(30) NURUL 'A'YUN
43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.
Sabtu, 30 Januari 2016
mbah Sambu Lasem
mbah Sambu Lasem
Sampai saat ini belum diketemukan siapa istri mbah Sabil. Dari data tulisan tangan/prasasti mbah Kyai Ahmad Rowobayan, diketahui bahwa mbah Sabil mempunyai keturunan, 2 laki-laki dan 2 perempuan, diantaranya :
1) Kyai Saban
2) Nyai Samboe Lasem.
3) Moyo Kerti (Nyai Abdul Jabbar)
4) Kyai Abdurrokhim.
Dari anak pertama Kyai Saban, mbah Sabil menurunkan 4 cucu yaitu: Kyai Abdurrohman Klothok, Kyai Uju, Nyai Gedong, dan Kyai Wahid. Dari Kyai Uju inilah yang menurunkan mbah Kyai Ahmad Rowobayan, Kuncen, Padangan. Belakangan para cucu beliau menjadi tokoh penyebaran agama Islam di Desa Kuncen.
Sedangkan anak ke-dua yaitu Nyai Samboe Lasem. Tidak diketaui nama aslinya, yang jelas di panggil Samboe karena suaminya adalah: Kyai Samboe Lasem, Rembang atau yang disebut: Muhammad Syihabuddin dan lebih dikenal sebagai: Pangeran Syihabuddin Samboe Digda Diningrat. Makam mbah Sambu dan istrinya berada di sebelah utara makam Adipati Tejokusumo I. Makam mbah Sambu dan istrinya berada dalam cungkup yang berdenah bulat dan beratap kubah yang seluruhnya terbuat dari bata merah berlepa.
Di makam Mbah Sambu Lasem, Rembang, Jawa tengah, terdapat prasasti marmer ukuran kecil dalam bahasa arab yang menyebutkan bahwa nama Mbah Sambu yang sebenarnya adalah Sayyid Abdurrahman bin Hasyim bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban. Menantu mbah Sabil ini keturunan Sultan Hadiwijaya yang biasa dikenal dengan sebutan populernya “JAKA TINGKIR”. Seorang pemuda dari Tingkir, suatu desa yang terletak di tenggara Salatiga pada tahun 1568 M, putra dari Adipati Pengging Pangeran Handayaningrat/R. Kusen, sedangkan R. Kusen sendiri putra dari Harya Damar Adipati Palembang. Adipati Palembang ini putra Prabu Brawijaya Majapahit. Jaka Tingkir menjadi raja Pajang yang pertama dan terakhir dengan gelar Sultan Hadi Wijaya dan sukses meng-Islamkan daerah Pasuruan dan sekitarnya.
Karena kealimannya, beliau dinikahkan dengan putri Pangeran Trenggana, raja ke III di kerajaan Islam Demak. Maka lahirlah Pangeran Benawa yang selama hidupnya menjadi guru thoriqot dan menyepi di daerah Kudus, pernah sebentar menjadi Adipati Jipang-Panolan Cepu.
KH. Akhmad Shidiq merupakan salah satu dari keturunan Kyai Samboe Lasem, atau cucu langsung dari mbah Sabil, yang memimpin Pondok Pesantren “AS-SYIDDIQIYAH” Jember. Beliau pernah menjadi anggota DPR-RI disamping lama di jajaran Rois-Am PBNU Kramat Raya Jakarta.
Dari anak ke-tiga Moyo Kerti, yang diperisteri mbah Abdul Jabbar yang makamnya ada di Nglirip nJojogan Tuban, mbah Sabil menurunkan mbah Iskak Rengel yang haulnya diadakan setiap Jum’at setelah tanggal 20 dibulan As-Syura/Muharam. Mbah Iskak Rengel menurunkan mbah Sholeh Tsani, pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan, Bungah, Gresik. Ditengah pondok inilah setiap tahunnya diselenggarakan haul terbesar di Jawa Timur pada bulan Robiul Awal setelah tanggal 20 guna memperingati meninggalnya mbah Sholeh Tsani.
Putra ke-empat Mbah Sabil yaitu Kyai Abdurrakhim Kaliwuluh Sambeng, yang diambil menantu putra wayah R. Rakhmad/Sunan Ampel Gading Surabaya.
MASJID JAMI' LASEM DAN MAKAM ADIPATI TEJOKUSUMO I
Adipati Tejokusumo I sebagai Bupati Lasem dari generasi ke-empatsetelah Bupati Santi Puspo, pada tahun 1585 dan menempatkan pusat kekuasaannya di Soditan. Tiga tahun setelah menjadi adipati, dengan membangun Masjid Jami' Lasem tahun 1588 berada di sebelah barat alun-alun. HIngga kini masjid ini masih megah setelah mengalami pemugaran-pemugaran. Adipati Tejokusumo meninggal pada tahun 1632.
Untuk selanjutnya, karena jabatan adipati di Lasem kosong maka Sultan Agung dari Mataram mengangkat Cik Go Ing sebagai adipati dengan gelar Tumenggung Mertoguno. Setelah meninggal, Adipati Tejokusumo I dimakamkan disebelah barat Masjid Jami' Lasem yang sekarang terletak di dusun Kauman, desa Karangturi, kecamatan Lasem. Disebelah barat laut masjid juga terdapat sebuah makam yang oleh masyarakat setempat disebut dengan nama makam Mbah Sambu yang dikatakan merupakan seorang Cina yang menyebarkan agama islam di derah ini pada masa Tejokusumo I. Makam Tejokusumo I terletak di sebuah halaman yang dikelilingi oleh tembok bata.
Di dalam areal tembok bata tersebut terdapat tiga makam yang berderet dari barat ke timur. Makam Adipati Tejokusumo I terletak di bagian paling barat. Dua makam lainnya tidak dikenal hingga kini. Jirat makam Tejokusumo I terbuat dari batu bata yang disusun secara bertumpuk semakin ke atas semakin mengecil. Pada setiap sudut dan bagian tengah dari masing-masing sisi jirat terdapat hiasan dengan motif simbar. Adapaun nisan pada makam ini terbuat dari batu andesit yang dibentuk kurawal dengan hiasan medalion pada bagian tengah. Adapun makam Mbah Sambu dan istrinya yang berada di sebelah utara makam Adipati Tejokusumo I. Makam Mbah sambu dan istrinya berada di dalam cungkup yang berdenah bulat dan beratap kubah yang seluruhnya terbuat dari bata merah berlepa. Kemungkinan besar makam ini sudah dipugar. Di sebelah utara masjid terdapat bangunan terbuka yang terdapat makam-makam yang tidak dikenali identitasnya. Dengan melihat pada nisan-nisannya, tampak dengan jelas bahwa kompleks kuburan ini juga sudah cukup tua. Nisan-nisan yang bisa dilihat di situ sebagian terbuat dari batu andesit dengan bentuk kurawal dan gada.
Lasem: Merajut Pesona Klasik Yang Memudar
Tak seperti halnya kota2 kecil lainnya di Jawa, Lasem mempunyai sejarah panjang dan catatan penting dan menarik untuk diikuti dan dikuliti. Sbg sebuah kota kecamatan, secara fisikal tampak lebih berkilau.
Denyut perekonomian lebih berkembang dibanding kecamatan2 lainnya di penjuru kabupaten Rembang. Bahkan sampai pada dekade 90′an lasem nampak lebih mempesona dibanding Kota Rembang itu sendiri. Jadi tak heran warga lasem jaman dulu atau bahkan sampai sekarang lebih bangga mengaku warga Lasem daripada warga Rembang.
Akar Budaya Tionghoa-Islam
Memasuki kota Lasem anda akan dibuat takjub dg bangunan2 super tua gaya arsitek tionghoa bertebaran disisi jalan utama. Apalagi jika anda mau “blusukan” di gang2 atau jalan2 kecil ke arah kanan atau kiri jalan sultan agung, untung suropati atau jalur selatan menuju jatirogo/bojonegoro yakni jalan eyang sambu, anda seolah berada di cina tempoe dulu. Dgn tembok putih setinggi 3-4 meter dan gaya pintu khas cina menciptakan perkampungan pecinan yang eksotis.
Aura kecina2an semakin tak terbantahkan dg bangunan 3 buah klenteng sbg bukti eksisitensi mereka masih terjaga sampai skrg. Julukan china town memang layak disandang kota ini, jejak kedatangan orang2 cina di lasem termasuk gelombang pertama orang2 cina masuk bumi jawa. Yakni sekitar abad 14 masehi. Di samping tembok2 menjulang tinggi di kawasan kota, anda juga bisa mendapati komunitas jawa (baca: islam). Ada belasan pondok pesantren bertebaran di kota yang pernah menjadi setting film “ca bau kan” ini.
Sejarah islam juga cukup mengakar, ini bisa diruntut dari kiprah sunan bonang yang dipercaya pernah hidup lama sampai wafatnya di desa bonang 3 km arah utara kota lasem. Di sini terdapat rumah beliau, masjid, makam dan petilasan (semacam tempat khalwat) beliau. Makam istri sunan bonang keturunan cina (putri campa) juga dapat ditelusuri jejaknya. Memang banyak versi ttg dimana sunan bonang dikebumikan.
Dalam buku2 sejarah perkembangan islam di jawa yg selama ini saya pelajari, selalu saja menyebutkan beliau seolah menetap dan hidup di wilayah tuban. Padahal situs2 peninggalan beliau tumpleg-bleg ada di desa bonang dan sekitarnya. banyak cerita2 yang beredar tentang keberadaan beliau di wilayah bonang. cerita perkelahian antara sunan bonang dan saudagar cina dampo awang di pantai binangun dekat bonang salah satunya.
Kapal sang saudagar karam jangkarnya terdampar di Rembang (jangkar raksasa ini sampai skrg msh bs anda saksikan di komplek Taman Rekreasi Pantai Kartini). Dan layarnya mendarat di bukit pantai binangun (masyarakat menyebut bukit tsb dgn watu layar). ada pula kisah tentang bendi becak, asal usul lontong tuyuhan, dan lain sebagainya yg disandarkan pada sosok sunan boning.
Tapi menurut sebagian masyarakat lainnya, meski percaya sunan bonang pernah tinggal dan wafat di bonang-lasem tapi makamnya tetap mereka anggap berada di tuban. Sebagai seorang ulama, murid beliau menyebar di penjuru nusantara. Ketika beliau wafat di bonang, murid2nya dari daerah madura/bawean mencoba membawa jasad sunan untuk disemayamkan di daerahnya. Namun, santri2 dr tuban merasa berhak juga atas jasad kanjeng sunan.
Walhasil, pertempuran di perairan tuban tak bisa dihindarkan. Dan murid2 tuban dpt mendaratkan jasad beliau dan di kebumikan di komplek masjid agung tuban kota. Jadi jangan heran jika di tiap tahunnya haul sunan yang punya nama asli maulana malik makdum ini diselenggarakan di 3 tempat yang berbeda, yakni: Di bonang Lasem, Tuban dan bawean.
Batik Tulis Lasem
Ada banyak keistimewaan lain dari kota yang punya latar belakang 2 etnis ini (tionghoa-jawa). Salah satunya adalah batik tulis hasil karya perpaduan budaya yang sarat dg cita rasa khas dan bermotif sangat nglasemi (pesisir). Singkronisasi 2 unsur budaya cina dan jawa yg saling “ngeloni” satu dgn yg lainnya menghasilkan maha karya yang waskito dan unik. Cara pengerjaannya terbilang lebih rumit dibanding batik2 dr daerah solo, jogja ataupun pekalongan.
Wisata kuliner
Bicara ttg kota lasem memang tak ada matinya, coba rasakan kedahsyatan selera lidah anda. Sajian khas lontong tuyuhan akan memberi sensasi lain. Lontong berbentuk segitiga dg bungkus daun pisang ini disajikan dg kuah opor plus potongan ayam kampung yang pedasnya lumayan nonjok. Apalagi jk dinikmati di areal komplek warung lontong di desa tuyuhan, dg parkir luas dan tempat yang nyaman disertai latar blkg hamparan sawah dan bukit dan gunung lasem semakin menambah gayeng makan sore anda. Mau mencoba menu lain? Ada mangut khas lasem, sayur mrica, kue gedumbeg, atau sate serepeh.
Wisata Rohani
Tak hanya budaya dan wisata kuliner bisa anda temukan di kota ini. Wisata religi juga dapat anda rasakan auranya. Seperti disebutkan sebelumnya, 3 klenteng di lasem bisa jadi rujukan jika ingin mengetahui lbh jauh ttg ajaran konghucu dan adat cina peranakan. Bahkan di salah satu klenteng digambarkan dg jelas perjuangan warga cina dan pribumi lasem yg bersatu padu melawan penjajah belanda yang dipimpin oleh 2 tokoh orang tionghoa dan 1 tokoh orang pribumi yang gugur pada tahun 1700an.
Wisata religi lainnya yg tak kalah masyhurnya tentunya peninggalan Sunan Bonang di Bonang, seperti rumah peninggalan beliau, masjid tempat menggembleng murid2nya, pasujudan di atas bukit, tongkat yang di pajang di sisi jalan raya pantura, makam dan sebagainya. Selain itu, anda juga bisa berziarah di komplek pemakaman disebelah utara masjid jami’ Lasem terdapat banyak makam ulama. Tercatat nama mbah sambu atau nama lengkapnya sayyid abdurrahman basyaiban.
Basyaiban – Patriot dari Alawiyin yang dilupakan
Marga BaSyeiban/BaSheban/BaSyaiban/Basy-Syaiban (باشيبان , juga dieja BaSyaiban) adalah salah satu marga komunitas Hadramaut di Nusantara. Mereka bernasab kepada Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar
BaSyeiban bin Muhammad Asadillah Baalawi Al-Hadhrami Al-Husaini. Gelar BaSyaiban diberikan karena Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar pada suatu waktu ketika mudanya telah ‘menghilang’ dan kemudian muncul kembali setelah berpuluh-puluh tahun. Rambutnya telah semua putih namun wajahnya tetap kelihatan muda maka ia mendapat sebutan BaSyeiban/BaSyaiban/Basy-Syaiban (باشيبان) dari rambutnya yang putih (syaiban/شيبان). Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar BaSyeiban diperkirakan wafat tahun 803 H (1382 M) di Tarim, Hadramaut. BaSyeiban adalah antara kabilah yang pertama-tama berhijrah keluar dari Hadramaut. Mula-mulanya ke Balqeum/Belgaum, Karnataka, India yang tidak jauh dari Surat dan kemudian dari sana ke Indonesia, tepatnya Jawa.
Basyaiban adalah salah satu famili yang terdapat dalam keluarga Alawiyin. Dalam beberapa buku nasab Alawiyin dituliskan bahwa keluarga Basyaiban memiliki kakek yang sama dengan famili Jamalullail, Al-Habsyi, Al-Syatri. Beliau adalah Muhammad Asadullah bin Hasan al-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Pertama kali yang menggunakan gelar Basyaiban adalah Abubakar bin Muhammad Asadullah. Beliau salah satu tokoh di zamannya, hafal alquran, mempelajari fiqih kepada syaikh al-jalil Muhammad bin Abubakar Ba’abad dan beliau memuji Imam Abubakar Basyaiban akan kecerdasannya serta memberikan ijazah tertulis kepadanya, Imam Basyaiban belajar tasawuf kepada al-arif billah syaikh Abdurrahman Assegaf hingga Syaikh Abdurrahman Assegaf memakaikan khirqah kepadanya. Beliau wafat di kota Tarim pada awal abad 9 hijriyah.
[1]Keturunan Habib Abubakar Basyaiban
Habib Abubakar Basyaiban bin Muhammad Asadullah memiliki dua orang anak laki-laki : Muhammad dan Ahmad. Muhammad keturunannya terputus, sedangkan Ahmad memiliki keturunan hanya melalui anaknya yang bernama Muhammad al-Syaibah yang wafat di Qasam. Muhammad al-Syaibah memiliki seorang anak bernama Umar yang lahir di tahun 881 hijriyah di Qasam. Beliau hafal alquran pada usia yang relative masih kecil. Kemudian beliau pergi ke kota Tarim untuk menuntut ilmu. Di Tarim, Umar bin Muhammad Basyaiban belajar kepada para tokoh ulama di antaranya al-imam al-allamah Muhammad bin Abdurrahman Bilfaqih, al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman Balahaj. Belajar tasawuf kepada syaikh Abdurrahman bin Ali bin Abubakar al-Sakran, Syaikh Ma’ruf bin Abdullah Bajamal dan beliau berkenan memberikan khirqah kepadanya. Di antara karangannya adalah kitab yang berjudul ‘Tiryaq al-Qulub al-Waf bi Zikri Hikayat al-Saadah al-Asyraf
[2] dan Tarikh Basyaiban.
[3]wafat di kota yang sama pada tahun 944 hijriyah, memiliki anak bernama Abdullah dan Abdurrahman. Abdullah keturunannya tersebar di Deccan,India.
Abdurrahman bin Umar Basyaiban wafat di Tarim tahun 993 hijriyah, memiliki dua orang anak yang salah satunya bernama Abdullah, wafat tahun 1013 hijriyah di Balqam, India. Beliau adalah famili Basyaiban yang pertama kali hijrah ke luar Tarim yaitu ke India dan Aceh.
[1]Abdullah bin Abdurrahman Basyaiban memiliki dua orang anak di antaranya adalah Umar yang merupakan guru dari Syekh Nuruddin al-Raniri.
Abu Hafs Umar bin Abdullah Basyaiban dikenal di wilayah Gujarat sebagai sayyid Umar al-Aydarusi. Menurut al-Raniri, sayyid Umar Basyaiban yang menginisiasinya ke dalam tarekat Rifa’iyah di samping tarekat Aidarusiyah dan tarekat Qadiriyah.
[2] Di Tarim, Sayyid Umar Basyaiban belajar kepada syaikh Abdullah bin Syech Alaydrus, Syekh Abdurrahman al-Qadhi bin Ahmad Syihabuddin, Muhammad al-Hadi dan Ahmad Syihabuddin.
Beberapa tahun di Tarim, beliau meneruskan perjalanannya ke Mekkah dan Madinah selama empat tahun belajar dan mengambil khirqah dengan para ulama Haramain, di antaranya sayyid Umar bin Abdullah al-Basri, Ahmad bin Ibrahim bin Allan, dan Abdurrahman al-Khatib. Setelah itu Ia kembali ke Tarim dan menikah. Di kemudian hari dia pergi ke Surat-India untuk belajar kepada syaikh Muhammad bin Abdullah Alaydrus yang menginisiasinya ke dalam tarekat Aidarusiyah. Sayyid Umar menganggap syaikh Muhammad bin Abdullah Aydarus bapak spritualnya. Di antara murid sayyid Umar lainnya di Indonesia adalah syekh Yusuf al-Makasari.
Melalui murid-murid utamanya, seperti al-Raniri dan al-Makasari, sayyid Umar bin Abdullah Basyaiban menyebarkan gagasan-gagasan keagamaan dari Tarim dan Haramain ke India dan wilayah Indonesia. Sayyid Umar Basyaiban tinggal di Bijapur, salah satu pusat pengetahuan Islam dan tasawuf terkemuka di India. Di sana, dia menikmati perlindungan dari sultan Adil Syah dari kesultanan Brahmani, kemudian dia pindah ke Burhanpuri dan menyelesaikan beberapa kitab yang dikarangkanya, pada akhir hayatnya beliau ke Balqam dan wafat di sana pada tahun 1066 hijriyah.
[3] Umar bin Abdullah Basyaiban meninggalkan tiga belas anak laki-laki, di antaranya bernama Abdurrahman yang menurunkan keluarga Basyaiban di Indonesia melalui salah satu putranya yaitu Sayyid Sulaiman Mojo Agung Basyaiban.
[1] Ahmad bin Abdullah Assegaf, Chidmah al-Asyirah, hal. 61.
[2] HAMKA, Dari Perbendaharaan Lama (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994) hal. 41.
[3] Muhammad bin Abubakar al-Syilli, Al-Masra’ al-Rawi, jilid 2, hal. 534.
[1] Muhammad bin Abubakar al-Syilli, Al-Masra’ al-Rawi, jilid 2 (Jeddah: Alam Ma’rifah, 1982) hal. 92.
[2] Muhammad bin Ali al-Khirrid, Ghuror al-Baha’u al-Dhowi, hal. 269. Muhammad bin Abubakar al-Syilli, Al-Masra’ al-Rawi, Jilid 2, hal. 538.
[3] Ahmad bin Abdullah Assegaf, Chidmah al-Asyirah (Jakarta: Rabithah Alawiyah, 1964) hal. 61.
Rujukan-rujukan: Tarikh Aal BaSyeban karya al-Habib ‘Umar bin Ahmad BaSyeban;Syamsuzh-Zhahirah karya al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur;Syamsu Zhohirah Ta’liqat Muh. Dhiya’ Shahab;Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara (Hadhramout et les colonies arabes dans l’Archipel indien)Penulis Berg, L. W. C. van den (Lodewijk Willem Christiaan), 1845-1927 Seri INIS ; jil. 3 (Van Den Berg, LWC, Hadramaut & Koloni Arab di Nusantara, INIS, Jakarta, 1989.);Usul Ansab Al Alawiyyin karangan al-Habib Mohammad bin Alwi bin Hud Al Attas;Usul Ansab Al Alawiyyin karangan Al-Habib Naqib AsSadah Syed Ali Zainal Abidin bin Abdullah Al Awsat Al Idrus(1041 H) Tentang kewujudan keluarga BaSyeiban di India sudah dimaklumi oleh ahli-ahli nasab yang tersebut dalam kitab-kitab mereka dan yang lain menerusi kitab-kitab berikut: 1-Kitab Risalah Usul Ansab Alawiyyin tulisan Al-Habeb Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Syihabiddin pada halaman 104 yang menyebut beberapa nama tempat di India dan menyatakan bahawa keluarga ini dikenali dengan nama BaSyeiban dan bukannya AsSyaibani.Juga menceritakan siapa dari keluarga ini yang masuk ke Aceh serta bilangan keluarga ini pada tahun 1358 hijrah. 2-Kitab Syamsu Zhahirah karangan As-Sayyid ‘Abdurrahman bin Mohammad bin Husain Al Masyhur pada jilid ke 2 halaman 446 dan 447 menceritakan dengan detail pergerakan keluarga ini di antara Hadramaut, Balqam dan Aceh , juga disebut zuriat-zuriat BaSyeiban yang mula-mula ke Indonesia berserta tarikh kemasukan mereka dan juga tempat singgah mereka. 3-Kitab Khidmatul Asyirah karangan Habeb Ahmad bin Abdullah AsSaggaf pada halaman 61 juga menyebut tentang keluarga BaSyeiban sama dengan kitab-kitab sebelumnya dengan lebih ringkas dan juga menyebut beberapa kitab karangan keluarga ini. Marga ini dilaporkan sudah berakhir di Hadramaut, tetapi masih keturunannya masih ada hingga hari ini di Belgaum, Karnataka, India dan Nusantara. Di Indonesia marga ini banyak dijumpai di Krapyak Slamaran Pekalongan; Magelang; Sidoresmo, Surabaya,Yogyakarta. Namun demikian, keturunannya sekarang telah menyebar ke berbagai tempat di seluruh dunia. Dan Di Indonesia Semua keturunan Basyaiban Yang sohih secara nasab tergabung dalam Ittihad Ansab Basyaiban ( IAB) dan pusatnya ada di Jakarta,sedang cabangnya ada di Tiga Kota besar yaitu : Magelang,Sidoresmo dan Pekalongan.
Hal yang paling umum dan menjadi salah satu keunggulan Atau ciri khas keluarga Basyaiban ini adalah secara persebaran Nasabnya mudah dilacak,karena bila kita yang orang awam bertanya tentang si fulan yang bermarga Basyaiban hal yang pasti akan ditanyakan oleh mereka adalah Basyaiban dari jalur mana? secara wilayah adalah Tiga Kota besar tersebut (Magelang,Sidoresmo dan Pekalongan) dan secara Nasab ada 4 Jalur datuk Basyaiban Yaitu Ali Akbar,Abdul Wahab,Hasan dan Muhammad bagir (keempatnya adalah putra dari Sayid Sulaiman Basyaiban ) maka ketika jalur yg sudah ditanyakan sudah jelas,maka akan mudah bagi kita untuk mendapatkan jawaban kebenaran atau kesohihan nasab si fulan bermarga Basyaiban yg kita tanyakan karena hampir sebagian besar dari keluarga Basyaiban ini saling mengenal satu sama lain di seluruh Indonesia.Atau lebih jelasnya bisa ditanyakan IAB di masing-masing wilayahnya.Sehingga sangat sulit bagi orang awam untuk mengaku dari keturunan keluarga ini.SubhanaAlloh
Keluarga Basyaiban juga merupakan Keluarga Alawiyin yang awal datang di Nusantara,dan yang menyebarkan keturunannya adalah Sayyid Abdurrahman tajudin bin Umar Basyaiban yang menikah dengan salah satu anak keturunan dari Sunan gunung jati (bukan keturunan langsung).
Mereka menyebarkan syiar Islam secara Damai dan mudah membaur dengan Pribumi. Keluarga ini juga merupakan pejuang-pejuang tanah air yang jarang disinggung dalam sejarah Indonesia.Karakter Alawiyin mereka sangat menonjol,yaitu dimana mereka tinggal selalu membawa perubahan yang lebih baik dalam tatanan Masyarakat Indonesia dan rata-rata mereka adalah berjiwa pemimpin,sehingga di Zaman kolonialisme belanda Keluarga yang berjiwa patriot ini menjadi buruan atau buronan pemerintah karena dianggap berbahaya. maka utk menyelamatkan generasi ,mereka banyak yang membaur dengan pribumi dan menikahi perempuan-perempuan setempat sehingga anak keturunan mereka tak nampak seperti orang-orang Hadramaut atau arab secara fisik.Namun Soal pemberian nama mereka tetap bertabarruk kepada para leluhurnya sehingga bila kita melihat silsilah Nasab mereka akan sama dengan nasab para Alawiyyin yang laennya,namun pada waktu perang berkecamuk keluarga ini menggunakan dua nama sebagai Identitas demi melindungi segenap keluarganya agar terbebas dari kejaran penjajah waktu itu.Disamping itu sebagai keluarga Alawiyyin yang mengikuti Perkawinan secara Kafa’ah,mereka menjaganya dengan menikahkan sesama sodara basyaiban yang tentu saja bukan Muhrim mengingat pada masa itu alawiyyin yang lain belum berdatangan ke Nusantara. Bahkan Keluarga ini juga bisa dikatakan introvert atau tertutup sehingga kalau anak-anak mereka bermain harus dengan sesama sodaranya demi menjaga kemurnian Akhlaknya agar jangan tercemar dengan lingkungan yang buruk.Namun demikian banyak juga keluarga Basyaiban ini yg berjuang dari dalam melalui pernikahan dengan Putri keraton atau kesultanan sehingga bergelar Raden dsb,dan ini bukan hanya bagian dari strategi untuk menghalau penjajah tapi juga dalam rangka syiar Islam. Maka dengan demikian bisa dikatakan Keluarga Basyaiban ini merupakan salah satu pembabat alas Di Nusantara sehingga Alawiyyin laen yang banyak seperti sekarang bisa diterima di Nusantara.
Simak sejarah yg tak pernah diungkap tentang gerakan Sayyid Alwi bin Ahmad Basyaiban yg lebih dikenal dengan gelarnya Ngabei Danoeningrat I yang pada tahun 1801 Letnan Gubernur Jendral Sir Stamford Raffles mengangkatnya sebagai Bupati pertama Magelang, atas petunjuk dari gurunya beliau memilih daerah antara desa Mantiasih dan desa Gelangan sebagai pusat pemerintahannya.Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun – alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid Agung Magelang. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.Hal yang lupa dicatat adalah bupati Pertama ini juga seorang alim Ulama yang segolongan dengan Pangeran Diponegoro. Dan anak keturunan beliau sekarang masih ada dan menyebar di daerah Tuguran,Meteseh dan Tumbu.
Beliau sebenarnya adalah pejuang yang bergerilya dari dalam pemerintahan,beliau juga sangat mendukung gerakan Pangeran Diponegoro. maka tak heran meskipun singkat namun perang Diponegoro merupakan perang yang paling banyak menguras segenap tenaga,pikiran dan materi di pihak belanda bahkan bisa dikatakan perang terbesar bagi belanda selama menjajah Nusantara.Bisa dikatakan Habib Alwi Basyaiban ini adalah Intelijen yang handal di masa itu sebelum kita kenal adanya FBI,beliau berjuang dengan strategi yang sangat cerdas sehingga bangsa penjajah pada masa itupun tidak ada yang tahu.SubhanaAlloh
Bantuan dari dalam oleh Sayid Alwi Basyaiban ini tak pernah disebut dalam sejarah,namun sejarah yg disimpan rapat oleh anak keturunannya akhirnya bisa kita dengar seperti sekarang. Termasuk pemahaman sebab adanya perang diponegoro yang telah dipolitisir oleh penguasa jaman dulu. Perang Diponegoro adalah bentuk ketakutan Belanda pada kekuatan Islam yang menyebar di Nusantara dan salah satunya di Magelang yang dipimpin Pangeran Diponegoro dan ulama-ulama lainnya.Bukan masalah sepele seperti yang sering kita baca di buku sejarah,yaitu masalah patok tanah,yang sangat janggal hanya untuk urusan seperti itu menyulut perang besar-besaran dari pihak Pangeran Diponegoro.Mungkin secara tersirat “patok” yang dimaksud adalah tonggak Agama Islam.Wallohua’lam
(Sumber : Rabithah Indonesia,Wikipedia dan berbagai sumber lainnya)
Semoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya untuk seluruh keluarga Basyaiban aamiin...Ya Allah....
salam hormat penuh persaudaraan untuk seluruh keluarga Ba Syaiban (aby husein al adamy )
http://aladamyarrantawie.blogspot.com/
http://www.facebook.com/Kisah.Para.DatudanUlama.Kalimantan
http://www.facebook.com/Para.Pecinta.Habaib.dan.Ulama
Basyaiban – Patriot dari Alawiyin yang dilupakan
Marga BaSyeiban/BaSheban/BaSyaiban/Basy-Syaiban (باشيبان , juga dieja BaSyaiban) adalah salah satu marga komunitas Hadramaut di Nusantara. Mereka bernasab kepada Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar
BaSyeiban bin Muhammad Asadillah Baalawi Al-Hadhrami Al-Husaini. Gelar BaSyaiban diberikan karena Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar pada suatu waktu ketika mudanya telah ‘menghilang’ dan kemudian muncul kembali setelah berpuluh-puluh tahun. Rambutnya telah semua putih namun wajahnya tetap kelihatan muda maka ia mendapat sebutan BaSyeiban/BaSyaiban/Basy-Syaiban (باشيبان) dari rambutnya yang putih (syaiban/شيبان). Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar BaSyeiban diperkirakan wafat tahun 803 H (1382 M) di Tarim, Hadramaut. BaSyeiban adalah antara kabilah yang pertama-tama berhijrah keluar dari Hadramaut. Mula-mulanya ke Balqeum/Belgaum, Karnataka, India yang tidak jauh dari Surat dan kemudian dari sana ke Indonesia, tepatnya Jawa.
Basyaiban adalah salah satu famili yang terdapat dalam keluarga Alawiyin. Dalam beberapa buku nasab Alawiyin dituliskan bahwa keluarga Basyaiban memiliki kakek yang sama dengan famili Jamalullail, Al-Habsyi, Al-Syatri. Beliau adalah Muhammad Asadullah bin Hasan al-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Pertama kali yang menggunakan gelar Basyaiban adalah Abubakar bin Muhammad Asadullah. Beliau salah satu tokoh di zamannya, hafal alquran, mempelajari fiqih kepada syaikh al-jalil Muhammad bin Abubakar Ba’abad dan beliau memuji Imam Abubakar Basyaiban akan kecerdasannya serta memberikan ijazah tertulis kepadanya, Imam Basyaiban belajar tasawuf kepada al-arif billah syaikh Abdurrahman Assegaf hingga Syaikh Abdurrahman Assegaf memakaikan khirqah kepadanya. Beliau wafat di kota Tarim pada awal abad 9 hijriyah.
[1]Keturunan Habib Abubakar Basyaiban
Habib Abubakar Basyaiban bin Muhammad Asadullah memiliki dua orang anak laki-laki : Muhammad dan Ahmad. Muhammad keturunannya terputus, sedangkan Ahmad memiliki keturunan hanya melalui anaknya yang bernama Muhammad al-Syaibah yang wafat di Qasam. Muhammad al-Syaibah memiliki seorang anak bernama Umar yang lahir di tahun 881 hijriyah di Qasam. Beliau hafal alquran pada usia yang relative masih kecil. Kemudian beliau pergi ke kota Tarim untuk menuntut ilmu. Di Tarim, Umar bin Muhammad Basyaiban belajar kepada para tokoh ulama di antaranya al-imam al-allamah Muhammad bin Abdurrahman Bilfaqih, al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman Balahaj. Belajar tasawuf kepada syaikh Abdurrahman bin Ali bin Abubakar al-Sakran, Syaikh Ma’ruf bin Abdullah Bajamal dan beliau berkenan memberikan khirqah kepadanya. Di antara karangannya adalah kitab yang berjudul ‘Tiryaq al-Qulub al-Waf bi Zikri Hikayat al-Saadah al-Asyraf
[2] dan Tarikh Basyaiban.
[3]wafat di kota yang sama pada tahun 944 hijriyah, memiliki anak bernama Abdullah dan Abdurrahman. Abdullah keturunannya tersebar di Deccan,India.
Abdurrahman bin Umar Basyaiban wafat di Tarim tahun 993 hijriyah, memiliki dua orang anak yang salah satunya bernama Abdullah, wafat tahun 1013 hijriyah di Balqam, India. Beliau adalah famili Basyaiban yang pertama kali hijrah ke luar Tarim yaitu ke India dan Aceh.
[1]Abdullah bin Abdurrahman Basyaiban memiliki dua orang anak di antaranya adalah Umar yang merupakan guru dari Syekh Nuruddin al-Raniri.
Abu Hafs Umar bin Abdullah Basyaiban dikenal di wilayah Gujarat sebagai sayyid Umar al-Aydarusi. Menurut al-Raniri, sayyid Umar Basyaiban yang menginisiasinya ke dalam tarekat Rifa’iyah di samping tarekat Aidarusiyah dan tarekat Qadiriyah.
[2] Di Tarim, Sayyid Umar Basyaiban belajar kepada syaikh Abdullah bin Syech Alaydrus, Syekh Abdurrahman al-Qadhi bin Ahmad Syihabuddin, Muhammad al-Hadi dan Ahmad Syihabuddin.
Beberapa tahun di Tarim, beliau meneruskan perjalanannya ke Mekkah dan Madinah selama empat tahun belajar dan mengambil khirqah dengan para ulama Haramain, di antaranya sayyid Umar bin Abdullah al-Basri, Ahmad bin Ibrahim bin Allan, dan Abdurrahman al-Khatib. Setelah itu Ia kembali ke Tarim dan menikah. Di kemudian hari dia pergi ke Surat-India untuk belajar kepada syaikh Muhammad bin Abdullah Alaydrus yang menginisiasinya ke dalam tarekat Aidarusiyah. Sayyid Umar menganggap syaikh Muhammad bin Abdullah Aydarus bapak spritualnya. Di antara murid sayyid Umar lainnya di Indonesia adalah syekh Yusuf al-Makasari.
Melalui murid-murid utamanya, seperti al-Raniri dan al-Makasari, sayyid Umar bin Abdullah Basyaiban menyebarkan gagasan-gagasan keagamaan dari Tarim dan Haramain ke India dan wilayah Indonesia. Sayyid Umar Basyaiban tinggal di Bijapur, salah satu pusat pengetahuan Islam dan tasawuf terkemuka di India. Di sana, dia menikmati perlindungan dari sultan Adil Syah dari kesultanan Brahmani, kemudian dia pindah ke Burhanpuri dan menyelesaikan beberapa kitab yang dikarangkanya, pada akhir hayatnya beliau ke Balqam dan wafat di sana pada tahun 1066 hijriyah.
[3] Umar bin Abdullah Basyaiban meninggalkan tiga belas anak laki-laki, di antaranya bernama Abdurrahman yang menurunkan keluarga Basyaiban di Indonesia melalui salah satu putranya yaitu Sayyid Sulaiman Mojo Agung Basyaiban.
[1] Ahmad bin Abdullah Assegaf, Chidmah al-Asyirah, hal. 61.
[2] HAMKA, Dari Perbendaharaan Lama (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994) hal. 41.
[3] Muhammad bin Abubakar al-Syilli, Al-Masra’ al-Rawi, jilid 2, hal. 534.
[1] Muhammad bin Abubakar al-Syilli, Al-Masra’ al-Rawi, jilid 2 (Jeddah: Alam Ma’rifah, 1982) hal. 92.
[2] Muhammad bin Ali al-Khirrid, Ghuror al-Baha’u al-Dhowi, hal. 269. Muhammad bin Abubakar al-Syilli, Al-Masra’ al-Rawi, Jilid 2, hal. 538.
[3] Ahmad bin Abdullah Assegaf, Chidmah al-Asyirah (Jakarta: Rabithah Alawiyah, 1964) hal. 61.
Rujukan-rujukan: Tarikh Aal BaSyeban karya al-Habib ‘Umar bin Ahmad BaSyeban;Syamsuzh-Zhahirah karya al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur;Syamsu Zhohirah Ta’liqat Muh. Dhiya’ Shahab;Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara (Hadhramout et les colonies arabes dans l’Archipel indien)Penulis Berg, L. W. C. van den (Lodewijk Willem Christiaan), 1845-1927 Seri INIS ; jil. 3 (Van Den Berg, LWC, Hadramaut & Koloni Arab di Nusantara, INIS, Jakarta, 1989.);Usul Ansab Al Alawiyyin karangan al-Habib Mohammad bin Alwi bin Hud Al Attas;Usul Ansab Al Alawiyyin karangan Al-Habib Naqib AsSadah Syed Ali Zainal Abidin bin Abdullah Al Awsat Al Idrus(1041 H) Tentang kewujudan keluarga BaSyeiban di India sudah dimaklumi oleh ahli-ahli nasab yang tersebut dalam kitab-kitab mereka dan yang lain menerusi kitab-kitab berikut: 1-Kitab Risalah Usul Ansab Alawiyyin tulisan Al-Habeb Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Syihabiddin pada halaman 104 yang menyebut beberapa nama tempat di India dan menyatakan bahawa keluarga ini dikenali dengan nama BaSyeiban dan bukannya AsSyaibani.Juga menceritakan siapa dari keluarga ini yang masuk ke Aceh serta bilangan keluarga ini pada tahun 1358 hijrah. 2-Kitab Syamsu Zhahirah karangan As-Sayyid ‘Abdurrahman bin Mohammad bin Husain Al Masyhur pada jilid ke 2 halaman 446 dan 447 menceritakan dengan detail pergerakan keluarga ini di antara Hadramaut, Balqam dan Aceh , juga disebut zuriat-zuriat BaSyeiban yang mula-mula ke Indonesia berserta tarikh kemasukan mereka dan juga tempat singgah mereka. 3-Kitab Khidmatul Asyirah karangan Habeb Ahmad bin Abdullah AsSaggaf pada halaman 61 juga menyebut tentang keluarga BaSyeiban sama dengan kitab-kitab sebelumnya dengan lebih ringkas dan juga menyebut beberapa kitab karangan keluarga ini. Marga ini dilaporkan sudah berakhir di Hadramaut, tetapi masih keturunannya masih ada hingga hari ini di Belgaum, Karnataka, India dan Nusantara. Di Indonesia marga ini banyak dijumpai di Krapyak Slamaran Pekalongan; Magelang; Sidoresmo, Surabaya,Yogyakarta. Namun demikian, keturunannya sekarang telah menyebar ke berbagai tempat di seluruh dunia. Dan Di Indonesia Semua keturunan Basyaiban Yang sohih secara nasab tergabung dalam Ittihad Ansab Basyaiban ( IAB) dan pusatnya ada di Jakarta,sedang cabangnya ada di Tiga Kota besar yaitu : Magelang,Sidoresmo dan Pekalongan.
Hal yang paling umum dan menjadi salah satu keunggulan Atau ciri khas keluarga Basyaiban ini adalah secara persebaran Nasabnya mudah dilacak,karena bila kita yang orang awam bertanya tentang si fulan yang bermarga Basyaiban hal yang pasti akan ditanyakan oleh mereka adalah Basyaiban dari jalur mana? secara wilayah adalah Tiga Kota besar tersebut (Magelang,Sidoresmo dan Pekalongan) dan secara Nasab ada 4 Jalur datuk Basyaiban Yaitu Ali Akbar,Abdul Wahab,Hasan dan Muhammad bagir (keempatnya adalah putra dari Sayid Sulaiman Basyaiban ) maka ketika jalur yg sudah ditanyakan sudah jelas,maka akan mudah bagi kita untuk mendapatkan jawaban kebenaran atau kesohihan nasab si fulan bermarga Basyaiban yg kita tanyakan karena hampir sebagian besar dari keluarga Basyaiban ini saling mengenal satu sama lain di seluruh Indonesia.Atau lebih jelasnya bisa ditanyakan IAB di masing-masing wilayahnya.Sehingga sangat sulit bagi orang awam untuk mengaku dari keturunan keluarga ini.SubhanaAlloh
Keluarga Basyaiban juga merupakan Keluarga Alawiyin yang awal datang di Nusantara,dan yang menyebarkan keturunannya adalah Sayyid Abdurrahman tajudin bin Umar Basyaiban yang menikah dengan salah satu anak keturunan dari Sunan gunung jati (bukan keturunan langsung).
Mereka menyebarkan syiar Islam secara Damai dan mudah membaur dengan Pribumi. Keluarga ini juga merupakan pejuang-pejuang tanah air yang jarang disinggung dalam sejarah Indonesia.Karakter Alawiyin mereka sangat menonjol,yaitu dimana mereka tinggal selalu membawa perubahan yang lebih baik dalam tatanan Masyarakat Indonesia dan rata-rata mereka adalah berjiwa pemimpin,sehingga di Zaman kolonialisme belanda Keluarga yang berjiwa patriot ini menjadi buruan atau buronan pemerintah karena dianggap berbahaya. maka utk menyelamatkan generasi ,mereka banyak yang membaur dengan pribumi dan menikahi perempuan-perempuan setempat sehingga anak keturunan mereka tak nampak seperti orang-orang Hadramaut atau arab secara fisik.Namun Soal pemberian nama mereka tetap bertabarruk kepada para leluhurnya sehingga bila kita melihat silsilah Nasab mereka akan sama dengan nasab para Alawiyyin yang laennya,namun pada waktu perang berkecamuk keluarga ini menggunakan dua nama sebagai Identitas demi melindungi segenap keluarganya agar terbebas dari kejaran penjajah waktu itu.Disamping itu sebagai keluarga Alawiyyin yang mengikuti Perkawinan secara Kafa’ah,mereka menjaganya dengan menikahkan sesama sodara basyaiban yang tentu saja bukan Muhrim mengingat pada masa itu alawiyyin yang lain belum berdatangan ke Nusantara. Bahkan Keluarga ini juga bisa dikatakan introvert atau tertutup sehingga kalau anak-anak mereka bermain harus dengan sesama sodaranya demi menjaga kemurnian Akhlaknya agar jangan tercemar dengan lingkungan yang buruk.Namun demikian banyak juga keluarga Basyaiban ini yg berjuang dari dalam melalui pernikahan dengan Putri keraton atau kesultanan sehingga bergelar Raden dsb,dan ini bukan hanya bagian dari strategi untuk menghalau penjajah tapi juga dalam rangka syiar Islam. Maka dengan demikian bisa dikatakan Keluarga Basyaiban ini merupakan salah satu pembabat alas Di Nusantara sehingga Alawiyyin laen yang banyak seperti sekarang bisa diterima di Nusantara.
Simak sejarah yg tak pernah diungkap tentang gerakan Sayyid Alwi bin Ahmad Basyaiban yg lebih dikenal dengan gelarnya Ngabei Danoeningrat I yang pada tahun 1801 Letnan Gubernur Jendral Sir Stamford Raffles mengangkatnya sebagai Bupati pertama Magelang, atas petunjuk dari gurunya beliau memilih daerah antara desa Mantiasih dan desa Gelangan sebagai pusat pemerintahannya.Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun – alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid Agung Magelang. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.Hal yang lupa dicatat adalah bupati Pertama ini juga seorang alim Ulama yang segolongan dengan Pangeran Diponegoro. Dan anak keturunan beliau sekarang masih ada dan menyebar di daerah Tuguran,Meteseh dan Tumbu.
Beliau sebenarnya adalah pejuang yang bergerilya dari dalam pemerintahan,beliau juga sangat mendukung gerakan Pangeran Diponegoro. maka tak heran meskipun singkat namun perang Diponegoro merupakan perang yang paling banyak menguras segenap tenaga,pikiran dan materi di pihak belanda bahkan bisa dikatakan perang terbesar bagi belanda selama menjajah Nusantara.Bisa dikatakan Habib Alwi Basyaiban ini adalah Intelijen yang handal di masa itu sebelum kita kenal adanya FBI,beliau berjuang dengan strategi yang sangat cerdas sehingga bangsa penjajah pada masa itupun tidak ada yang tahu.SubhanaAlloh
Bantuan dari dalam oleh Sayid Alwi Basyaiban ini tak pernah disebut dalam sejarah,namun sejarah yg disimpan rapat oleh anak keturunannya akhirnya bisa kita dengar seperti sekarang. Termasuk pemahaman sebab adanya perang diponegoro yang telah dipolitisir oleh penguasa jaman dulu. Perang Diponegoro adalah bentuk ketakutan Belanda pada kekuatan Islam yang menyebar di Nusantara dan salah satunya di Magelang yang dipimpin Pangeran Diponegoro dan ulama-ulama lainnya.Bukan masalah sepele seperti yang sering kita baca di buku sejarah,yaitu masalah patok tanah,yang sangat janggal hanya untuk urusan seperti itu menyulut perang besar-besaran dari pihak Pangeran Diponegoro.Mungkin secara tersirat “patok” yang dimaksud adalah tonggak Agama Islam.Wallohua’lam
(Sumber : Rabithah Indonesia,Wikipedia dan berbagai sumber lainnya)
Semoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya untuk seluruh keluarga Basyaiban aamiin...Ya Allah....
salam hormat penuh persaudaraan untuk seluruh keluarga Ba Syaiban (aby husein al adamy )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar