(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Minggu, 16 November 2014

QIROAH SAB'AH

PENDAHULUAN Adalah bangsa Arab bangsa yang memiliki komunitas yang bermacam-macam dari berbagai cara pelafasan dalam bentuk suara, huruf-huruf sehingga dibutuhkan suatu pembahasan yang lebih rincin untuk mendalami perbedaan tersebut dengan penjelasan dan hubungan komunikasi lebih dalam, yang secara thabi’i (alami) mereka tersebar diseluruh penjuru Arab dengan dialek yang khas yang tidak dimiliki oleh komunitas lain selain Arab. Perbedaan lahjah (dialek) itu tentunya sesuai juga dengan letak daerah dan kultur dari masing-masing masyarakat. Namun mereka menggunakan bahasa Quraisy sebagai bahasa persatuan dalam berkomunukasi antar sesama baik dalam berniaga, mengunjungi ka’bah, dan interaksi lainnya. Dengan demikian halnya, wajarlah jika Al-Quran diturunkan dalam lahjah Quraisy kepada Rasul sebagai bentuk politik pemersatu hati bagi bangsa Arab, pembenaran keindahan bahasa Al-Quran tatkala bangsa Arab tidak dapat menandingi satu ayat pun yang semisal dengan isi Al-Quran. Apabila bangsa Arab berbeda cara dalam mengungkapkan sesuatu makna dengan beberapa tingkatan diantara mereka dari segi dialek bahasa, maka Al-Quran yang diwahyukan kepada Rasullullah Saw menyempurnakan makna I’jaznya (keindahan) karena mencakup semua huruf dan corak-corak bacaan pilihan. Dan ini merupakan salah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.[1] Menurut Abu Hatim Al-Sajastaniy tujuh dialek bahasa itu adalah : قريش, هذيل, تميم, الأزد, ربيعة, هوازن, سعد بن بكر , meskipun ada tujuh macam dialek tersebut, namun mayoritas ulama qira’at berpendapat bahwa tujuh macam huruf dalam masing-masing dialek bahasa dari dialek-dialek Arab tersebut tetap intinya dengan makna yang satu.[2] PEMBAHASAN SAB’AH AHRUF 1. 1. Landasan dan latar belakang ومَا أرسَلنَا من رَسُولٍ اِلَّا بلسان قومِه ليُبَيّنَ لَهُم , فيُضِلّ الله منْ يَشاءُ و يهدى مَن يشَاء, وهُوَ العزِيزُ الحَكيْم (4) “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana” QS.Ibrahim:4 Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Umar Bin Khattab ra. berkata : Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surat الفرقان pada masa Rasul Saw, maka aku mendengarkan bacaannya dengan berbagai macam bentuk bacaan yang belum pernah Rasul Saw membacakannya kepadaku, maka aku ikuti alur surat yang dibacanya didalam shalat hingga salam, kemudian setelah salam aku membuka/mengurai dengan selendang yang dipakainya sambil memberikan komentar : Umar : “Siapakah yang telah membacakan bacaan seperti itu kepadamu sebagaimana yang aku dengar sebentar ini?” Hisyam : Rasullullah lah yang telah membacakannya kepadaku Umar : Engkau telah berbohong..! Hisyam : Demi Allah.. Benar sekali bahwasanya Rasulullah Saw telah Membacakan surat tersebut kepadaku dengan dialek yang aku baca, yang berbeda yang apa yang telah engkau dengar ! Umar : Maka aku bertolak menghadap baginda Rasul dan mengadukan hal tersebut kepadanya sambil berkomentar : “Sesungguhnya aku mendengar Hisyam membaca surat الفرقان dengan dialek yang belum pernah engkau bacakan kepadaku wahai baginda Rasul.. Rasul Saw : Bacalah wahai Hisyam !!. Hisyam : Maka dibacalah oleh Hisyam bacaan dalam surat al-furqan sebagaimana yang telah aku dengar tadi. Rasul Saw : Seperti itulah Al-Quran diturunkan wahai Umar, kemudian Rasul menyuruh Umar, Bacalah bacaanmu ! Umar : Maka aku pun membaca bacaan sebagaimana yang telah dibacakannya kepadaku. Rasul Saw : Seperti itu jugalah Al-Quran diturunkan إن هذا القران أنزل على سبعة أحرف, فاقرؤوا ما تيسر منه[3] Dalam riwayat yang sama Ibnu Abbas ra. berkata : عن ابن عباس رضى الله عنهما انه قال رسول الله صلــــى الله عليه وسلم : فقال أقرانى جبريل على حرف فراجعته فلم أزل استزيده ويزيدنى حتى انتهى الى سبعة أحرف “Dari ibnu Abbas ra. bahwa ia berkata : Bersabda Rasul Saw : Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku mengulang apa yang telah ia bacakan kepadaku, maka aku terus minta tambah dalam bacaan tersebut dan ia pun menambahinya hingga berakhir sampai “tujuh huruf”.[4] Dari segi definisi حرف itu adalah segala sesuatu yang berada pada sisi,tepi atau ujung, dengan bentuk jamak أحرف , dari itu semua dapat kita klasifikasikan penggunaan حرف kepada beberapa arti : 1. Harf itu adalah sesuatu yang umum, seperti harf Quraisy, harf Tsaqif. 2. Harf itu adalah sisi/tepi, seperti kisah Nabi Musa dengan Khudri : فجاء عصفور فوقع علي حرف السفينة فنقر نقرة أو نقرتين فى البحر فقال الخضر يا موسى ما نقص علمى وعلمك من علم الله إلا كنقرة هذا العصفور فى البحر “maka datanglah merpati yang berdiri ditepi-tepi kapal, maka merpati tersebut melubangi dengan satu lobang atau dua lubang di laut, Khudri berkata : wahai Musa tidak berkurang (menurut sebagian ulama ما نقص disini artinya تقريب ) ilmuku dan ilmumu dari ilmu Allah kecuali seperti lubangan merpati di laut ini” 1. Harf itu berarti corak dari corak-corak Qira’at, seperti Qira’ah Ibnu mas’ud atau bacaan ibnu mas’ud. 2. Harf itu berarti الناقة , seperti perkataan Ka’ab Bin Zahir حرف أخوها أبوها من مهجنة (seperti bahasa/dialek saudaranya, ayahnya dalam bentuk plesteran). 3. Harf bisa berarti bentuk dari bentuk-bentuk makna, seperti أنزل القران على سبعة أحرف. 4. Harf bisa berarti ayat, seperti firman Allah QS. Al-Hajj:11 : وَمِنَ النّاسِ مَن يَعبُد اللهَ عَلَى حَرفٍ, فإنْ أصَابَه خَيرُ اطمَأنّ به, و إنْ أصابَتْه فِتنَةُ انْقَلَبَ عَلى وجْهِه خَسِرَ الدُنْيَا و الأخرَة, ذَلكَ هوَ الخُسْرَانُ المُبينَ (11) “dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi,Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam Keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”.[5] Sedangkan سبعة menurut القاضى عيّاض dan orang-orang yang mengikutinya berpendapat bahwa سبعة adalah bentuk bilangan yang jumlahnya مبالغة (lebih) karena kabilah-kabilah orang Arab lebih dari tujuh kabilah.[6] Dari defenisi diatas dapat diambil pengertian sab’ah ahruf adalah : 1. Menurut Imam Zarkasyi Sab’ah Ahruf adalah pengesahan pokok kalimat حرف dari bentuk lafaz-lafaz yang digabungkan (المشتركة) yang membentuk suatu makna yang berbilang atau banyak, yang datangnya bukan dari Nabi Saw atau dari Sahabat.[7] 2. Menurut Syathibi Sab’ah Ahruf adalah Qira’at Sab’ah (bacaan/dialek bahsa yang tujuh).[8] Seperti bahasa قريش, هذيل, تميم, الأزد, ربيعة, هوازن, سعد بن بكر[9] Untuk memahami pengertian lebih lanjut, ada baiknya diketahui kondisi sejarah yang melatar belakangi timbulnya dalil-dalil turunnya Al-quran atas tujuh huruf. Sebagaimana dipahami dari hadis riwayat Muslim dari Ubay bin Ka’ab bahwa Rasul meminta kemaafan dan keampunan Allah agar Jibril menambah bentuk bacaan Al-Quran sampai kepada tujuh bentuk ketika ia berada di Adhaah Bani Giffar, yang maksudnya Quba atau suatu tempat dekat Madinah, riwayat ini menunjukkan bahwa permohonan untuk keringanan itu tidak terjadi kecuali setelah hijrah. Hal seperti ini tentunya akan menimbulkan pertanyaan dikalangan sahabat, mengapa permohonan itu baru muncul di Madinah sementara ayat-ayat Al-Quran sudah turun selama 13 tahun di Kota Mekkah. Hikmah dibalik semua itu menunjukkan bahwa kebutuhan kepada bentuk bacaan yang bervariasi itu baru dirasakan di Madinah setelah tersiar Islam ke berbagai Kabilah dengan berbagai dialek bahasa. Dengan demikianlah tampaklah yang dimaksuddengan sab’ah ahruf dalam dalil hadis tersebut adalah tujuh ragam dialek bahasa, hal ini untuk memudahkan bagi umat dalam membacanya.[10] 1. اختلف العلماء فى تفسير هذه الأحرف اختلافا كثيرا (Perbedaan pendapat ulama tentang Sab’ah Ahruf dengan beberapa perbedaan: 1. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dalam satu makna, maka Al-quran pun diturunkan dengan sejumlah lafaz yang sesuai dengan ragam bahasa tersebut dengan makna yang satu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-quran hanya mendatangkan satu lafaz. Ketujuh dialek bahasa tersebut adalah : dikatakan قريش, هذيل, تميم, ثقيف, كنانة, هوازن, اليمن , sedangkan menurut Abu Hatim Al-Sajastaniy tujuh dialek bahasa itu adalah : قريش, هذيل, تميم, الأزد, ربيعة, هوازن, سعد بن بكر 2. Suatu kaum berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan nama Al-quran diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Al-quran secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh bahasa, namun dominannya pemakaian bahasa tersebut adalah dengan bahasa Quraisy. 3. Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh corak, yaitu : الأمر,النهي, الوعد, الوعيد, الجدل, القصص, المثل (perintah, larangan, janji baik, ancaman, perdebatan, cerita, perumpamaan) 4. Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam hal yang didalamnya terdapat perbedaan, yaitu : perbedaan asma (kata benda) dalam bentuk mufrad, muzakkar dan cabang-cabangnya, seperti : وَالَّذينَ هُمْ لأمَانَاتِهمْ وَعَهدِهمْ راعُونَ (8) “dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”. Dibaca لاماناتهم dalam bentuk mufrad dan jamak dan rasamnya didalam mushaf dalam kata tersebut mengandung dua macam bacaan. Perbedaan I’rab. Perbedaan dalam segi tasrif. Perbedaan taqdim dan takhir. Perbedaan ibdal. Perbedaan penambahan dan pengurangan. Perbedaan dialek. 1. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak dipahami dalam bentuk huruf, namun ia hanyalah rumusan kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab. 2. Jamaah berkata : yang dimaksud dengan Ahruf Sab’ah adalah Qira’at Sab’ah, dan yang paling benar dari kesemua pendapat ini adalah pendapat yang pertama yang mengatakan tujuh macam bahasa dalam satu makna .[11] 1. 3. Hikmah diturunkannya Al-Quran atas سبعة أحرف Dari semua keterangan diatas tadi dapat kita simpulkan sebuah hikmah diturunkannya Al-Quran dalam tujuh huruf : 1. تيسير القراءة والحفظ على قوم أميين (untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi kaum yang buta huruf atau tidak pandai tulis baca). 2. إعجاز القران للفطرة اللغوي عند العرب (bukti keindahan Al-quran yang memelihara kemurnian bahasa disisi orang Arab). 3. إعجاز القرأن فى معانيه و أحكامه (bukti keindahan Al-quran dalam sisi makna-makna dan hukum-hukumnya).[12] QIRA’AH SAB’AH 1. 1. Pengertian Secara bahasa Al Qiraat bentuk jamak dari قراءة yang merupakan masdar dari قرأ yang berarti bacaan/tilawah[13], sedangkan menurut istilah : مذهب من مذاهب النطق فى القران يذهب به إمام من الأئمة القراء مذهبا يخالف غيره “suatu mazhab dari mazhab-mazhab pengucapan Al-Quran yang dianut oleh seorang imam dari imam-imam Qiraat yang mana mazhab tersebut berbeda coraknya dengan yang lain” Dan pengertian ini bersandarkan kepada ketetapan dari Rasulullah Saw yang melihat kepada masa-masa dimana para Qori memposisikan diri mereka didalam membaca Al-quran dengan para sahabat, diantara mereka yang terkenal adalah أبي, على, زيت بن ثابت, ابن مسعود, أبو موسى الأشعرى, merelah yang paling banyak mengambil riwayat, yang kesemua riwayat tersebut shahih landasannya kepada Rasul Saw. Dan Imam Al-Zhahabi menyebutkan dalam buku طبقات القراء diantara mereka yang terkenal dalam membaca Al-Quran dengan qiraat dari kalangan sahabat adalah على, زيت بن ثابت, أبو موسى الأشعرى عثمان, أبو درداء, , dari kalangan Tabiin di Madinah ابن مسيب, عروة, سالم, عمر بن عبد العزيز , Tabiin Makkah عبيد بن عمير, عطاء بن أبى رباح, طاوس , dari kufah علقمة, الأسود, مسروق, أبو عبد الرحمن السلمى, dari Basrah أبو علية, أبو رجاء, الحسن, ابن سيرين , dari Syam المغيرة بن ابى شهاب المخزومى, صاحب عثمان, خليفة بن سعد Dan adapun para Imam-imam sab’ah yang terkenal diberbagai penjuru adalah أبو عمرو, نافع,عاصم, حمزة, الكسائى, ابن عامر, ابن كثير Dan menurut imam quro’ qiraat itu bukanlah tujuh huruf sebagaimana yang dimaksudkan pada pembahasan terdahulu, meskipun kesamaan bilangan diantara keduanya mengambarkan demikian, ini yang paling benar menurut ahli qiraat, sebab qiraat hanya merupakan mazhab bacaan para Imam, yang menurut para ijma’ masih sah untuk digunakan umat sampai saat ini, yang sumber perbedaan itu terletak pada corak bacaan, cara pengucapan dan pelaksanaan seperti إمالة, إدغام, إظهار, إشباع, مد, قصر, تشديد, تفخيم, ترقيق namun semuanya itu hanya berkisar dalam satu huruf yaitu حرف قريش[14] . 1. 2. Sebab peringkasan Qiraat menjadi tujuh bacaan Dalam keterangannya Manna’ Khalil Al-Qattan menyebutkan, sebab yang paling mendasar mengapa diringkas menjadi tujuh adalah dikarenakan jumlah perawi dari kalangan imam-imam qiraat sangat banyak sekali, maka tatkala dilakukan peringkasan, dipilihlah dari qiraat-qiraat tersebut yang sesuai dengan khat mushaf dengan acuan mudah menghafalnya, terbukti pembenaran bacaannya, dan orang tersebut terkenal dengan tsiqqah dan amanah, panjang umurnya dalam mendalami dan menekuni bacaan qiraat dan adanya sekepakatan untuk hanya mengambil bacaan dari satu Imam, bukan dari banyak Imam serta ia tidak pernah meninggalkan pemindahan ilmu qiraat tersebut dengan imamnya dan hanya kepada guru itu saja megambilan bacaan, seperti bacaan يعقوب الحضرمي, أبو يعفلر المدني, شيبة بن نصاع[15] . 1. 3. Pembagian Qiraat, hukum dan keakuratan-keakuratannya Sebagian ulama menyebutkan keakuratan hukum qiraat ada yang mutawatir, ahad, syaz. Mereka menjadikan mutawatir itu adalah qiraat sab’ah karena terjauh dari unsur dusta dan sanadnya pun bersambung sampai kepada Rasul Saw, dan ahad tiga qiraat sebagai penyempurna menjadi qiraat ‘asyarah (sepuluh), dan sisa selain itu adalah qiraat Syaz. Ciri-ciri perbandingan dalam pemakaian qiraat yang shahih (benar) : 1. Sesuai bacaannya tersebut dengan bahasa Arab dari berbagai macam corak, sama saja halnya fasih atau lebih fasih . 2. Sesuai bacaan tersebut dengan salah satu mushaf-mushaf ‘Ustmani meskipun masih ada kemungkinan kekhawatiran. Karena para sahabat dalam menulis mushaf-mushaf ‘Usmani sangat bersungguh-sungguh dalam mengoreskan tulisan khat namun sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam mengetahui qiraat. 3. Bacaan qiraat tersebut harus shahih sanad-sanadnya. Meskipun qiraat itu sunnah dalam mengikutinya namun harus dengan landasan dan pegangan yang shahih riwayatnya.[16] Pembagian qiraat : 1. Qiraat Mutawatir : qiraat yang dinukil dari seorang perawi yang tidak mengandung unsur dusta atau berbohong sampai kepada akhir sanad. 2. Qiraat Masyhur : qiraat yang benar perawinya namun belum mencapai derajat mutawatir. 3. Qiraat Ahad : qiraat yang sah sanadnya dan berbeda rasamnya atau keArabanya atau tidak masyhur sebagai mana terkenalnya qiraat-qiraat sebelumya. Contoh Apa yang diriwayatkan oleh Abi bakrah : bahwasanya Nabi Saw membaca surat ar-rahman ayat 79 dan Ibnu Abbas dalam surat At-taubah ayat 128 : مُتّكِئينَ عَلَى رَفَارَفٍ خُضْرٍ وَّ عَبَاقَرىٍّ حِسَان (79) “mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah”. لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُ مِّنْ أَنْفُسَكُم عَزِيْزٌ عَلَيهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوْفُ رَّحِيْم (128) “sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin“.Dengan memberikan baris fatah pada huruf سـ. 1. Qiraat Syaz : Qiraat yang tidak sah sanadnya. Contoh مَلَك يومَ الدين – الفاتحة:4 , dengan shighad madhi dan menasabkan اليوم 1. Qiraat Maudhu’ : Qiraat yang tidak ada asalnya. 2. Qiraat Mudarraj : Qiraat yang ada penambahan bacaan kata didalam bentuk tafsiran ayat. Contoh لَيسَ عَلَيكم جنَاح أَن تَبتَغوا فَضلًا من رَبِّكم فى مواسم الحج, فإذا أَفَضتم من عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا الله عندَ المَشعَر الحَرَام, وَاذكُرُوهُ كَمَا هَدَاكم وَإن كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّــالِيْن (198) “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat”. Dengan ditambahnya فى مواسم الحج pada kalimat diatas.[17] 1. 4. فوائد الإختلاف فى القراءات الصحيحة (Manfaat-manfaat perbedaan qiraat yang shahih) 1. Menunjukan betapa terjaga dan terpeliharanya kitab Allah Swt dari perubahan dan penyimpangan, padahal banyak dalam bentuk segi bacaan yang bermacam-macam. 2. Meringankan dan memudahkan umat dalam membacanya 3. Bukti keindahan Al-quran secara menyeluruh karana setiap qiraat mengandung unsur-unsur hukum syara’ tanpa perlu pengulangan lafaz. 4. Sebagai penjelasan apa yang mungkin masih global dalam qiraat lain. 5. 5. Peranan Qiraah Sab’ah dalam penafsiran Imam Al-Zarkasyi memberikan penjelasan bahwa makna yang terkandung dalam qiraat dapat juga menimbulkan peranan perbedaan dari segi hukum. Karena itulah para ulama fiqh membuat hukum batalnya wudhu’ orang yang bersentuhan dengan lawan jenis dan tidak batalnya atas dasar qiraat pada kata لمستم dan لامستم demikian juga halnya boleh mencampuri istri yang ketika telah terputus haidnya dan tidak boleh hingga ia mandi, hal ini berdasarkan perbedaan mereka dalam memahami ayat حتى يطهرن [18] Berdasarkan contoh diatas dapat kita petik sebuah peranan penting adanya qiraat dalam memberikan penjelasan hukum-hukum syara’ sebagai penerang hukum dalam sisi-sisi kehidupan kita. PENUTUP Demikianlah beberapa penjabaran dan ulasan tentang sab’ah ahruf dan qiraat sab’ah yang memberikan keterangan-keterangan hukum didalamnya kepada kita, untuk kita amalkan dan untuk kita jadikan pendalaman ilmu dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada.

Tidak ada komentar: