhi syarat-syarat disebut qiroaat yang shoih. Syarat tersebut antara lain : 1) Muwafawoh bil Arobiyah ( sesuai dengan bahasa arab) 2) Muwafaqoh bi ahad rosm utsmani ( sesuai dengan salah satu penulisan mushaf Utsmani) 3) Shihhatus Sanad ( bersandarkan dari sanad atau riwayat yang shohih / kuat) Dengan ketentuan-ketentuan di atas, kemudian para ulama membagi qiro’at menjadi beberapa jenis dilihat dari layak tidaknya untuk diikuti : 1. Mutawatir ; yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta , dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah Saw. Juga sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani 2. Masyhur, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qiraat sehingga tidak dikategorikan qiraat yang salah atau syaz. qiraat macam ini dapat digunakan. 3. Ahad, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi rasam Ustmani, menyalahi kaidah bahasa Arab, atau tidak terkenal. Qiraat macam ini tidak dapat diamalkan bacaanya. 4. Syaz, yaitu qiraat yang tidak sahih sanadnya. 5. Ma’udu, yaitu qiraat yang tidak ada asalnya. 6. Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran (penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat Quran) 4. QARI TUJUH YANG MASYHUR Para Qari yang hafal Al-Qur’an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan qira’at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Qira’at yang mutawatir semuanya kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur’an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya. Mereka ialah imam-imam qira’at yang masyhur yang meyampaikan qira’at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang kitabullah Al-Qur’an sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam : “Sebaik-baik manusia diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. Berikut sekilas tentang profil mereka : 1) Ibnu ‘Amir (118 H) Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi’in, belajar qira’at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam 2) Ibnu Katsir (120 H) Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira’at di Makkah, ia adalah seorang tabi’in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H. 3) ‘Ashim al-Kufy (128 H) Nama lengkapnya adalah ‘Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi’in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu’bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H. 4) Abu Amr (154 H) Nama lengkapnya adalah Abu ‘Amr Zabban ibnul ‘Ala’ ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H. 5) Hamzah al-Kufy (156 H) Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu ‘Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim. 6) Imam Nafi. (169 H) Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na’im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi’ berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H. 7) Al-Kisaiy (189 H) Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H. Syathiby mengatakan: “Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya. Jika sahabat-sahabat ingin mempelajari QIRO’ATU SAB’AH silahkan download kitabnya Qiro’atu Sab’ah Qira'ah Sab'ah Tentang Sejarah dan latar belakang Qira'ah Sab'ah Al Qur'an Yang Agung Al Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab.Dalam sejarah pemeliharaan Al Qur'an dimasa Sahabat,Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in,ada beberapa lahjah,pembacaan dan dialek yang berbeda dalam pengucapan kata kata maupun kalimat dalam membaca Al Qur'an diantara suku suku atau qabilah qabilah Arab.Diantara lahjah lahjah bahasa Arab yang mashur ialah Lahjah lahjah Quraisy,Hudzail,Tamim,Asad,Rabi'ah Hawazin dan Sa'ad.Yang dalam tarikh melahirkan Qira'ah Sab'ah (tujuh) yang termashur itu. Latar Belakang Qira’ah Sab’ah 1. Ta’rifnya هو يعرف به كيفه ا لنطق في ا لكلما ت القران نيه وطر يقه ا دا تها انفا قا واختلا فا معا عرفكلوجه لنا قلها Artinya yaitu suatu ilmu tentang tata cara mengucapkan ayat-ayat Al Qur’an baik yang disepakati maupun yang terjadi perbedaan yang disandarkan pada seorang Imam Qira’at. Qira’at adalah bentuk ucapan (pengucapan) kalimat Al Qur’an yang di dalamnya termasuk perbedaan-perbedaan dialektis yang bersumber dari Rosululloh SAW. Tiap-tiap Qiraat yang disandarkan pada seorang Imam memiliki kaidah-kaidah dialektika tertentu dan juga memiliki rumusan-rumusan tajwid yang berbeda-beda dalam rangka untuk membaguskan bacaannya. Dari sini dapat dikatakan bahwa Qira’at dan tajwid merupakan dua ilmu yang berbeda tetapi sangat berkaitan erat. Ilmu Qira’at mengenai bentuk peengucapan, dialektika sedangkan ilmu tajwid bagaimana mengucapkan dengan baik. 2. Dasar Hukumnya Agar al Qur’an mudah dibaca sebagian kabilah arab yang kenyataannya pada masa itu mereka mempunyai tingkat yang berbeda beda, maka Rosulullah membuat legitimasi bacaaan Al Qur’an dari Allh AWT untuk dialek bahasa yang mereka miliki. Banyak hadis-hadis nabi yang menerangkan bahwa Allah telah mengizinkan bacaan Al Qur’an dengan tujuh wajah umat Islam mudah membacanya. Dari Ibnu Abas RA ia berkata: Rasulullah bersabda. اقرانيجبرل علي حرف فربعته فلم ازل يده ويزيدنيحتي انتهيعلي سبعة احرف (روه البخاري ومسلم) Artinya: jibril telah memberikan Al Qur’an kepadaku dengan satu huruf, lalu aku senantiasa mendesah dan berulang kali meminta agar ditambah, dan ia menambahnya hingga sampai tujuh huruf (HR. Bukhori Muslim) Imam Bukhori dan Muslim juga telah meriwayatkan satu hadis bahwa Umar bin Khotob ra berkata yang artinya: pada suatu hari di masa hidup Rasulullah SAW, aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca Surah Al Furqon dan aku memperhatikan bacaannya, ternyata ia membaca dengan huruf yang banyak, belum pernah Rosulullah membacakan kepadaku. Hampir saja aku menerkamnya yang masih dalam keadaan sholat itu, tetapi aku bersabar hingga ia salam. Kemudian aku pegang leher bajunya seraya bertanya dari mana ia memperoleh bacaan seperti itu. Hisyam menjawab; bahwa Rasul telah membacakan kepadanya. Engkau bohong. Sebab Rosul telah membacakan kepadaku tidak seperti itu, kataku. Kemudian ku ajak ia menghadap Rosul dan menceritakan kejadian itu. Kemudian Rosul meminta Hisyam mengulangi bacaannya, dan setelah selesai maka Rosul pun bersabda: Demikianlah Al Qur’an diturunkan dan kemudian beliau pun bersabda: Sesungguhnya Al Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf maka bacalah mana yang mudah (H.R. Bukhari, Muslim dari hadist Miskar bin Rokhimah dan Abdul Rahmah dan Abdul Qori’) 3. Pengertian Sab’atul Ahruf a. Pengertian Sab’ah 1) Yang dimaksud dengan sab’ah ialah kalimat yang mempunyai arti tujuh, yakni bilangan antara enam dan delapan. 2) Kalimah sab’ah menunjukkan banyak arti banyak yang tak terbatas. Pendapat ini didasari oleh hadis Rosulullah SAW yang berbunyi: في الحنة الي سبعة ضعف الي ضعا ف كثير ة b. Pengertian Ahruf 1) Dalam kondisi tertentu ahruf akan menunjukan pengertian sebagai bagian dari huruf-huruf hijaiyah. 2) Kalimat ahruf juga akan memberikan pengertian yang lain sebagaiman firman Allah ومن االناس من يعبد الله علي حرف Menurut para mufasir, kalimat حرف dalam ayat tersebut berarti wajah. Berangkat dari kalimat musytarak (sab’ah dan Ahruf) di atas, maka para ulama mempunyai penafsiran yang berbeda-beda pada hadist tersebut. Demikian juga bagi mereka yang menafsirkan sab’ah dengan tujuh, mereka beerselisih pendapat tentang muatan yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini Imam Suyuti mengatakan bahwa perbedaan pendapat tersebut, tidak kurang dari empat puluh pendapat. Titik di sini akan ditemukan sebagian pendapat tersebut antara lain: 1) Yang dimaksud dengan sab’atu ahruf ialah tujuh macam bahasa. Jadi, Al Qur’an itu diturunkan dengan tujuh mcam bahasa, yaitu bahasa Quraisy, Tsaqh, Kinnah, Yaman, Hadzail, Khurasan, dan Tamim. 2) Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sab’atu ahruf yaitu: halal, haram, muhkam, mutasyabih, amtsal, ikhbar, dan lasyak. 3) Yang dimaksud dengan sab’atu ahruf ialah tujuh kaidah yaitu; nasikh, mansukh, khos, am, mujmal, mubayyan, dan mufassar. 4) Yang dimaksud dengan sab’atu ahruf yaitu tujuh bentuk kalimat yaitu; amr, thalab, khabar, zajar, nahi, doa, dan istikhbar. 5) Yang dimaksud dengan sab’atu ahruf ialah, janji, mutlak, tafsir, takwil, ancaman, khabar, muqayyad, dan i’rab. 6) Yang ke enam, yang dikemukakan oleh Abu Fadl dari Razzi bahwa yang dimaksud dengan sab’atu ahruf ialah tujuh macam bentuk perbedaan bacaan yaitu: 1 Perbedaan pada bentuk isim antara mufrad, tasniyah, al jama’, seperti kalimat لا ما نتهم (dalam bentuk mufrod) dibaca لاماناتهم (dalam bentuk jama’) 2 Perbedaan pada bentuk fi’il antara madli. Mudlori’. Al amar seperti kalimat ربنابعد )dalam bentuk fi’il madhi) dibaca ربنا اعد(dalam bentuk fi’il amar) 3 Perbedaan dalam bentuk i’rab antara rafa’, nashab, al jazm. Seperti kalimat: ولا يضا ر (dengan i’rab rafa’ dibaca ولايضار (dengan i’rab nashab) 4 Perbedaan pada bentuk naqish dan ziyadah, seperti kalimat سارعوا (tanpa wawu) dibaca وسارعوا (dengan wawu) 5 Perbedaan pada bentuk takdim dan ta’khir seperti kalimat: فيقتلون ويقتلون (dengan mendahulukan فيقتلون) dibaca فيقتلون ويقتلون (dengan mendahulukan فيقتلون) 6 Perbedaandalam bentuk tabdil (penggantian huruf) seperti kalimat ننشرها (dengan ra) ننشزها (dengan za) 7 Perbedaan dalam bentuk dialek seperti bacaan imalah, taqlil, tashil dll. Pendapat ke enam inilah yang paling masyhur dalam dunia Qiraat, karena menurut penelitian bahwa perbedaan bacaan Al Qur’an tidak keluar dari tujuh bentuk perbedaan tersebut. 4. Riwayat singkat para Imam Qira’at dan perawinya 1) Imam Nafi’ Nama lengkapnya ialah Naji bin Abu Na’im. Berasal dari Asfaham. Ia belajar dari tuju orang guru dari tabi’in, di antaranya ialah Zaid bin Al Qa’qa Syaibah bin Nashah, dan Abdurrahman bin Turmuz. Mereka ini belajar kepada Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka’ab dan sampai kepada Rasululloh SAW. Nfi’ tinggal di Madinah sampai meninggal pada tahun 169 H. Ia memiliki dua orang perawi yaitu: a. Walun Nama lengkapnya ialah Abu Musa bin Mina ia belajar kepada Nafi di Madinah dan meninggal di sana pada tahun 205 b. Warsyi Nama lengkapnya ialah Abu Sa’id Ustman bin Sa’id al Misri, ia dilahirkan di Mesir, kemudian ia mengembara ke Madinah dan belajar kepada Nafi’. Ia meninggal di Mesir pada tahun 197 H. 2) Ibnu Katsir Nama lenglkapnya ialah Abu Ma’bad Abdurrahman bin Katsir Al Maliki. Ia dari Tabi’in belajar kepada Abdullah bin As Saib Al Mahzumi. Di samping itu, ia juga belajar kepada Abdullah bin Abbas dan Zaid bin Tsabit dari golongan sahabat. Mereka ini menerima dari Rosululloh SAW. Ia dilahirkan di Makkah pada tahun 45 H. Tinggal sementara di Irak kemudian ke Makkah dan meninggal di sana pada tahun 120 H. Dia memiliki dua orang perawi yaitu Abu al Hanan dan Qanbul 3) Abu Amr Nama lengkapnya ialah Zubair bin A’labin Ammar lahir di Makkah tahun 68 H. Ia kemudian mengajar al Qur’an di Basrah, kemudian pindah ke Kufah dan meninggal di sana pada tahun 154 H. Ia banyak memiliki guru, antara lain ia belajar kepada Abu Ja’far Yazid bin Al Qa’qa dan Hasan Al Basri, Hasan dari Hathan Abu Miyah, dari Umar bin Khatab dan Ubay bin Ka’ab,dan kedua sahabat ini menerima dari Rosululloh SAW. Adapun perawi Abu Amr antara lain adalah Ad Dury dan As Susy 4) Ibnu Amir Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Amir Al Yahsabi. Lahir di Damaskus pada tahun 27 H dan wafat tahun 118 H. Ia dikenal sebagai guru besar di Masjid Al Umay pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ia menerima dari Ustman bin Affan dan Usman bin Affan menerima dari Rosululloh SAW. Adapun dua orang perawi Ibnu Amir adalah: Hisyam dan Ibnu Zakwan. 5) Ashim Nam lengkapnya adalah Abu Bakar bin Najub Al Asadi. Ia seorang maha guru al qora’at di Kufah Wafat pada tahun 127 H. Ia belajar dari Abi Abdirrahman Abdullah bin Ubaid As Sulami, Abdurrahman menerima dari Abdullah bin Mas’ud, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit, dan para sahabatnya tersebut menerima dari Rosullullloh SAW. Ia mempunyai dua orang perawi aitu Syu’bah dan Hafs. 6) Imam Hamzah Nama lengkapnya ialah Abu mamah bin Hubaid Azziyat Rabi At Tamimi. Lahir di Kufah tahun 80 H dan wafat pada tahun 156 H. Di samping ahli qiraat ia juga terkenal sebagai ulama ahli juraid, menguasai ilmu hadist dan menguasai bahasa arab. Ia menerima dari Abu Muhammad bin Sulaiman bin Mahram Al A’masy. Al A’masy menerima dari Abu Muhammad Yahya As Asadi. Yahya menrima dari Al Qomah bin Qiais. Sedangkan Al Qamah belajar dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud, dan Abdullah bin Mas’ud menerima dari Rosululloh SAW. Adapun dua orang perawi Hamzah antara lain Khalaf dan Khalad. 7) Al Kisai Nama lengkapnya adalh Abu Hasan Ali Bin Hamzah Al Kisai. Lahir dan mengajar di kota Kufah. Ia wafat pada tahun 189. Di samping ahli Qiraat ia juga terkenal sebagai seorang yang menguasai bahasa arab. Adapun dua orang perawinya antara lain adalah Abul Hadist dan Ad Duri Kisai. 5. Kaidah-Kaidah Ilmu Qiraat Untuk mempermudah mempelajari Qiraat Sab’ah para ulama telah merumuskan metode dalam bentuk kaidah yaitu: kaidah umum dan kaidah husus. Yang dimaksud dengan kaidah umum adalah rumusan-rumusan qiraat yang berlau secara umum dari awal hingga akhir Al Qur’an. Yang termasuk dalam kaidah umum ini sangat banyak dan sangat luas sekali. Sebagaimana dari kaidah umum ini antara lain ialah: isti’adah, basmalah, hukum mim jama’, idham kabir, mad munfasil, dan mad muffashil, mada badal dan mad lain, ha kinayah, naq’, saktah, dua hamzah dalam satu kalimat dan dalam dua kalimat, hamzah mufrod, idghom atau idhar, fathah dan imalah, tarqiq dan yang zaidah, waqaf Imam Hamzah dan Hasyam, dll. Yang dimaksud dengan kaidah husus (tarsyul huruf) yaitu kaidah qiraat yang hanya berlaku pada kalimat-kalimat dalamsetiap surat. 1) Contoh: يكذبون Kalimat ini adalah potongan dari QS. Al Baqarah 10. Imam Ashim, Hamzah dan Kisai membacaya dengan ya Farkhah, kaf sukun, dan dzal tanpa tasdid يكذبون. Sedang Imam Tujuh selain mereka membacanya dengan ya dhummah, kaf fatkhah, dan dzal bertasydid (يكذبون) 2) حسنا Imam Hamzah dan Kisai membacanya dengan fatkhah ha dan sin (حسنا). Sedangkan Imam tujuh selain mereka membacanya dengan dhummah ha dan mensukunkan sin (حسنا). Semua kalimat yang sama dibaca sama dengan para imam sebagaiman kalimat di atas. 3) كفوا Pada QS Al Ikhlas: 3. Dalam hal ini ada beberapa bacaan antara lain: a. Hafs membacanya dengan medhommahkan fa dan memakai wawu sesudahnya, baik kasrah maupun waqaf (كفوا) b. Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Amir, Syu’bah, dan Kisai membacanya dengan medhummahkan fa’ dan memakai hamzah sesudahnya (كفواء) c. Hamzah mensukunkan fa’ dan menggunaan Hamzah sesudah ketika Kasrah (كفواء). Adapun ketika waqaf, imam hamzah membacanya dengan dua wajah • Memindahkan baris hamzah pada fa’ dan sesudah itu hamzah dibuang sehingga menjadi كفي • Mengganti hamzah dengan wawu . oleh karena itu ketika waqaf dibaca (كفواء) a. Kaidah Umum Isti’adah Tentang membaca isti’adah sebelum membaca Al Qur’an, para ulama sepakat berdasarkan firman Allah: فاذا قراءت القران فا ستعذ با لله من الشيطا ن الرجيم (النحل:98) Artinya: Apabila kamu membaca Al Qur,an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari dari Syaitan yang terkutuk (QS An Nahl 98) Dalam memahami ayat ini ulama berbeda pendapat. Apakah amr dalam ayat tersebut, menunjukkan wajib atau sunah? Jumhur ulama dan ahlul ada berpendapat bahwa, perintah dalam ayat tersebut mrenunjukkan sunah. Sedangkan sebagian ulama yang berpendapat lain berpendapat bahwa perintah pada ayat tesebut wajib. Adapun bentuk susunan kalimat isti’adzah itu bermacam-macam, antara lain: • اعوذب الله من ا لشيطن الرجيم • اعوذب الله من ا لشيطن • اعوذب الله السميع العليم من ا لشيطن الرجيم • اعوذب الله الظيم السميع العليم من ا لشيطن الرجيم • اعوذب الله من ا لشيطن الرجيم انه هوالسميع العليم Cara membaca isti’adzah Para Ulama Qiraat mempunyai beberapa rincian cara membaca isti’adzah, antara lain: 1. Nafi’ dan Hamzah, membaca isti’adzah di mana saja dalam Al Qur’an dalam suara pelan. 2. Khalaf (Rawi Hamzah) membaca isti’adzah dengan suara nyaring (keras) pada QS Al Fatikhah sedang pada surat-surat yang lainnya isti’adzah dibacanya dengan suara pelan. 3. Khallad (Rawi Hamzah) membaca isti’adzah pada seluruh tempat dalam Al Qur’an tiada beda antara suara nyaring atau suara pelan. b. Basmalah Para Imam Qiraat sepakat membaca basmalah pada setiap bacaan yang dari awal surah (kecuali QS. At Taubah). Demikian juga mereka sepakat untuk tidak membaca basmallah apabila membaca Al Qur’an dari awal surat At Taubah. Adapun apabila menemui bacaan tidak dari awal surat, maka boleh dengan basmalah atau tanpa basmalah, baik pada QS At Taubah atau yang lainnya. c. Hukum Mim Jama’ Yang dimaksud mim jama’ yaitu mim jama’ yang terletak pada dhamir jama’ mudzakar, baik dalam bentuk dzamir mukhotob. انتم الكم atau dalam bentuk dzamir عليهم هم Dilihat dari segi posisinya, mim tersebut ada yang terletak sebelum huruf hidup dan ada yang terletak sebelum huruf mati. Para ulama qiraat membaca mim jama’ dengan dua cara yaitu: 1. Shilah mim jama’ yaitu mendhumahkan mim dan menyabungkannya dengan wawu lafdziyah 2. Sukun mim jama’ yaitu membaca mim jama’ dengan mensukunkannya bagaiman adanya. d. Idgham Secara etimologi idghom artinya memasukan sesuatu ke dalam sesuatu. Sedangkan secara terminologi idghom artinya mengucapkan dua huruf menjadi satu huruf, yakni memasukan huruf pertama kepada huruf ke dua sehinga menjadi seperti bunyi satu huruf (bbertasydid). Idgham terbagi menjadi dua bagian yaitu Idgham Shaghir dan Idgham Kabir. a. Idgham Shaghir Yang dimaksud dengan idgham shaghir yaitu memasukan huruf yang pertama kepada huruf ke dua. Sedang huruf pertama berupa huruf yang mati, seperti: • بل رفيعه الله اليه • وقا لت طا نفة b. Idgham Kabir Menurut Thoriqot Syathibiyah dan At Taisir di antara Imam Qiraat yang menggunakan idgham kabir hanyalah Imam Abu Amr rieayat Susy. Sedang riwayat Ad Duri tidak menggunakan. Yang dimaksud dengan idgham kabir yaitu apabila huruf yang diidghamkan (huruf pertama) dan huruf kedua-duanya merupakan huruf-huruf yang hidup. e. Al Mutaqarribain Yang dimaksud dengan al mutaqarribain ialah huruf yang berdekatan mahraj, atau sifatnya atau sekaligus berdekatan sifat dan mahrajnya. Sebagaimana Al Miistlain, maka al mutaqarribain juga ada yang bertemunya dalam satu kalimat dan ada yang bertemu dalam dua kalimat. a. Al Mutaqarribain dalam satu kalimat Yang dimaksud dengan Al mutakqarribain dalam satu kalimat yaitu, apabila dua huruf yang termasuk dalam kelompok al mutaqarribain itu bertemu dalam kelompok al mutaqarribain bin kalimatin khusus pada huruf qaf pada kaf apabila memenuhi syarat yaitu: a) Sebelum qaf berupa huruf hidup b) Sesudah kaf berupa mim jama’, seperti: • واثقكم • خلقكم • يرزقكم Sedangkan kalimat – kalimat yang tidak memenuhi kriteria di atas boleh di idghomkan, seperti: • ميثا قكم • نرزقك Namun demikian, Imam Syatibi menerangkan bahwa kalimat dalam QS. At Tahrim: 5 boleh dibaca idgham dan boleh dibaca idzhar, tetapi dibaca idzhar lebih baik dari pada dibaca idgham. Tujuan membaca dengan idghom ialah untuk merungankan bacaan. Oleh karena itu, sekalipun setelah kaf berupa nun bertasydid (bukan mim jama) maka kalimat tersebut boleh dibaca idgham, bahkan dilihat dengan alasan ini maka membacanya dengan idgham lebih baik dari pada mengidzarkannya. b. Al Mutaqaribain dalam Dua Kalimah Yang dimaksud dengan al mutaqaribain dalam dua kalimah ialah apabila dua huruf yang termasuk kelompok pertama pada akhir kalimah, sedang huruf kedua berada pada awal kalimah. Ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk membaca idgham kabir yaitu: 1. Huruf pertama yang diidghamkan tidak ditanwin, seperti contoh ini tidak boleh ditanwinkan: o في ظلما ت ثلا ث o نذيرلكم 2. Huruf pertamanya bukan berupa ta’ mukhatab, seperti contoh di bawah ini tidak boleh ditanwinkan: o لقد جنت شينا o فلبثت سنين o اذ دجلت جنتك o وما كنت ثا ويا 3. Sebelum huruf pertama yang diidghamkan bukan berupa huruf mati (dijawamkan), seperti contoh di bawah ini tidak boleh diidghamkan: o ولم يو ء تسعة من الما ل 4. Huruf pertama yang didighamkan bukan berupa huruf yang bertasydid seperti conttoh di bawah ini tidak boleh diidghamkan: o لا يضل ربي o ا شد ذكرا o الحق كمن هو ءعما o و هم بها As Susy mengidghamkan huruf pertamanya ke dalam huruf kedua apabila huruf pertamanya berupa salah satu dari huruf 16 di bawahini, yaitu: ض – د – ر – ب – ن – ت – ل – ش – ج – ق – م – س – ح – ذ – ك – ث Adapun huruf yang dapat diidghamkan ke dalam huruf berikutnya itu, antara lain adalah: 1) Huruf ح (Ha) Huruf Ha dapat diidghamkan ke dalam huruf ‘ain tetapi hanya khusus pada QS. Ali Imran: 185, yaitu: فمن زحز ح عن النا ر 2) Hurufب (Ba) Huruf Ba dapat diidghamkan pada huruf Mim, khusus pada kalimat: عذ ب من يشاء Kalimat ini terdapat pada: o QS. Ali Imran : 129 o QS. Al Maidah : 18 dan 40 o QS. Al Fath : 14 o Qs. Al Ankabut: 21 3) Huruf ت(Ta’) Huruf Ta’ diidghamkan ke dalam 10 huruf (termasuk Ta’ sendiri) sebagaimana contoh-contoh dibawah ini: o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Sin, seperti: يا لسا عة سعيرا الصا لحا ت o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Dzal, seperti: والذا ريا ت ذروا o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Syin, seperti: با ربعة شهداء o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Dlat, seperti: والعا ديا ت ضبحا o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Tsa, seperti: والنبوة ثم o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Za, seperti: الي الجنة زمرا o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Shad, seperti: والمغيرا ت صبحا o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Zho, seperti: والملنكة ظا لمي o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Tha, seperti: والملنكة طبين o Huruf ت(Ta’) bertemu dengan Jim, seperti: ما نة جلد ة Catatan: Apabila Ta difathah terletak sesudah alaif, maka ada yang harus dibaca dengan idgham, dan ada yang dibaca dua wajah, yakni idzhar dan idgham. 1. Yang harus diidghamkan hanya terdapat pada satu tempat yakni QS. Huud:14 yang berbunyi: و اقم الصلا ة طر في 2. Sedang yang harus dibaca dua wajah terdapat di dua tempat, yaitu: QS. AL Jumu’ah : 5 yang berbunyi: حملوا التو ر ية ثم QS. Al Baqarah : 83 yang berbunyi: واتوالزكاة ثم تو ليتم QS. Al Isra : 26 yang berbunyi: وات ذاقربي حقه QS. Ar Rum : 38 yang berbunyi: فا ت ذاقربي حقه QS. An Nisa yang berbunyi: والتا ء ت طا نفة اخري Sedang pada QS. Maryam: 27 boleh dibaca idzzhar dengan alasan karena huruf pertama berupa Ta’ mujhatabah, dan ‘ain fi’ilnya dibuang. Tetapi, juga boleh dibaca idgham karena ta’ khitabahnya dikasrah sehingga berat untuk mengucapkannya. Yaitu ayat yang berbunyi: لقد جنت شينا قربا 4) Huruf ث (Tsa) Huruf Tsa dapat diidghamkan dengan salah satu dari 5 huruf dibawah ini, yaitu: o Huruf ث (Tsa) diidghamkan pada huruf Ta’, seperti: حيث توء مون o Huruf ث (Tsa) diidghamkan pada huruf Sin’, seperti: وورث لما ن o Huruf ث (Tsa) diidghamkan pada huruf Syin’, seperti: حيث شنتما o Huruf ث (Tsa) diidghamkan pada huruf Dzal’, seperti: والحرث ذالك o Huruf ث (Tsa) diidghamkan pada huruf Dla’, seperti: حيث ضيف 5) Huruf ج (Jim) Hanya huruf Jim dapat diidghomkan pada Ta’ dan Syin. Masing-masing hanya terdapat dalam satu tempat, yaitu: o Huruf ج (Jim) didighomkan pada huruf Ta’ sebagaimana terdapat dalam QS. Al Ma’arij: 3, yang berbunyi: ذي المعا رج تعرج o Huruf ج (Jim) diidghamkan pada Syin, sebagaimana terdapat dalam QS. Al Fath: 29, yang berbunyi: اخرج شطا ءه 6) Huruf ذ (Dzal) Huruf ذ (Dzal) dapat diidghomkan pada huruf Sin dan Shad. Untuk Sin hanya terdapat di dua tempat, yaitu: o Huruf ذ (Dzal) bertemu dengan Sin, sebagaimana terdapat pada QS. Al Kahfi: 61, yang berbunyi: فا تخذ سبيله في البحر سربا فا تخذ سبيله في البحر عجبا o Huruf ذ (Dzal) diidghamkan pada huruf Shad hanya terdapat pada satu tempat, yaitu QS. Al Jin: 3, yang berbunyi: ما اتخذ ا حبة ولا ولد 7) Huruf ر (Ra) Huruf ر (Ra) hanya dapat diidghamkan pada huruf Lam seperti: اطهر لكم سيغف لنا 8) Huruf ل (Lam) Huruf ل (Lam) juga hanya dapat diidghamkan pada huruf ra, seperti: فد جعل ربي كمثل ريح Syarat-syarat huruf لpada ر, atau huruf Ra dan Huruf Lam, adalah: o Huruf-huruf yang diidghamkan tidak berbaris fathah yang terletak sesudah huruf mati, sebagaimana contoh di atas. o Apabila masing-masing huruf yang diidghamkan berbaris fathah dan terletak sesudah huruf yang mati maka tidak diidghamkan, seperti: فيقو ل ربي لولا اخرتني وافعلواالخير لعلكم فعصوارسولة ربهم ان الابرارلفي نعيم o Khusus pada lafal: walaupun lam di fathah dan terletak sesudah huruf mati, maka As Susy tetap mengidhamkan Lam ke dalam Ra, seperti: قال رجلا ن قال ربي o Adapun apabila Lam atau Ra berbaris fathah terletak sesudah huruf hidup, seperti: سخر لكم جعل بك Atau berbaris dhummah terletak sesudah huruf mati, seperti: فول ربي اكرمن المصير لا يكلف Atau berbaris kasrah terletak sesudah huruf mati, seperti: باالذكرلما من فضل ربي Maka As Susy mengidghomkan Lam atau Ra ke dalam huruf keduanya. 9) Huruf د (Dal) Huruf Dal dapat diidghamkan ke dalam salah satu huruf 10 sebagaimana contoh di bawah ini: o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Sin, seperti: عدد سنين o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Ta’, seperti: المسا جد تلك o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Tsa, seperti: يرد ثواب o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Dlad, seperti: من يعد ضراء o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Syin, seperti: وشهد شا هد o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Dzal, seperti: القلاء د ذالك o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Jim, seperti: داود جا لوت o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Zho, seperti: من بعد ظلمه o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Shad, seperti: نفقد صواع o Huruf Dal diidghamkan kepada huruf Za’, seperti: تريدزينة Apabila huruf dal difathah dan terletak sesudah huruf mati maka tidak boleh diidghamkan, seperti: ال داودشكرا بعد ذالك زنيم بعد ضراءمسته لداودوسيما ن بعد ثبوتها Dikecualikan, walaupun ada Dal yang difathah dan juga terletak sesudah huruf matu, khusus kedua kalimat di bawah ini boleh diidghomkan, yaitu: QS. At Taubah: 117, yang berbunyi: من بعد ما كا د يزيغ QS. An Nahl: 91, yang berbunyi: بعد توكيدها 10) Huruf س (Sin) Huruf س (Sin) dapat diidghamkan ke dalam huruf Za dan Syin. Masing-masing hanya terdapat pada satu tempat, yaitu: QS. At Takwir: 7, yang berbunyi: واذاالنفوس زوجت QS. Maryan: 4, yang berbunyi: واشتعل الراء س شيبا Hanya Sin-nya (Ar-ra’su) boleh dibaca idzhar dan boleh dibaca idgham. 11) Huruf ش (Syin) Huruf Syin hanya dapat diidghamkan kepada huruf Sin, dan hanya terdapat pada satu tempat, yaitu: QS. Al Isra’: 42, yang berbunyi: اقذا لا ابتغوا الي ذي العرش سبيلا 12) Huruf ض(Dlad) Huruf ض(Dlad) hanya dapat diidghamkan pada huruf Syin, dan hanya terdapat pada satu tempat, yaitu: QS. An Nuur: 42, yang berbunyi: فاذااستاء ذنوك لبعض شاء نهم 13) Huruf ق(Qaf) Huruf ق(Qaf) dapat diidghamkan kepada huruf kaf di mana saja berada dalam Al Qur’an, dengan syarat sebelum Qaf berupa huruf hidup, seperti: وخلق ل شئ Apabila sebelum huruf Qaf berupa huruf mati maka tidak boleh diidghamkan, contoh: وفوق كل ذي عتم عليم 14) Huruf ك(Kaf) Huruf ك(Kaf) dapat diidghamkan kepada huruf Qaf di mana saja berada dalam Al Qur’an, dengan syarat sebelum Qaf berupa huruf hidup, seperti: لك قصورا Apabila sebelum huruf Kaf berupa huruf mati maka tidak boleh diidghamkan, contoh: وتركوك قا ئما 15) Huruf م(Mim) Huruf م(Mim) dapat diidghamkan kepada huruf hidup berhadapan dengan Ba’, maka Mim tersebut disukunkan, seperti: Sedang apabila Mim terswbut, terletak sesudah huruf mati berhadapan dengan Ba’, maka As Susy tidak mnsukunkannya, tetapi mengikhfakannya. Dalam hal ini, tidak dipergunakan istilah mengidghomkan tetapi mensukunkan, karena yang dimaksud idghomnya mim di sini adalah iskannya itu, sedang Mim mati yang bertemu Ba’ maka hukumnya disebut Ikhfa, seperti: حكم بين العبا د علم با لقلم اعلم بكم 16) Huruf ن(Nun) Huruf ن(Nun) dapat diidghamkan kepada huruf Ra dan Lam, dengan syarat Nun tersebut trletak sesudah huruf hidup, seperti: من بعد ما تبين لكم لن نو ء من لك خزائن رحمة واذتا ذن ربك Sedang apabila Nun tersebut terletak sesudah huruf mati maka tidak boleh diidghomkan, seperti: يجا فون ربهم با ذ ن ربهم اني يكون له الملك Kecuali pada lafal ........................... walaupun terletak sesudah huruf mati namun As Susy tetap mengidghamkan Nun kepada Lam. Hal demikian, berlaku di mana saja dalam Al Qur’an. f. Idgham versi As Susy Dalam rangka mengidghamkan huruf pertama kepada huruf ke dua baik dalam Al Mitslain atau Al Mutaqaribain, As Susy mempunyai du versi yaitu: 1. Idgham Murni Yang dimaksud dengan idgham murni yaitu meleburkan sepenuhnya huruf pertama ke huruf kedua. Dalam hal ini apabila huruf pertama berbaris fathah maka As Susy membacanya dengan idgham murni, seperti: وشهد شا هد 2. Idgham Murni dengan Isymam Yang dimaksud dengan idgham murni dengan isymam yaitu membunyikan huruf pertama dengan isymam (yakni mengisyaratkan harakat huruf pada bibir tanpa bersuara). Hal ini akan terjadi apabila huruf pertama (yang diidghomkan) berbaris dhummah, seperti: والملئكة صفا Bunyi “Tu” hanya diisyaratkan dengan refleksi bibir tanpa suara, atau As Susy juga membacanya dengan idgham tidak murni dengan raum, yakni suara “u” hampir tidak nampak, kurang lebih tinggal sepertiga suara, seperti: كمثل ريح Huruf pertama berbaris kasrah, maka As Susy membacanya dengan Idgham murni, aau Ar Raum, yaitu suara “li” hampir hilang kurang lebih tinggal sepertiga. Terdapat beberapa pengecualian sebagai berikut: o Huruf Ba berbaris dlummah diidghamkan pada Ba seperti: نصيب بر حمتنا o Huruf Ba berbaris dlummah diidghamkan pada Mim seperti: يعذب من يشاء o Huruf Mim berbaris dlummah diidghamkan pada Ba seperti: اعلم بكم o Huruf Mim berbaris dlummah diidghamkan pada Mim seperti: يعلم ما 3. Idgham Murni dan Mad Apabila sebelum huruf yang diidghamkan berupa huruf mad maka huruf mad itu bisa dibaca dengan: 1) Qashar serta idgham murni القصر مع الا د غا م المحض 2) Tawassuth serta idgham murni التو سط مع الا د غا م المحض 3) Isyba’ serta idgham murni الاشبا ع مع الا د غا مالمحض 4) Qashar serta Ar Raum القصر مع الروم Contoh: فا لزا جرا ت زجرا Catatan: o Bila huruf yang diidghamkan berbaris kasrah dan sebelumnya berupa alif imalah (yang imalahnya disebabkan oleh huruf yang diidghamkan), maka setelah diidghamkan alif tetap dibaca imalah, seperti: ان كتا ب الابرارلف عليين وقنا عذاب النارربنا معلابرارربنا o Apabila huruf yang diidghamkan berbaris dhummah maka boleh dibaca isymam dan ar raum. o Dan apabila huruf yang diidghamkan berbaarid kasrah maka dibaca dengan ar raum saja. g. Ha’ Kinayah Yang dimaksud dengan Ha’ kinayah ialah Ha’ dlamir yang menunjukkan mufrad mudzakar (kata pengganti orang ke tiga laki-laki). Ha’ kinayah ini ada yang bersambung dengan kalimat fi’il, seperti: يؤده Atau bersambung dengan kalimat isim, seperti: اهله Atau bergandengan dengan kalimat huruf, seperti: عليه Dilihat dari segi letak hurufnya maka Ha’ knayah memiliki empat posisi, yaitu: 1) Ha’ kinayah terletak sesudah huruf hidup dan sebelum huruf mati, seperti: ربهالاعلي له الملك وله الحمد 2) Ha’ kinayah terletak di antara dua huruf hidup, seperti: منه اسمه فيه القران 3) Ha’ kinayah terletak di antara dua huruf mati, seperti: له ما في السموات اما ته فا قبره 4) Ha’ kinayah terletak sesudah huruf mati dan sesudah huruf hidup, seperti: اجتبا ه وهدا ه فيه هدى Cara membaca Ha’ Kinayah o Apabila Ha’ kinayah itu terletak sesudah huruf hidup dan sebelum huruf mati, atau ha’ kinayah terletak di antara dua huruf yang mati, maka para Imam Qiraat membacanya s\dengan memendekkannya. o Apabila Ha’ kinayah terletak di antara huruf hidup maka ketika washal para Imam Qiraat sepakat membacanya dengan shilah. o Sedang apabila Ha’ kinayah terletak sesudah huruf mati dan sebelum huruf hidup, maka ketika washal Ibnu Katsir mensilahkannya, seperti: اجتبا ه وهدا ه فيه هدى Bacaشn seperti ini berlaku juga untuk Hafs tetapi hanya pada lafal yang terdapat pada QS. Al Furqan: 69, yaitu: فيه مها نا Beberapa Pengecualian 1) Kalimat يؤده Terdapat dalam dua tempat, yaitu . Ali Imran: 75 Kalimat نوله – نصله Terdapat pada QS. An Nisa: 115, yaitu: نوله ما تولى ونصله جهنم Kalimat نؤته Terdapat pada tiga tempat, yaitu: QS. Ali Imran:145 ومن يرد ثواب الدنيا نؤ ته منها ومن يرد ثواب الاخرة نؤته منها QS. Asy Syu’ara: 20), yaitu: ومن يرد حرث الدنيا نؤته مهتا a. Hamzah, Syu’bah dan Abu Amr membacanya dengan mesukunkan Ha’ Kinayahnya. b. Qolun membacanya dengan menqasharkan Ha’ Kinayahnya. (yang dimaksud qashar di sini yaitu membaca kasrah dengan tanpa memnjangkan sama sekali) c. Hisyam membacanya dengan dua wajah, yaitu menqasharkan dan mengisyba’kan. (yang dimaksud dengan isyba’ yaitu menyambungkan Ha’ yang kasrah dengan ya’ lafdziyah, sekitar dua harakat) 2) Kalimat فا لقه Terdapat pada QS. An Naml: 28, yaitu: فا لقه اليهم a. Para Imam Qiraat membacanya sama dengan bacaan di atas. b. Hafs membacanya dengan mensukunkan Ha’ Kinayah sebagaimana Hamzah, Syu’bah dan Abu Amr. 3) Kalimatويتقه Terdapat pada QS. An Nur: 52 yaitu: ويخش الله ويتقه Para Imam Qiraat membaca Ha’ kinayah pada kaliat ini dengan menyalahi kaidah asalnya, yakni: a. Hafs, mensukunkan Qaf dan menqasharkan H’ kinayahnyaويتقه b. Qolun menhkasrahkan Qaf dan mengqasharkan Ha’ kinayahnya ويتقه c. Abu Amr dan Syu’bah mengkasrahkan Qaf dan mensukunkan Ha kinayahnya ويتقه d. Hisyam dan Khalad membacanya dengan dua wajah, yaitu: Mengkasrahkan Qaf dan mengkasharkan Ha’ kinayahnya ويتقه Mengkasrahkan Qaf dan mengisyba’kan Ha kinayahnya ويتقه e. Baqul Qurra’ (selain mereka), yaitu Warsy, Ibnu Katsir, Ibnu Zakwan, Khalaf, dan Kisai membacanya denganmengkasrahkan Qaf dan mengisyba’kan Ha kinayah. ويتقه 4) Kalimat ياءته Kalimat ini terdapat pada QS. Thaha: 75 ومن ياءته مؤ منا a. As Susy membacanya dengan mensukunkan Ha’ kinayahnya ياء ته b. Qolun membacanya dengan dua wajah: ياء ته Mengqasharkan Ha’ kinayahnya ياء ته Mengisyba’kan Ha kinayahnya ياء ته c. Selain As Susy dan Qalun membacanya dengan mengisyba’kan Ha’ Kinayahnya ياء ته 5) Kalimat يرضه Kalimat ini terdapat pada QS. Az Zumar: 7: وان تشكروا يرضه لكم a. As Susy membacanya dengan mensukunkan Ha’ kinayah يرضه b. Hisyam membacanya dengan dua wajah, yaitu: Mensukunkan Ha’ kinayah يرضه Mendlumahkan dan mengqasharkan Ha’ kinayah يرضه c. Ad Duri membacanya dengan dua wajah, yaitu: Mensukunkan Ha’ kinayah يرضه Mensshilahkan Ha’ kinayah يرضه d. Nafi, ashim dan hamzah membacanya dengan mendlumahkan dan mengqasharkan Ha’ kinayah يرضه e. Baqul Qurra’ (Ibnu Katsir, Ibnu Zakwan dan Hamzah membacanya dengan menshilahkan Ha’ kinayah dengan waw lafdziyah يرضه 6) Kalimat يره Terdapat pada Zalzalah: 7-8: فمن يعمل مثقال ذرة خيرايره ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره a. Hisyam membacanya dengan mensukunkan Ha’ kinayah baik washal maupun waqaf يره b. Selain Hisyam membacanya dengan mensilahkan Ha’ kinayah dengan waw lafdziyah ketika washal dan mensukunkannya ketika waqaf يره 7) Kalimat ارجه Kalimat ini terdapat pada QS. Al A’raf: 111, dan QS, Asy Syur’ara: 36), yaitu: قالواارجه واخاه a. Ibnu katsir dan Hisyam mebacanya dengan memakai hamzah mati antara Jim dan Ha’ serta menshilahkan Ha’ kinayah yang didhumahkan dengan Waw lafdziyah, yakni: ارجنه b. Abu Amr membacanya dengan memakai hamzah mati antara Jim dan Ha’ serta mendhumahkan Ha’ dan mengqasharkannya, yakni: ارجنه c. “Ashim dan Hamzah membacanya dengan tanpa memakai hamzah mati serta mensukunkan Ha’ kinayahnya, yakni: ارجنه d. Warsy dan Kisay membacanya dengan tanpa memakai hamzah mati, dan mengkasshrahkan Ha’ serta mensilahkan dengan Ya’ lafdziyah, yakni: ارجنه e. Qalun membacanya dengan tanpa menggunakan hamzah mati dan mengkasrahkan Ha’ kinyah seta mengqasharkannya, yakni: ارجنه f. Ibnu zakwan membacanya dengan memakai hamzah mati antara Jim dan Ha’ kinayah serta menqasharkannya, yakni: ارجنه 8) Kalimat عليه dan انسا نية Kalimat ini terdapat pada QS. Al Kahfi: 63 dan QS. Al Fath: 10, yang berbunyi: وما انسا نه الا الشيطا ن وما عا هد عليه الله a. Hafs mebacanya dengan mendhumahkan Ha’ kinayahnyam yakni: انسا نية dan عليه b. Selain Hafs membacanya dengan mengkasrahkan Ha’ kinayah, yakni: انسا نية dan عليه c. Ibnu Katsir menshilahkan Ha’ Kinayah dengan Ya’ lafdziyah, yakni: انسا نية dan عليه Catatan: Semua Ha’ kinayah yang dibaca shilah maupun qashar bila diwaqafkan haruis dimatiakan (sukun) h. Naql (Biasanya dibaca Warsy) Menurut bahasa naql berarti berpindah. Sedang yang dimaksud adalah memindahkan baris hamzah qatha’ kepada huruf shahih mati sebelumnya. Dalam hal ini, huruf shahih mati itu ada kalanya berupa: 1. Tanwin (....) seperti: عذاب اليم di baca ‘adzaaabunalin 2. Al ta’rif (ال), seperti: الانها رdibaca alanhaar 3. Nun mati (ن) seperti: من امنdibaca manamana 4. Ta’ ta’nits (ت) seperti: قا لت او لنهمdibaca qalatulahum 5. Huruf lein (و ي) seperti: ابني اد مdibaca ibnayaadam 6. Huruf-huruf lain selain yang telah disebut di atas, seperti: قد افلح dibaca qadaflaha Bacaan dengan naql ini merupakan spesifikasi bacaan Imam Warsy, sedang yang lain membaca dengan tahqiq i. Saktah Menurut bahasa saktah berarti “diam”. Sedang menurut istilah, saktah ialah menghentikan ejenak dengan tanpa menarik nafas. Pada umumnya, bacaan saktah ini adalah spesifikasi Imam Hamzah, melalui rawi Khalaf dan Khallad. Bacaan saktah terjadi pada kalimat-kalimat sebagai berikut: 1. Huruf “al” (ال) yang masuk pada kalimat-kalimat yang diawali dengan huruf hamzah, seperti: - الا نصا ر- الا نها ر- الارض - شيئا – شيئ - شيئ 2. Kalimat: Pada kalimat a dan b dapat dibaca: Rawi Khalaf membaca dengan saktah apabila washal Rawi Khalad membaca dengan dua wajah ketika washal 3. Sakin Mafshul (ا كن مفصول) yaitu ketika akhir kalimat berupa huruf shahih mati berhadapan dengan awal kalimat berikutnya yang berupa hamzah qatha’. Dalam hal ini ketika washal rawi khalaf membcanya dengan dua wajah, yaitu saktah dan tahqiq. 4. Empat kalimat tertentu yaitu: QS. Al Kahfi: 1 عوجا قيما QS. Yaasin: 52 من مر قدنا هذا QS. Al Qiyamah: 27وقيل من راق QS. Al Muthaffifin: 14كلا بل ران j. Hamzah (Tashil) Bab ini akan membahas tentang cara membaca hamzah dalam berbagai macam bentuknya.adapun bentuk hamzah dalam kalimat itu dapat dikelompollan sebagia berikut, yaitu: 1. Dua hamzah dalam dua kalimat 2. Dua hamzah dalam satu kalimat 3. ]waqaf pada huruf hamzah 4. Hamzah sesudah huruf lein Cara membaca hamzzah dalam kalimat, antara lain: 1) Tahqiq Yang dimaksud bacaan tahqiq adalah membaca hamzah dengan tegas, bukan ibdal dan bukan pula tashil, seperti: 2) Tashil Yang dimaksud dengan tashil (tashil baina-baina) ialah pengucapan huruf hamzah dengan bunyi antara hamzah dengan huruf yang sejenis dengan harakatnya. Artinya apabila hamzah berharakat fathah, maka bunyi tashilnya adalah antara fathah yang di fathah dengan alif. Bila hamzah yang dikasrah, maka bunyi tashilnya adalah antara hamzah berharakat kasrah dengan Ya, sedang apabila hamzah berharakat dhummah, maka bunyi tashilnya adalah antara hamzah yang didhummah dengan waw. 3) Ibdal Yang dimaksud dengan ibdal ialah mengganti hamzah dengan huruf mad. 4) Idkhal Yang dimaksud dengan idkhal ialah peristiwa masuknya alif antara dua hamzah. Alif ini disebut alif fashal (alif pemisah) yang panjangnya dua harakat. Bacaan Dua Hamzah dalam Satu Kalimat Banyak ditemukan dalam Al Qur’an bentuk kalimat yang di dalamnya terdapat dua hamzah dalam satu kalimat. Bentuk kalimat seperti ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu: a. Hamzah pertama dan kedua berharakat fathah, seperti: Pada bentuk kalimat seperti ini para Imam Qiraat mempunyai cara membaca yang berbeda-beda, antara lain: o Qalun, Ibnu Katsir, dan Abu Amr membacanya dengan tashil baina-baina o Warsy membacanya dengan dua wajah, yaitu: Tashil baina-baina Ibdal o Hisyam membacanya dengan dua wajah, yaitu: Tashil baina-baina Tahqiq o Imam-Imam yang lain, seperti Ibnu Zakwan, Ashim, Hamzah, dan Kisai membacanya dengan tahqiq b. Hamzah pertama berharakat fathah sedang hamzah kedua berharakat kasrah atau dlummah, seperti: اانا اانزل Pada bentuk kalimat seperti ini para Imam Qiraat mempunyai cara membaca yang berbeda-beda, antara lain: o Nafi’, Ibnu Katsir, dan Abu Amr membacanya dengan tashil baina-baina o Imam-Imam yang lain seperti Ibnu Amr, Ashimm Hamzah, dan Kisai membacanya dengan tahqiq. Dua Hamzah dalam Dua Kalimat Yang dimaksud dengan dua hamzah dalam dua kalimat ialah membaca washal pada dua hamzah qatha’ yang saling berhadapan, yakni hamzah pertama merupakan akhir kalimat sedang hamzah kedua sebagai awal dari kalimat berikutnya. Karena itu, maka tidak termask dalam kategori bacaan ini apabila: a. Waqaf pada hamzah pertama ibtida’ pada hamzah kedua b. Hamzah pertama beruap hamzah qatha’ sedang hamzah kedua berupa hamzah washal, seperti: c. Antara keduanya tidak berhadapan langsung, tetapi dipisahkan oleh huruf lain, seperti: Bertemunya dua hamah dalam dua kalimat ini, mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, yaitu: a. Keduanya berharakat sama Kesamaan harakat di antara keduanya itu boleh jadi: 1) Hamzah pertama dan kedua berharakat fathah, seperti: شاءانشره جاءامرنا السفهاء اموالكم 2) Hamzah pertama dan kedua berharakat kasrah, seperti: منوراءاسحا ق من اسماء ان هو ءلاء ان 3) Hamzah pertama dan kedua berharakat dlumah, seperti: اولياءاولنك في ضلا ل مبين Adapun bacaan para imam qiraat pada dua hamzah yang berharakat sama adalah sebagai berikut: 1) Abu amr membacanya dengan membuang hamzah pertama, seperti: جاءامرنا dibaca جاءامرنا ان من السماء dibaca من السماء اولياءالنك dibaca اولياءالنك 2) Qalun dan Al Bazzi o Apabila hamzah pertama dan kedua berharakat fathah maka Qalun dan Al Bazzi membcanya dengan membuang hamzah pertama sebagaiamana Abu Amr, seperti: اولياءالنك منوراءاسحا ق o Apabila hamzah pertama dan kedua berharakat kasrah atau dhummah, maka Qalun dan Al Bazzi membacanya dengan tashil baina-baina. Khusus pada kalimat با لسوءالا dalam QS. Yusuf 53: Al Ibdal ma’al idghom (Ibdal Hamzah pertama dengan Waw kemudian Waw sebelumnya didghomkan padanya), maka bacaannya menjadi: با لسوءالا (bissuuwi illa) 3) Warsyi dan Qanbul 1. Tashil baina-baina 2. Ibdal Yakni mengganti hamzah ke dua dengan huruf mad yang sejenis dengan harakat hamzah pertama. Artinya, jika harakat hamzah pertama berupa fathah maka hamzah kedua diibdal (diganti) dengan alif. Jika hamzah pertama berharakat kasrah, maka hamzah ke dua di ibdal (diganti) dengan huruf mad waw. Apabila sesudah hamzah kedua (yang diibdakan) beru[a huruf hidup, maka Warsy dan Qunbu; membaca huruf mad (yang asalnya hamzah kedua) dengan qashar (dua harakat) seperti: اولياءالنك في السما ءاله جاءاحد Apabila sesudah hamzah kedua (yang diibdalkan) berupa huruf mati maka Warsyi dan Qanbul membaca huruf mad (yang asalnya hamzah kedua) dengan isyba’ (enam harakat), seperti: ويمسك السماان تقع من السماء ان كنت فقدجاءاشاطها Khusus untuk warsy, apabila huruf mati tersebut menjadi hidup karena teradinya naql, atau karena menghindari bertemunya dua huruf mati, maka huruf madnya dibaca dua wajah, yaitu: o Qashr (dua harakat) karena huruf matnya menjadi hidup o Isyba’ (enam harakat) karena asalnya setelah huruf mad adalah huruf mati. o Contoh huruf mati menjadi hidup karena naql (hanya terdapat pada dua tempat) yaitu: o QS. An Nuur: 33علي البغاءاناردن: o QS. AL Ahzab: 50 ان وبتنفسها للنبي ان ارد ن: o Contoh huruf mati menjadi hidup karena menghindari bertemunya dua huruf mati: QS. Al Ahzab: 32, yaitu: من النسا ء ان ااتقيتن b. Keduanya berharakat tidak sama Ketidaksamaan harakat di antaranya keduanya boleh jadi: 1. Hamzah pertama berharakat fathah sedang hamzah kedua brharakat kasrah, seperti: شهداءاذ وجاء اخوة تفئ اي ولبغاءالييومالقيا مة Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr membacanya dengan tashil Kalyai, yakni tashil antara hamzah dengan ya’. 2. Hamzah pertama berharakat fathah sedang hamzah kedua berharakat dhummah, seperti: جاءامة Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr membacanya dengan tashil Kalwawi, yakni tashil antara hamzah dengan waw. 3. Hamzah pertama berharakat dhummah, sedang hamzah kedua berharakat fathah, seperti: نشاءاصبنا Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr membacanya dengan ibdal waw. 4. Hamzah pertama berharakat kasrah sedang hamzah kedua berharakat fathah, seperti: من السماء اونتنا Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr membacanya dengan ibdal ya’ 5. Hamzah pertama berharakat dlummah sedang hamzah kedua berharakat fathah, seperti: يشاءالي Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr membacanya dengan dua wajah: o Tashil baina-baina o Ibdal dengan waw k. Imalah dan Taqlil Menurut bahasa imalah berarti miring, sedang menurut istilah imalah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Imalah Kubro/ Imalah Mahdlah Yang dimaksud dengan imalah kubro yaitu mengucapkan kosa kata antar baris fathah dengan baris kasroh dan antara alif dengan ya’. Bunyi kosa kata itu adalah sebagaimana laaknya bunyi “e” pada kata “sate”. Bacaan imalah kubro merupakan spesifikasi qiraat Imam Hamzah dan Al Kisai. Adapun yang harus dibaca dengan imalah kubro oleh kedua imam ini ialah: o Setiap kalimat yang akhirnya alif dan laif ini berasal dari Ya’, seperti: هدي – اشتري - فعصي o Alif ta’nits yang mengikuti wazan فعلي فعلي فعلي b. Imalah Sughro/ Taqlil Yang dimaksud dengan imalah sughro/taqlil yaitu mengucapkan kosa kata antara fathah dengan ilmalah kubro. SAB’AH AL-AHRUF DALAM AL-QUR’AN

Tidak ada komentar: