Kamis, 19 Juli 2012

AQIQAH


Para ulama sepakat mengatakan bahwa menyembelih hewan qurban hukumnya sunnah muakkadah, dan meninggalkannya dibenci bila seseorang memang mampu untuk melakukannya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW,”Siapa yang memiliki keluasan harta tetapi tidak menyembelih hewan qurban, maka jangan mendekati mushalla kami”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Hakim)
Hukum Aqiqah menurut jumhurul ulama adalah sunnah mu’akkadah. Oleh sebab itu disunahkan kepada yang mampu untuk melaksanakannya pada hari ke tujuh, empat belas, dua satu dari kelahiran atau di waktu kapan saja, tetapi yang lebih utama dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran. Dalilnya adalah sabda Rasulullah “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)
Namun demikian Imam Malik dalam At-Tamhid menyatakan bahwa: “Tidak dilaksanakan aqiqah bagi mereka yang sudah dewasa dan tidak dilaksanakan aqiqah bagi bayi yang dilahirkan kecuali pada hari ke tujuh dan jika melebihi hari ketujuh maka tidak perlu dilaksanakan aqiqah” (At-Tamhid 4/312)
Pelaksanaan aqiqah menjadi tanggung jawab orang tua. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang disunnahkan atau tidaknya pelaksanaan aqiqiah oleh diri sendiri bagi mereka yang belum sempat diaqiqahi oleh orang tuanya.
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny menyatakan: Jika seseorang belum diaqiqahi, kemudian tumbuh dewasa dan mencari nafqah sendiri maka tidak ada aqiqah baginya.
Imam Ahmad ketika ditanya tentang aqiqah untuk diri sendiri, beliau menjawab: Aqiqah itu kewajiban orang tua dan tidak dibolehkan mengaqiqahi diri sendiri karena sunnahnya dilakukan oleh orang lain.
Atho` dan Al-Hasan berpendapat bahwasanya seseorang boleh mengaqiqahi dirinya sendiri karena dia tergadai dengannya oleh sebab itu ia boleh melakukan aqiqah untuk membebaskan dirinya.
Imam Al-Baihaqy meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW mengaqiqahi untuk dirinya setelah kenabian (9/300) Demikian juga Imam At-Tabhrany dalam Al-Ausath (994). Akan tetapi kedua hadits tersebut dhoif. (Ath-Thiflu Wa Ahkamuhu, hal. 181-183)
Jika kita memiliki kelapangan Rizki maka sebaiknya dilaksanakan keduanya, karena keduanya sama-sama sunnah muakkadah. Namun jika hartanya Cuma cukup untuk aqiqoh maka aqiqoh lebih didahulukan karena itu berkaitan dengan kewjiban individu sebagai mana pendapat Imam Atho` dan Hasan.
Disarikan dari syariah on line

Tidak ada komentar:

Posting Komentar